Itu tanah tak bertuan
Masyarakat sekitar pernah mencampakkannya
Lebih memilih tidur di bawah atap hutan penghujan
Burung puyuh pun enggan bersarang pada punggung bukitnya
Itu tanah pernah tak bertuan
Bibir pantai nan merekah enggan dijamah siapapun
Sampai manusia perahu berlayar dari utara
Cadiknya mengecup bibir pantai yang malu-malu pasrah menerima
Itu tanah tak bertuan girang minta ampun
Seperti perawan tua ketiban mimpi
Setelah penantian waktu tak pasti
Para pelaut dari utara datang menghantar belis kawin
Mereka tinggal di tanah tak bertuan
 Bertumbuh, kawin dan berkembang biak
Bangun kampung dan tempat tambat pinisi serta nelayan
Tanah jadi sakral, tiap senja azan panggil pulang orang-orang di pantai balik
Satu senja perompak dari barat mengintai dari balik ujung pulau
Membujuk anak-anak manusia perahu bersekutu