Hari itu, untaian sumpah-serapah terhadap nilai menghantui diriku. Tetap tegar karena zona nyaman sudah menyambut. Aku memutuskan menghabiskan libur semester dengan cara berbeda, berkunjung ke panti asuhan.
21 Desember 2024, aku tiba di Panti Asuhan Aisyiyah yang berasrama khusus laki-laki. Panti ini tampak sederhana, namun hangat dengan senyum teman panti menyambutku. Nampak begitu ceria meskipun hidup jauh dari kata mewah.
Saat aku masuk, Ferdy, seorang penghuni panti yang sudah lama tinggal di sana, menghampiriku. "Selamat datang, Dek," katanya sambil tersenyum lebar. "Kami biasa belajar di sini dan berbagi cerita loh, tanpa saling menghakimi, karena di sini ibarat keluarga" tambahnya, menunjuk ke ruang serbaguna untuk sholat dan belajar.
Mereka mulai menceritakan aktivitas mereka setiap hari "Sepulang sekolah, kami selalu membantu Umi, mengaji bersama selepas Ashar, serta sharing makan," kata Ferdy. Aku kagum mendengar mereka memiliki rutinitas yang tertata baik.
Di tengah perbincangan, aku menyelipkan materi tentang bullying. "Teman-teman, pernahkah kalian mengalami bullying?" tanyaku serius. Seorang anak, Riko, mengangkat tangan, "Pernah, Kak, tapi kami diajarkan untuk sabar, tapi itu tidak boleh dinormalisasikan" jawabnya.
Aku melanjutkan dengan membicarakan kekerasan dan pernikahan dini. Mereka tampak mendengarkan dengan seksama. "Pernikahan dini bisa merusak masa depan kalian loh," ujarku, berharap bisa memberi sedikit wawasan kepada mereka.
Mereka tampak terkesan dengan materi kusampaikan. "Kami harus berani melawan kekerasan, karena tak semua orang paham akan diam kita!" kata Ferdy, matanya berbinar. Aku merasa bangga bisa berdiskusi dengan mereka, meskipun mereka memiliki kehidupan yang penuh tantangan.
Tampaknya, dengan marak kasus-kasus seperti, anak-anak di Panti Asuhan Aisyiyah sudah tidak asing lagi. Mereka amat mengerti apa dampak dari perilaku tersebut. Aku senang, karena tidak pernah terjadi di sini, walaupun mereka banyak berbeda latar belakangnya.
Usai sesi diskusi, aku mengajak mereka bermain kuis berhadiah. Semua anak sangat antusias. Mereka berlomba menjawab pertanyaan yang kuberikan, seolah tidak ada beban dalam hidup mereka.
Hari itu, aku merasa sangat terinspirasi. Meskipun hidup mereka penuh keterbatasan, mereka memiliki semangat yang luar biasa. Aku berjanji akan terus mendukung mereka, meskipun hanya lewat kata-kata. Ferdy, khafilah panti, aku senang dapat berbincang dengannya dan teman-teman lainnya.
Keesokan harinya, pada tanggal 22 Desember 2024, aku melanjutkan perjalanan ke Panti Asuhan Tri Murni, yang berasrama khusus perempuan. Aku disambut dengan ramah oleh para penghuni panti. Mereka tampak bersiap untuk mengikuti aktivitas yang sudah mereka rencanakan.
Berjalan beriringan dengan pengurus panti, Ibu Noza. Di sini, aku bertemu dengan Lala, seorang gadis kecil berusia lima tahun. Lala tampak begitu ceria meskipun usianya masih sangat muda."Bu Noza, kenapa Lala bisa ada di sini, Bu?" tanyaku karena penasaran.Â
Bu Noza menjelaskan dengan lembut, "Bagi Lala, tempat ini adalah rumah kedua untuk anak-anak yang tidak punya keluarga. Kau tahu? Ia telah ditinggalkan oleh orantuanya karena kecelakaan sejak usia enam belas bulan. Bahkan ia punya kakak, namun tidak mau menganggap kehadiran Lala."Â
Bu Noza menjelaskan dengan menitikkan air mata. Aku turut sedih, dan hatiku terenyuh. Bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang terkasih, padahal kita belum sempat menikmati hidup bersamanya? Aku berpelukan dengan Bu Noza, berharap Lala bahagia.
 Lala bermain berlari ke sana ke mari dengan bahagia. Ia turut memperhatikan kami tadi, meski sepertinya masih bingung. Matanya yang besar menyiratkan keinginan untuk mengetahui lebih banyak.
Seiring berjalannya waktu, aku melihat betapa penuh kasih sayangnya para pengasuh di panti tersebut. Mereka memastikan bahwa anak-anak selalu merasa nyaman dan aman. Di sini, mereka juga diajarkan untuk selalu berdoa dan menjaga akhlak dengan baik.
Aku berbincang lebih dalam dengan beberapa anak perempuan di sana. Mereka menceritakan rutinitas mereka yang sangat teratur, mulai dari puasa bersama hingga makan bersama. Panti Asuhan Tri Murni mendukung perempuan bertumbuh.
 "Kami selalu makan bersama dan saling berbagi. Setiap sholat isya, kami selalu mendengar ceramah agama. apabila ada waktu luang, kami diajarkan menjahit dan membuat kerajinan," kata Ana, salah seorang anak di panti itu.
Aku juga sempat mendengarkan ceramah agama bersama mereka, yang menyentuh hati. Ceramah yang membahas tentang pentingnya menjaga perilaku dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Aku merasa senang bisa menjadi bagian dari kebersamaan mereka meskipun hanya sejenak.
Namun, ada satu hal lagi yang sangat menyentuh hatiku. Kak Karin, siswa kelas tiga SMA. Bercerita bahwa ia ingin tetap sukses walaupun tidak mempunyai privillage yang bagus seperti di luaran sana. Ia kekeuh, ingin melanjutkan setiap mimpinya kuliah psikologi. Agar kelak, dapat menjadi psikiater anak, yang berlatar sama dengannya.
Kata orang, jangan pernah takut dalam bermimpi. Bermimpilah engkau setinggi langit. Agar kelak jika jatuh, kau akan terjatuh di antara bintang-bintang.
Di Panti Asuhan Tri Murni, aku melihat semangat yang sama dengan yang ada di Panti Asuhan Aisyiyah. Meski mereka tinggal di panti, mereka tetap bisa berkembang dan mengejar impian mereka. "Kehidupan di panti bisa jadi baik jika kita ikhlas menerima semuanya," kata Kak Karin dengan penuh keyakinan.
Setelah berbincang lebih lanjut dengan anak-anak di sana, aku menyadari bahwa mereka semua memiliki potensi besar. "Tidak ada yang bisa menghalangi mereka untuk sukses," ujar Bu Noza dengan mata penuh harapan. Aku merasa bahwa panti asuhan adalah tempat yang tepat untuk mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik.
Kunjunganku ke dua panti asuhan ini memberi banyak pelajaran berharga. Aku menyadari bahwa meskipun mereka tidak memiliki keluarga seperti kebanyakan anak, mereka tetap bisa menemukan kasih sayang dan semangat hidup di sana. Mereka mengajarkan aku tentang ketabahan dan keikhlasan.
Aku berjanji akan lebih sering berkunjung ke panti asuhan untuk memberikan sedikit kebahagiaan. Setiap kunjungan memberi banyak pengalaman yang tidak bisa aku dapatkan di tempat lain. Semoga mereka semua bisa terus tumbuh dengan semangat yang tak pernah padam.
Sesampainya di rumah, aku merenung panjang. Mengingat anak-anak di panti asuhan yang penuh semangat meskipun menghadapi banyak kesulitan. "Mereka benar-benar menginspirasi," pikirku, bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Dalam hati, aku merasa bersyukur bisa mengenal mereka lebih dekat. Panti asuhan bukan hanya tempat tinggal bagi mereka, tetapi juga rumah yang mengajarkan arti dari perjuangan. Aku berharap kelak mereka semua bisa mencapai cita-cita mereka.
Aku juga berharap, kunjunganku ke panti asuhan bisa memberikan manfaat. Semoga apa yang aku sampaikan bisa membuka wawasan mereka tentang dunia luar. Mereka semua layak mendapatkan masa depan yang cerah dan penuh kebahagiaan.
Hari itu, aku merasa puas dengan perjalanan yang telah aku lakukan. Libur kali ini memang berbeda. Dua hari yang penuh dengan pelajaran dan kebahagiaan. Panti asuhan ternyata bisa memberikan lebih dari sekadar tempat tinggal, tetapi juga tempat untuk belajar tentang kehidupan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI