Mohon tunggu...
Muhammad Farid
Muhammad Farid Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Literasi

Relawan dan Pegiat Literasi; Founder: Perpustakaan Berjalan Kaohsiung; Author: Ruang Kontemplasi (2017); e-mail: adhefarid@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hijrah, di antara "Bully" dan "Istikamah"

27 Desember 2018   00:11 Diperbarui: 27 Desember 2018   08:05 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto. Hijrah (Farid)

Kisah bergeraknya manusia menjadi lebih baik dari masa lalunya, dan konsisten menjalaninya menjadi harapan setiap insan. Namun kerap terjadi, lingkungan sekitar seakan "tak rela" melihat perubahan itu.

Sepulang dari aktivitas akhir pekan, menembus dinginnya malam yang tak biasa. Mungkin dengan menyeruput kopi, bisa menghangatkan tubuh ini.

Sambil menikmati kopi, bisa memandang orang lalu lalang dari dalamnya. Tiba-tiba ada yang menyapa dan melambaikan tangan dari luar.

"Boleh aku ngopi di sampingnya bro?", "silahkan bro", jawabku. Kami mulai ngobrol tentang aktivitas masing-masing di kota ini dan akhirnya masuk ke edisi "curhat".

"Move on" dari zaman "jahiliyah", akhirnya menjadi topik diskusi kami. "Bro, semua jenis dosa telah kulakukan. Tersisa hanya menghabisi nyawa orang yang belum kulakukan", pengakuannya.

Dia menyampaikan, betapa besar hasratnya untuk berubah jadi orang baik. Namun kawan-kawannya masih saja "nggak rela" ditinggalkan.

Selain itu, orang-orang disekitarnya yang tahu tentang masa lalunya. Tetap saja nggak percaya bahwa dia telah berubah, bahkan ada beberapa orang yang masih saja "membully".

"Bro, aku nggak bisa terima keadaan ini", keluhnya. Dia telah berusaha semampunya menjadi orang baik. Namun masyarakat seolah tak mau menerima kenyataan dan masih menganggap bahwa dia tetaplah pribadi yang dulu. Bahkan ironisnya, masih ada yang tega menebar fitnah dan yang lainpun percaya tanpa pernah verifikasi kebenarannya.

"Yang sabar bro", aku menenangkannya. Ini bagian dari ujian sebuah proses, apakah kita sanggup melaluinya atau gagal. Istikamah atau kembali ke masa lalu?.

"Yang penting perubahan ini, untuk kembali ke jalanNya. Bro, sudah menginsyafi kesalahan di masa lalu. Tobat dan berikhtiar menjadi orang baik. Saat ini, tetap jalani yang sudah "on the track". Berkawanlah dengan orang yang bisa menerima, memberi dukungan dan biarlah waktu yang akan buktikan kesungguhan bro".

"Abaikan saja fitnah, "bully" atau apapun itu yang resahkan jiwa bro. Biarlah Tuhan yang membuka pikiran dan hati mereka dengan "caraNya". Kalau bro butuh, temui aku setiap minggu ke-2 dan ke-3 di depan stasiun."

"Terima kasih bro, atas dukungannya. Bila berkenan, saya ingin traktir ngopi saat kita bertemu lagi di stasiun bulan depan". Kamipun berpisah, berlalu, meninggalkan mini market andalan kami di kota ini.

Ha....ha....ha.... kelamaan ngopinya kalau bulan depan, nggak mungkin kulalui hari-hari tanpa ngopi. Karena imajinasiku bisa membeku tanpa menyeruput sebagai pemantiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun