Kisruh antara ojek online dengan ojek pangkalan memang tidak baru baru ini. Namun hingga saat ini, pengemudi ojek online masih diprotes oleh ojek pangkalan. Memang tidak terjadi pemukulan, hanya ancaman seperti “jangan lewat kawasan ini” pasti sering terdengar.
Baru saja (Kamis, 23 Juni 2016) ketika saya berangkat kerja, saya melihat pengemudi ojek online yang akan menjemput pelanggannya melewati pangkalan ojek di perumahan saya di daerah bogor. Saya yang juga kebetulan lewat dengan sepeda motor mencoba berhenti untuk melihatnya.
Sekilas saya mendengar ‘pentolan’ ojek pangkalan bilang kepada pengemudi ojek online “jangan lewat sini deh” dengan nada ketus. Saya yang berhenti agak jauh dari mereka bilang “ga usah rasis mang”. Si ‘pentolan’ ojek pangkalan tersebut langsung membalas perkataan saya, namun saya tidak mendengar jelas dan sambil jalan saya bilang “semoga lancar yaa mang rejekinya..” dan saya pergi.
Saya tidak bermaksud untuk membuat nama ojek pangkalan menjadi buruk. Tidak juga bermaksud membela ojek online. Namun saya sendiri sudah mengamati dan mencoba ojek pangkalan sekitar rumah saya dan ojek online.
Saya pernah mencoba naik ojek pangkalan, dari rumah saya ke gerbang perumahan yang jaraknya hanya sekitar 2-3 kilometer, tarifnya mencapai 10.000 dan itu pada tahun 2014 (kalau saat ini, saya belum pernah lagi naik ojek pangkalan). Saya juga pernah naik ojek online dari rumah ke kantor suami saya yang jaraknya sekitas 15 kilometer, tarifnya hanya 20.000 pada tahun 2016 ini. Saya sebagai pelanggan, yang melihat dari kemudahan order, pelayanan dan tarif harga yang ditawarkan, pasti lebih memilih ojek online.
Namun coba kita pelajari dengan pikiran positif.
Sudah jelas, Tuhan akan memberi rejeki kepada manusia sudah dengan porsinya masing-masing dan yang pasti berbeda tiap individu. Kecemburuan social antar individu pasti ada, namun itu semua tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Mari kita telusur ojek pangkalan yang ada disekitar kita. Tidak semua warga punya dan bisa menggunakan handphone. Walaupun saat ini era globalisasi yang mengedepankan teknologi, masih ada warga yang tidak bisa menggunakannya. Misalnya, ibu-ibu yang menjelang tua dan dia tidak mau bahkan tidak bisa menggunakan hanphone canggih saat ini. Pastinya tidak hanya ibu-ibu saja, mungkin ada juga yang masih muda yang dimana dia tidak punya handphone canggih karena tidak mampu membeli. Nah, warga seperti inilah yang masih membutuhkan ojek pangkalan di perumahan.
Kita telusur kembali ojek online, yang cara ordernya saja menggunakan smartphone. Memang, yang menggunakan smartphone banyak dan kemudahan yang ditawarkan oleh ojek online pun juga membuat warga ingin mencoba. Pilihan ordernya pun banyak, mulai dari mengantarkan pelanggan, dokumen atau paket, makanan, belanjaan dan bahkan pelayanan membersihkan rumah serta pelayanan pijit badan juga ada. Inilah yang dinamakan inovasi terbarukan.
Perusahaan ojek online saat ini menawarkan begitu banyak jasa yang tujuannya adalah untuk memudahkan pelanggan dalam berbagai hal. Ternyata, responnya sangat baik dan dalam jangka waktu singkat dapat memikat pelanggan cukup banyak. Namun, ada juga yang menggunakan ojek online ini untuk hal yang dapat merugikan orang lain. Misal, pernah terjadi seorang pelanggan memesan makanan dengan aplikasi ojek online untuk diantarkan ruma pelanggannya.
Ketika sampai ditujuan, ternyata alamat yang diberikan adalah rumah kosong! Lalu siapa yang akan membayar kerugian dari makanan yang sudah dibeli dengan uang si pengemudi ojek online ini? Dan siapa juga yang akan membayar jasa ojeknya? Dan akhirnya, ada tetangga sekitar yang melihatnya iba sehingga dibeli dan dibayar oleh tetangga dekat rumah kosong itu. Hal seperti ini sudah sering kali terjadi, baik kerugian kepada si pengemudi maupun kerugian buat pelanggan seperti kasus pelecahan.
Dari penelusuran kedua ojek tadi, bisa kita ambil pelajaran bahwa setiap hal pasti ada sisi baik dan buruknya. Sisi baik ojek pangkalan adalah dekat dengan masyarakat, sisi buruknya mungkin karena tarifnya mahal dan tidak begitu banyak jasa yang ditawarkan.
Sisi baik ojek online adalah karena begitu banyak jasa yang ditawarkan, sisi buruknya karena kemudahan yang ditawarkan membuat pelanggan melakukan tindakan yang dapat merugikan orang banyak.
Jika dilihat dari surat ijin ataupun peraturan, ojek pangkalan juga tidak ada ijin untuk mangkal di daerah dekat perumahan. Ojek online pun dengan pelayanan menggunakan mobil box tidak ada ijin kir. Toh, keduanya sama bukan? Sama sama seenaknya untuk tujuan yang sama.
Persaingan dalam ilmu dagang pasti ada, hanya saja bagaimana cara kita menyikapinya sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Harusnya kedua ojek yang berbeda tersebut harus saling mengerti kekurangan dan kelebihan masing-masing ojek yang ditawarkan dan tetap tidak dengan cara anarkis. Jika hal ini terjadi kembali, sebenarnya keuntungan apa yang bisa didapat? Hanya kesenangan yang bersifat sementara saja bukan? Saya yakin, dalam hatinya ada rasa bersalah. Karena senang diatas penderitaan orang lain hanya bersifat sementara.
Saya harap kejadian seperti ini tidak terjadi kembali, apalagi ini adalah bulan suci ramadhan yang semua orang mencari uang dengan berbagai cara untuk mendapatkan uang THR, baik dengan cara halal maupun tidak.
Salam, kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H