Tampaknya, dengan marak kasus-kasus seperti ini, anak-anak di Panti Asuhan Aisyiyah sudah tidak asing lagi. Mereka amat mengerti apa dampak dari perilaku tersebut. Aku senang, karena tidak pernah terjadi di sini, walaupun mereka banyak berbeda latar belakangnya.
Usai sesi diskusi, aku mengajak mereka bermain kuis berhadiah. Membagikan beberapa makanan dan permainan. Semua anak sangat antusias. Mereka berlomba menjawab pertanyaan yang kuberikan, seolah tidak ada beban dalam hidup mereka.
Hari itu, aku merasa sangat terinspirasi. Meskipun hidup mereka penuh keterbatasan, mereka memiliki semangat yang luar biasa. Aku berjanji akan terus mendukung mereka, meskipun hanya lewat kata-kata. Ferdy, khafilah panti, aku senang dapat berbincang dengannya dan teman-teman lainnya.
Keesokan harinya, pada tanggal 22 Desember 2024, aku melanjutkan perjalanan ke Panti Asuhan Tri Murni, yang berasrama khusus perempuan. Aku disambut dengan ramah oleh para penghuni panti. Mereka tampak bersiap untuk mengikuti aktivitas yang sudah mereka rencanakan.
Aktivitas dimulai dengan pengenalan dariku dan teman-temanku. Kami melakukan pembekalan materi, bagaimana menjaga diri atas segala tindakan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kami menjelaskan bagaimana dampaknya, cara penanganan kasusnya, dan cara perlindungan diri.
Sesi pembekalan materi berakhir, dilanjutkan dengan diskusi bersama dan kuis berhadiah. Aku membagikan beberapa makanan yang mungkin disukai anak-anak panti. Serta hadiah kuis, seperti lego. Lalu diakhiri dengan cap seni di ujung jari di atas karton. Agar tak lupa meninggalkan kenangan indah.
Berjalan beriringan dengan pengurus panti, Ibu Noza. Di sini, aku bertemu dengan Lala, seorang gadis kecil berusia lima tahun. Lala tampak begitu ceria meskipun usianya masih sangat muda."Bu Noza, kenapa Lala bisa ada di sini, Bu?" tanyaku karena penasaran.Â
Bu Noza menjelaskan dengan lembut, "Bagi Lala, tempat ini adalah rumah kedua untuk anak-anak yang tidak punya keluarga. Kau tahu? Ia telah ditinggalkan oleh orangtuanya karena kecelakaan sejak usia enam belas bulan. Bahkan ia punya kakak, namun tidak mau menganggap kehadiran Lala."Â
Bu Noza menjelaskan dengan menitikkan air mata. Aku turut sedih, dan hatiku terenyuh. Bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang terkasih, padahal kita belum sempat menikmati hidup bersamanya? Aku berpelukan dengan Bu Noza, berharap Lala bahagia.
Lala bermain berlari ke sana ke mari dengan bahagia. Ia turut memperhatikan kami tadi, meski sepertinya masih bingung. Matanya yang besar menyiratkan keinginan untuk mengetahui lebih banyak.
Berjalannya waktu, aku melihat betapa penuh kasih sayangnya para pengasuh di panti tersebut. Mereka memastikan bahwa anak-anak selalu merasa nyaman dan aman. Di sini, mereka juga diajarkan untuk selalu berdoa dan menjaga akhlak dengan baik.