Saya berandai-andai jika Ki Hadjar Dewantara masih hadir di antara kita saat ini. Â Beliau mungkin tersenyum atau bahkan sedih dengan situasi dunia pendidikan Indonesia, apalagi di masa pandemi.Â
Teringat pesan beliau "Ing Ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani". Â Yang kurang lebih maknanya adalah Di depan jadilah teladan, di Tengah memberikan motivasi atau semangat, dan di Belakang memberi dorongan.
Dari pesan beliau, menurut saya metode Pembelajaran yg paling cocok dengan nilai-nilai itu adalah Discovery Learning.Â
Mengutip dari situs resmi Kemdikbud, "Discovery learning adalah sebuah metode pembelajaran memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu Kesimpulan". Discovery terjadi bila individu terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.Â
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi. Proses di atas disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concepts and principles in the mind (Kemdikbud, 2020).
Kuncinya sih membangun visi masa depan anak didik sehingga ia terpicu secara mandiri untuk melakukan pencarian ilmunya agar impiannya terwujud.
Saya sendiri belajar ilustrasi, animasi, hingga bikin game bukan dari sebuah pendidikan formal. Semuanya saya pelajari karena ingin mewujudkan impian. Sehingga saya pribadi melakukan proses discovery atas ilmu yg saya pelajari.
Jadi peran guru /dosen dalam Discovery Learning adalah sebagai fasilitator, trainer, dan teman untuk berdiskusi. Bukan memaksakan anak didik menonton/mendengarkan ceramah 1 arah (Yang itu bisa dipelajari sendiri).
Mari ingat kembali pesan dari ki Hadjar Dewantara.Â
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), justru harus dijadikan momentum transformasi makna pembelajaran yg sesungguhnya dalam konteks pesan Ki Hadjar Dewantara.
Namun, Tantangan dalam penerapan metode discovery learning ini adalah transformasi mindset anak didik, orang tua, hingga semua lembaga pendidikan. Mindset belajar sebagian besar pihak adalah sekadar siswa, guru, ceramah, tugas, nilai dan slide. Belajar itu semata-mata harus menggunakan Zoom, Google Meet, MS Team dkk.
Jadi saya menerka-nerka jika Ki Hadjar Dewantara akan tersenyum ketika para pendidik mampu memahami esensi pesan beliau.Â
Dan mungkin beliau akan sedih ketika para orang tua dan guru hanya saling menyalahkan sehingga lupa makna dari arti belajar itu sendiri bagi masa depan generasi bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H