Mohon tunggu...
Adhe Ismail Ananda
Adhe Ismail Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

 من عرف نفسه فقد عرف ربه

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPDB Melalui Sistem Zonasi Hanya Menghambat Asasi, Tidak Memberi Solusi!

5 Juli 2019   14:00 Diperbarui: 5 Juli 2019   14:43 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pmschools.org

ZONASI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA -Adhe Ismail Ananda-

Pada umumnya, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam dirinya dan dalam lingkungan msyarakatnya.  Mengingat betapa penting dan mulianya pendidikan bagi setiap individu, menjadikan pendidikan sebagai hak yang harus didapatkan oleh setiap manusia.

Hak atas Pendidikan juga termasuk di dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada Tahun 1948. Dengan di inspirasi oleh revolusi perancis, Karel Vassak membagi Hak Asasi Manusia menjadi 3 generasi. 

Generasi pertama berkiaitan dengan hak-hak sipil dan politik (liberte); generasi kedua berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (egalite); dan generasi ketiga mencakup hak-hak solidaritas (fraternite). Generasi kedua inilah yang tergolong dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang merupakan bagian dari hak atas pendidikan, yaitu pasal 26 ayat (1) dan (2) UDHR yang menyatakan :

  • Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
  • Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.

Instrumen inilah yang kemudian di integrasikan kedalam hukum positif yang ada di Indonesia melalui Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB XIII Tentang Pendidikan pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan ayat (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Yang kemudian dikenal dengan undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 12 menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia. Kemudian di Pasal 60 juga menyatakan bahwa Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya".

Dari kedua pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pemerintah melindungi warga negaranya untuk memperoleh hak-haknya dalam mendapatkan dan memperoleh pendidikan setinggi-tingginya bagi dirinya sendiri.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesert didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian pasal Pasal 5 ayat (1) "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu".

Pada dasarnya, hakekat pendidikan adalah bagaimana memanusiakan manusia (humanisasi) yaitu proses membimbing dan mengembangkan semua potensi yang dimiliki seseorang agar menjadi manusia yang berkualitas dan berkarakter. Potensi manusia berupa bakat, minat, kepribadian, kecerdasan dan ketrampilan akan mudah dibimbing dan dikembangkan kearah yang positif jika dilakukan dalam suasana yang cocok (menyenangkan), sesuai selera (keinginan) dan tanpa ada paksaan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang berkaitan dengan fisik maupun non fisik.

Sekolah adalah salah satu tempat bagi pendidikan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimaksud tadi agar menjadi manusia yang memahami tugas dan tanggung jawabnya sebagai mahluk individu dan sosial. Dapat dikatakan, sekolah merupakan sesuatu yang sangat sakral dalam hal mempersiapkan masa depan yang cemerlang bagi setiap manusia.

Konsekuensi logisnya memilih kemana harus bersekolah didasarkan pada pertimbangan dan relevansi antara bakat, minat, kemampuan dan kecocokan secara psikologis dan sosiologis. Di manapun tempatnya jika lokasi yang dipilih itu sesuai dengan kondisi psikologis peserta didik maka semua potensi akan sangat mudah dikembangkan begitu sebaliknya.

Oleh karena itu Dinamika Sistem pendidikan Indonesia saat ini kembali hangat diperbincangkan pasca pemberlakuan sistem Zonasi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tersebut, tertulis bahwa semua sekolah di bawah kewenangan pemerintah wajib mengalokasikan 90 persen kuota siswa barunya untuk pendaftar yang berdomisili di zona dekat sekolah. "Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima."

PPDB berdasar zonasi adalah sebuah sistem yang mengganggu hakekat pendidikan itu sendiri. Sistem zonasi akan sangat berpengaruh pada psikologis peserta didik dalam pengembangan semua potensi yang ada dalam dirinya. 

Akan ada banyak sekali peserta didik yang masuk ke sekolah tertentu bukan murni karena keinginanya sendiri tetapi karena terpaksa atau dipaksa oleh wilayah atau zona yang telah daitur oleh pemerintah. Selain itu juga akan ada sekian banyak calon peserta didik jika dilihat dari kemampuan akademik dan prestasinya sangat layak masuk disekolah sesuai pilihan dan sesuai kecocokan psikologis mereka gagal gara gara jarak tempuh tidak berada di zona pendidikan yang diinginkan.

Sangat miris dan memprihatinkan jika pemrintah masih sibuk mengurus dan mengatur seseorang yang ingin mengembangkan potensi dan ketrampilan disatuan pendidikan tertentu di batasi oleh wilayah atau zona. Dengan demikian, PPDB berdasar zonasi selain melanggar hakekat dari pendidikan juga dapat dikatakan melanggar Hak Asasi manusia khususnya hak asasi untuk mengembangkan diri (aktualisasi diri).

Kalau yang diharapkan pemerintah adalah pemerataan mutu pendidikan mestinya tidak harus dilakukan dengan PPDB berdasar zonasi tetapi dilakukan dengan cara perubahan pengelolaan atau manajemen pendidikan yang ideal, penyediaan tenaga pendidik dan kependidikan yang memadai, peningkatan profesionalisme guru secara optimal, penyediaan fasilitas atau sarana pendidikan dan pembelajaran yang cukup. 

Kalaupun hanya melalui sistem zonasi perataan pendidikan dapat dilakukan, maka angka 90% dinialiai belum menjawab kebutuhan yang dimaksud. Hal ini dibuktikan melalui banyak demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai kalangan terkait dengan pemberlakuan sistem zonasi PPDB ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun