Itu tanah tak bertuan
Masyarakat sekitar pernah mencampakkannya
Lebih memilih tidur di bawah atap hutan penghujan
Burung puyuh pun enggan bersarang pada punggung bukitnya
Itu tanah pernah tak bertuan
Bibir pantai nan merekah enggan dijamah siapapun
Sampai manusia perahu berlayar dari utara
Cadiknya mengecup bibir pantai yang malu-malu pasrah menerima
Itu tanah tak bertuan girang minta ampun
Seperti perawan tua ketiban mimpi
Setelah penantian waktu tak pasti
Para pelaut dari utara datang menghantar belis kawin
Mereka tinggal di tanah tak bertuan
 Bertumbuh, kawin dan berkembang biak
Bangun kampung dan tempat tambat pinisi serta nelayan
Tanah jadi sakral, tiap senja azan panggil pulang orang-orang di pantai balik
Satu senja perompak dari barat mengintai dari balik ujung pulau
Membujuk anak-anak manusia perahu bersekutu
Kualisi dengan orang di hutan penghujan  untuk caplok tanah di pantai
Tanah dibagi-bagi seperti prajurit romawi buang undi atas jubah Yesus
Uang sekoper dan muslihat dibawah dari barat
Hipnotis anak manusia perahu dengan duit
Pusat hiburan berdiri diperkampungan pesisir
Buat para pelaut pesta pora di tempat plesir
Kurang dari dua dekade tanah itu berubah
Kini dia bersolek seperti gadis desa
Datang dari kampung penuh kepolosan tanpa dosa
Alis dicoret, didandani seksi, genitnya mulai lupa arah
Meja belajar, 28 Februari 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI