Ijarah, yang dalam bahasa Arab berarti upah atau imbalan, adalah akad pemanfaatan barang atau jasa dengan imbalan tertentu tanpa adanya perpindahan kepemilikan. Dalam keuangan syariah, ijarah menjadi salah satu instrumen utama yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi secara transparan dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Akad ini menawarkan cara yang adil dalam mendistribusikan manfaat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan (Sukmaningrum & Yazid, 2022). Dalam praktiknya, ijarah banyak diterapkan oleh bank syariah dan lembaga non-bank untuk memberikan solusi pembiayaan yang fleksibel. Salah satu bentuk ijarah yang paling umum digunakan adalah Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT). Melalui akad ini, penyewa mendapatkan hak untuk memiliki barang yang disewakan setelah masa sewa berakhir. Model seperti ini sangat bermanfaat bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang sering kali kesulitan mengakses modal besar di awal usaha. Dengan IMBT, pelaku usaha dapat meningkatkan produktivitas tanpa terbebani bunga atau agunan tinggi yang biasanya menjadi kendala dalam sistem pembiayaan konvensional (Maulana, 2021).
Keunggulan utama ijarah adalah absennya unsur riba yang menjadi polemik dalam sistem keuangan konvensional. Sebagai gantinya, ijarah menawarkan skema pembayaran berbasis manfaat nyata yang diterima oleh penyewa. Ini menciptakan hubungan yang lebih adil antara penyedia dan penerima manfaat, mengurangi ketimpangan sosial, serta meningkatkan transparansi karena hak dan kewajiban telah disepakati sejak awal akad (Hudafi, 2021). Namun, penerapan ijarah di Indonesia masih menghadapi tantangan. Salah satu kendala utama adalah rendahnya pemahaman masyarakat terhadap konsep dan prinsip syariah yang mendasari akad ini. Banyak yang salah kaprah dengan menganggap ijarah hanya sekadar bentuk penyewaan biasa. Oleh karena itu, edukasi yang lebih luas kepada masyarakat diperlukan untuk meningkatkan literasi keuangan syariah. Selain itu, inovasi produk berbasis ijarah juga harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan zaman modern. Sebagai contoh, integrasi teknologi keuangan (fintech) dengan produk ijarah dapat mempermudah akses pembiayaan, khususnya bagi pelaku usaha kecil di daerah terpencil (Tehuayo et al., n.d.).
Regulasi yang jelas dan mendukung juga memainkan peran penting dalam mengoptimalkan mekanisme ijarah. Regulasi seperti Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/14/DPBS memberikan panduan tentang transparansi informasi dan pengelolaan risiko dalam akad ijarah. Dengan adanya regulasi semacam ini, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap keuangan syariah semakin meningkat, sekaligus mendorong terciptanya sistem pembiayaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan (Santoso & Anik, 2015).
Selain relevansinya dalam pembiayaan bisnis, ijarah juga memiliki potensi besar untuk mendukung agenda keberlanjutan global. Akad ini dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan teknologi ramah lingkungan, seperti panel surya atau kendaraan listrik. Dengan mekanisme ini, lembaga keuangan syariah tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi hijau tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon (Maulana, 2021).
Di era digital, ijarah semakin relevan dengan berkembangnya teknologi finansial. Digitalisasi produk berbasis ijarah melalui platform berbasis syariah memungkinkan lembaga keuangan menjangkau masyarakat yang lebih luas, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil. Digitalisasi ini tidak hanya mempercepat proses akad tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional lembaga keuangan syariah, yang pada akhirnya mendorong percepatan inklusi keuangan di Indonesia (Hudafi, 2021).
Pada akhirnya, optimalisasi ijarah membutuhkan sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat. Edukasi yang lebih intensif, pengembangan produk inovatif, dan penguatan regulasi adalah langkah penting untuk memastikan bahwa ijarah dapat dimanfaatkan secara maksimal. Dengan pendekatan yang tepat, ijarah dapat menjadi instrumen keuangan yang tidak hanya ekonomis tetapi juga etis, menciptakan keseimbangan antara nilai-nilai spiritual dan manfaat finansial bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Hudafi, H., & Ahmad Budi Lakuanine, D. (2021). Penerapan Akad Ijarah dalam Produk Pembiayaan Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo, 2(1). Dari https://www.ejournal.iaingorontalo.ac.id/index.php/mutawazin/article/download/236/153
Maulana, D. F. (2021). Analisis Terhadap Kontrak Ijarah dalam Praktik Perbankan Syariah. Muslim Heritage, 6(1). Dari https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v6i1.2569
Santoso, H., & Anik. (2015). Analisis Pembiayaan Ijarah pada Perbankan Syariah. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 1(2). Dari https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jei/article/view/33/32
Sukmaningrum, D. A., & Yazid, M. (2022). Analisis Akad Ijarah dalam Praktik Produk Pembiayaan Lembaga Keuangan di Indonesia. Al Fiddhoh, 3(2). Dari https://ejournal.iainkerinci.ac.id/index.php/al-fiddoh/article/download/1421/733
Tehuayo, R., Syariah, F., Islam, E., & Ambon, I. (n.d.). Sewa Menyewa (Ijarah) dalam Sistem Perbankan Syariah.Â
Penulis :
Adhelia Putri Arianto / Prodi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
Â
Keterkaitan dengan Mata Kuliah
- Artikel ini sangat terkait dengan materi Ijarah dalam mata kuliah Ekonomi Syariah karena membahas penerapan akad Ijarah sebagai instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, yang diajarkan dalam mata kuliah tersebut. Artikel menjelaskan bagaimana Ijarah dapat digunakan sebagai alternatif pembiayaan yang adil dan transparan, serta memfasilitasi sektor UMKM dan mendukung ekonomi hijau, yang merupakan konsep-konsep penting dalam ekonomi syariah. Selain itu, artikel ini juga mengaitkan dengan pentingnya inovasi produk dan regulasi, yang merupakan bagian dari pengembangan sistem keuangan syariah yang inklusif dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H