Mohon tunggu...
Adhi Christiyanto
Adhi Christiyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani

Saya seorang petani. Menulis adalah hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suami Melarang Istri Berkarier

18 April 2012   03:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:29 6685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang PNS dengan gaji yang tidak sebesar jika bekerja di sektor swasta, tidak atau belum memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder di atas seperti motor atau mobil. Bahkan kebutuhan primer seperti perumahan. Jikapun bisa diusahakan memenuhi kebutuhan primer dengan gaji yang diterima suami, akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan dana guna membeli sebuah rumah.

Akhirnya terpikir oleh istri untuk ikut membantu suami dengan bekerja di luar rumah. Dengan melihat pertumbuhan anak bahwa pada saatnya nanti anak akan memasuki usia sekolah, selain membutuhkan dana tambahan juga memberi kesempatan untuk istri bisa bekerja di luar rumah. Selama anak masuk sekolah, istri bisa memanfaatkan waktu itu untuk bekerja di luar rumah. Pertimbangan-pertimbangan seperti ini biasanya dipakai istri untuk mulai berpikir membantu tugas suami. Sangat tidak bijak jika istri diam saja dan menuntut suaminya yang seorang PNS memenuhi semua kebutuhan rumah tangga yang makin bertambah. Ada hal-hal etis yang harus dijaga. Seperti misalnya menghindarkan suami untuk melakukan tindak korupsi di kantor karena gaji tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Ada pilihan lain selain daripada istri bekerja di luar rumah yaitu mengevaluasi semua pengeluaran dan memaksa diri untuk menabung. Dalam bahasa sekarang disebutnya memanage keuangan rumah tangga. Semua pengeluaran yang tidak perlu, dipangkas. Kebutuhan-kebutuhan(atau keinginan?) ditunda sampai waktu yang tepat. Tidak semua pribadi bisa melakukan itu. Butuh kebijaksanaan dan kemauan keras untuk bisa hidup sederhana (meski ukuran sederhana itu relatif seperti ukuran layak ).

PERTIMBANGAN SUAMI

Suami tidak melarang istri bekerja di luar rumah. Suami hanya ingin istri memiliki tanggung jawab penuh di rumah dan suami tanggung jawab penuh di luar rumah. Artinya ini pembagian tugas yang cukup adil. Suami merasa masih mampu membiayai rumah tangga dengan gaji PNS yang diterimanya dengan catatan istri bisa mengatur sedemikian rupa sehingga cukup untuk semua.

Mengingat bahwa istri adalah seorang sarjana ekonomi management, memang dirasa sayang jika keahliannya itu tidak dimanfaatkan lagi. Atau dalam bahasa seorang perempuan modern, bekerja bukan untuk mencari nafkah tapi untuk sarana aktualisasi diri.

Selama mereka hidup membina rumah tangga, semua berjalan lancar. Tapi ada hal-hal baru yang muncul seperti mulai banyak muncul keluhan istri karena lelah bekerja di rumah mengurus rumah dan anak. Mulai dari cucian yang bertambah banyak atau sangat aktifnya si buah hati sehingga menuntut perhatian lebih dari istri. Perhatian lebih diartikan sebagai energi lebih. Membutuhkan energi lebih untuk mengurus anak. Semua itu sebenarnya tergantung kepada istri yang melaksanakan tugasnya sebagai istri dan seorang ibu. Apakah istri mampu dan mau mengatur waktu dan tenaga untuk rumah dan anak. Management waktu dan tenaga. Harus ada perbedaan antara dulu ketika belum ada anak dan sekarang ketika sudah hadir buah hati/anak. Jika bisa mengatur itu semua, maka tidak akan masalah besar yang timbul seperti keluhan istri. Kelelahan fisik dan pikiran mempengaruhi sifat dan karakter. Yang dulunya masih bisa sabar sekarang sudah tidak sabaran lagi. Kalau boleh berteriak mungkin istri akan berteriak "Kenapa anakku tidak seperti anak orang lain yang pendiam, tenang dan penurut?". Setiap anak tentu terlahir unik dan berbeda satu dengan yang lain. Mungkin ibu lain yang punya anak pendiam, tenang dan penurut juga akan berpikir "Kenapa anakku tidak bisa seperti anak orang lain yang ceria, aktif dan menggemaskan polah tingkahnya". Semua tergantung orang tuanya dalam menyikapi anugerah Tuhan yaitu buah hati anak. Dan tentu saja rasa syukur. Rasa syukur itu bisa menjadi obat lelah. Anak yang aktif tentu punya daya tahan yang lebih baik dan tentu lebih sehat karena asupan yang masuk dengan energi yang dikeluarkan buah hati berimbang.

Mempertimbangkan kondisi istri yang seperti ini, rasanya tidak adil jika memperbolehkan istri untuk bekerja di luar rumah. Mungkin jika istri tidak kewalahan dalam mengurus rumah dan anak atau pandai mengatur waktu dan energinya, tidak jadi masalah. Kalau sampai istri terlalu lelah karena mengaktualisasi diri di luar rumah akan berdampak kepada anak. "Anak menjadi korban".

YANG DICARI ISTRI DENGAN BEKERJA DI LUAR RUMAH(BERKARIER)

Pernah terungkap dalam sebuah percakapan bahwa istri ingin membantu suami dalam bekerja. Terlebih akhir-akhir ini suami harus mengupgrade pendidikannya untuk menunjang karier PNS nya. Upgrade pendidikan suami membutuhkan biaya. Biaya yang tidak sedikit. Meskipun suami meyakinkan istri bahwa suami masih mampu membiayai keluarga dan membiayai upgrade pendidikannya asal istri mau berhemat (syarat dan ketentuan berlaku). Sang istri juga ingin membantu ekonomi orang tuanya. Setidaknya berusaha menjadi wujud bakti kepada orang tua yang sudah membesarkannya. Begitulah kira-kira yang istri kehendaki dan harapkan. Memang bukan sebuah obsesi seorang perempuan yang berpendidikan tinggi untuk kembali meniti karier.

Ada juga sebuah pertimbangan untuk memberi lebih kepada buah hati mereka. Semisal memberi pendidikan yang lebih berkualitas. Berkualitas dalam arti mahal. Apakah itu sebuah kebutuhan atau sebuah keinginan? Kadangkala juga rancu antara kebutuhan pendidikan anak dan sebuah keinginan yang didorong karena gaya hidup. Anak semata wayang harus bersekolah di tempat yang mahal. Karena mahal sama dengan berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun