Artikel ini disusun oleh: Muhamad Adham Rafi dan Monica Desindrian
Peredaran dan perdagangan penghasil bahan narkoba menjadi sebuah isu kejahatan transnasional yang berkembang di kawasan Amerika Latin, antara lain Kolombia, Peru, Bolivia, dan khususnya Meksiko. Di artikel ini kita mengkhususkan membahas narkoba di Meksiko. Meksiko merupakan negara produksi heroin terbesar di kawasan Amerika Latin. Bahkan negara ini menempati posisi ketiga sebagai negara produsen heroin terbesar ketiga di seluruh dunia. Selain terkenal sebagai negara produsen heroin, Meksiko juga terkenal sebagai negara produsen ganja terbesar di dunia berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2008. Hal ini disebabkan karena layaknya negara berkembang dengan jumlah penduduk yang padat, kemiskinan di negara ini telah menjadi permasalahan yang cukup serius, minimnya kesempatan kerja serta rendahnya penghasilan masyarakat setempat membuat warga harus menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kartel narkoba memanfaatkan letak geografis negaranya yang saling bersebelahan dengan Amerika Serikat yang merupakan negara konsumen narkoba terbesar di dunia. Dengan perbatasan sepanjang 3.141 kilometer antara Amerika Serikat dan Meksiko yang terdiri dari gurun dan pegunungan tandus membuat kedua negara kesulitan untuk melakukan pengawasan di daerah perbatasan. Lemahnya kontrol kedua negara diperbatasan dimanfaatkan oleh para kartel narkoba dalam memasok narkoba ke negara Amerika Serikat melalui terowongan bawah tanah yang memiliki rel dan ventilasi udara.
Selain digunakan sebagai jalur menyelundupkan narkoba dan manusia, kartel memanfaatkan terowongan ini untuk menyelundupkan uang hasil penjualan narkoba dan senjata dari Amerika Serikat kembali ke Meksiko. Kemunculan kartel-kartel narkoba di Meksiko ini semakin berkembang dan melahirkan berbagai tindak kejahatan seperti pencurian, penculikan, bahkan pembunuhan bukan hanya di satu wilayah saja, namun hingga daerah perbatasan antara kedua negara. Tindak kejahatan ini seringkali dilakukan oleh pengguna di bawah pengaruh narkoba, dan bahkan dilakukan antar kartel narkoba dalam persaingan memperebutkan wilayah.
KERJA SAMA BILATERAL
Kerja sama dapat terjalin antar minimal dua negara yang dikenal dengan sebutan kerja sama bilateral untuk mencapai kepentingan nasionalnya masingmasing karena menghadapi suatu permasalahan yang sama, yang tidak bisa diatasi oleh masing-masing negara. Menurut KJ Holsti, kerja sama bilateral dapat diartikan dengan adanya kepentingan yang mendasari kesepakatan antara dua negara untuk berinteraksi dalam suatu bidang tertentu dengan cara dan tujuan yang telah disepakati bersama. Sedangkan definisi kerja sama bilateral menurut Krauss dan Pempel adalah kerja sama yang dilakukan oleh dua negara (pemerintah) yang memiliki kepentingan dalam peningkatan beberapa aspek seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan keamanan.
Isu drug trafficking yang sama-sama dihadapi oleh Amerika Serikat dan Meksiko membuat kedua negara tersebut membentuk kerja sama bilateral yang dinamakan Inisiatif Merida. Isu drug trafficking merupakan ancaman lintas negara yang menyebabkan negara tidak memiliki pilihan lain selain melakukan kerja sama dalam menanggani permasalahan yang mengancam keamanan individu warga negara, dan mengancam dimensi keamanan negara seperti militer, politik, ekonomi, sosial dan lingkungan. Bentuk kerja sama yang dapat dilakukan bisa berupa transfer ilmu pengetahuan, pemberian dana, dan melakukan penegakkan hukum karena lembaga penegak hukum yang bertindak sendiri tidak dapat menyelesaikan permasalahan karena wewenang mereka terbatas dalam mengintervensi kejahatan tertentu
Akibat dari banyaknya uang yang dimiliki para kartel dan iming-iming untuk mendapatkan tambahan uang dengan cara yang mudah, banyak pejabat dan polisi Meksiko yang menerima sogokan dari para kartel agar bersedia melakukan pembiaran terhadap aktivitas para kartel. Berdasarkan investigasi yang dilakukan militer di kota Monterrey mengungkapkan bahwa polisi menerima sebanyak 1.500 US$ per bulan dengan tugas menjadi penembak, informan dan menyediakan dukungan untuk para kartel. Dengan gaji polisi di Meksiko yang rata-rata sekitar 600 - 760 US$ per bulan, kartel narkoba memberikan upah dua kali lipat dari gaji polisi jika mereka dapat bekerja sama. Diduga kartel telah menyiapkan dana sebesar 1 juta US$ per tahunnya hanya untuk menyuap pasukan polisi Meksiko.
Kartel juga memberikan lapangan pekerjaan bagi para petani di daerah miskin. Petani saat ini sedang menanam 26.100 hektar opium poppies dan menjadikan Meksiko sebagai negara ketiga terbesar produsen heroin di dunia. Jumlah petani yang bekerja untuk para kartel ini telah meningkat, pada tahun 1970 an diperkirakan ada sekitar 50.000 pekerja yang terlibat, satu dekade setelahnya yakni pada akhir 1980 jumlahnya naik mencapai 200.000 dan perkiraan terakhir pada tahun 1998 ada sebanyak 300.000 petani yang bekerja untuk kartel.
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT MEKSIKO SEBAGAI FAKTOR BERKEMBANGNYA KARTEL DI MEKSIKO
Sebagai negara yang memiliki luas sekitar 1.958.201 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 116.000.000 jiwa, tentu Meksiko tidak luput dari konflik dan permasalahan yang ada di negaranya. Layaknya negara-negara berpenduduk padat di belahan bumi lain, Meksiko juga memiliki masalah seputar kesenjangan sosial dan kemiskinan. Kesenjangan sosial merupakan permasalahan ekonomi yang signifikan di negara ini dimana 54.4% populasinya hidup dalam kemiskinan, sedangkan sebanyak 145.000 warga atau 1 persen dari populasi Meksiko memiliki lebih dari 1 juta US$ dalam bentuk aset. Total kekayaan mereka bila dijumlahkan mencapai 736 milyar US$. Walaupun negara ini menempati posisi keempat belas di dunia dalam ekonomi, namun kesenjangan sosial menciptakan makin banyak warga nya yang hidup dalam kemiskinan. Tingginya angka kemiskinan di Meksiko disebabkan karena lapangan pekerjaan yang masih terbatas jumlahnya dan minimnya upah yang didapat oleh para pekerja.
tingkat pengangguran di Meksiko rata-rata dari tahun 1994 hingga 2018 adalah 3.2% yang berarti sekitar 4.35 juta warga Meksiko merupakan penggangguran. Sementara itu, upah minimum yang diperoleh tenaga kerja di Meksiko per hari adalah sebesar 80 Peso, yakni senilai dengan 4 dollar Amerika. Minimnya penghasilan warga Meksiko melahirkan banyak permasalahan lainnya seperti kurangnya pendidikan dan prospek kerja yang menjebak warga Meksiko yang kurang mampu dalam kondisi kemiskinan yang konstan. Kondisi seperti ini membuat mereka menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satunya adalah dengan melakukan penyelundupan narkoba ke Amerika Serikat. Lokasi Meksiko yang terletak strategis antara negara konsumen terbesar di benua Amerika yaitu Amerika Serikat dan negara produsen narkoba terbesar di dunia yaitu Kolombia memberikan kesempatan Meksiko untuk mengembangkan penjualan narkobanya.
DAMPAK AKTIVITAS KARTEL NARKOBA DI MEKSIKO
Para kartel narkoba mengancam bisnis kecil yang beroperasi di wilayah teritorial mereka. Anggota kartel seringkali mengancam, menculik bahkan membunuh karyawan, menggunakan logistik perusahaan untuk menyelundupkan narkoba, dan meminta uang jaminan keamanan “derechode piso” kepada pemilik took. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bank of Mexico memperkirakan lebih dari 60% perusahaan di Meksiko telah terkena dampak dari praktik kekerasan, pemerasan yang dilakukan oleh kartel. Industri pariwisata juga terkena dampak dari aktivitas kartel di Meksiko. Acapulco yang sebelumnya merupakan salah satu tempat paling eksklusif untuk dikunjungi oleh para turis mancanegara pada tahun 1950an, saat ini telah berubah menjadi kota dengan tingkat kekerasan yang tinggi di Meksiko.
Para kartel menjadikan pejabat publik, jurnalis serta polisi sebagai target pembunuhan mereka di Meksiko karena menjalankan pekerjaannya. Pada Januari 2016, Gisela Mota yang baru saja di lantik selama dua jam menjabat sebagai walikota Temixco dibunuh oleh kartel Beltran Leyva di rumahnya karena berjanji untuk memerangi korupsi dan narkoba di wilayahnya. Kartel mengancam walikota yang menggantikan posisi Mota. Kartel meminta diberikan hak untuk memilih pimpinan polisi di kota tersebut dan memberikan 10% dari anggaran per tahun. Selain Gisela, Ambrosio Soto yang merupakan walikota Pungabarato, di Guararerro menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh kartel La Familia Michoacana.
Diketahui pada tahun 2017, sebanyak 8 jurnalis dibunuh di Meksiko sehingga menjadikan negara tersebut sebagai negara yang paling berbahaya bagi jurnalis setelah Suriah. Sejak tahun 2000 hingga 2018 tercatat sebanyak 131 jurnalis dibunuh oleh kartel narkoba. Jurnalis memang menjadi target para kartel narkoba karena investigasi-investigasi yang mereka lakukan terhadap kegiatan para kartel narkoba. Sebagian besar tindak kriminal bahkan tidak dimuat dalam koran harian lokal karena para jurnalis ingin tetap hidup dan kartel narkoba mendikte liputan pers. Diperkirakan sebanyak 170 aparat polisi telah dibunuh, beberapa karena melakukan pekerjaannya dan beberapa dibunuh karena bergabung dengan kartel narkoba dan dibunuh oleh kartel rival. Akibatnya, banyak aparat polisi yang mengundurkan diri dari pekerjaannya karena khawatir akan keselamatan mereka dan keselamatan keluarga mereka.
Kesimpulan
Beberapa negara di Amerika Latin memang dikenal sebagai penghasil bahan narkoba utama di dunia, seperti Kolombia, Peru, Bolivia, Khususnya Meksiko. Hal ini memang menimbulkan beberapa implikasi terhadap hubungan bilateralnya dengan Amerika Serikat dan negara lain:
- Hubungan keamanan dan militer: AS sering melakukan intervensi militer ke negara-negara tersebut untuk membantu melawan kartel narkoba dan pelaku peredaran gelap. Ini kadang menimbulkan ketegangan.
- Diplomatik: Negara-negara penghasil bahan narkoba sering dicap sebagai negara yang gagal dalam menekan bisnis narkoba. AS sering tekan secara diplomatik untuk mereka rampas lebih banyak tanaman narkoba.
- Ekonomi: Banyak bantuan ekonomi dan pinjaman AS untuk negara-negara tersebut disertai syarat harus lebih tegas dalam menangani peredaran gelap narkoba.
- HAM: Sering terjadi pelanggaran HAM ketika pelaku narkoba ditangkap, seperti penyiksaan.Ini kadang jadi masalah dalam hubungan bilateral.
- Stigma: Negara penghasil bahan narkoba sering dicap sebagai negara kurang aman dan kurang stabil politik dan hukum. Ini bisa memengaruhi persepsi dunia internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H