Nah, kalau merunut sepengalaman saya tadi, kapan kita harus puasa media sosial itu akan dilakukan jika kita tahu manfaat media sosial bagi diri sendiri.
Jadi, pada saat seseorang menyadari bahwa media sosial sudah tidak bermanfaat bagi dirinya, saat itulah orang kemungkinan akan menahan diri untuk tidak terlalu fokus di media sosial.
Sebaliknya, bila dirasakan bermanfaat dan dampak positifnya lebih terasa, pada umumnya orang akan melanjutkan penggunaan media sosial tersebut.
Selanjutnya, apakah saya juga akan puasa membuat konten di Kompasiana?
Ya, sebagaimana pengalaman di media sosial lainnya bisa jadi saya menerapkan hal serupa jika tujuan bermedia sosial sudah tidak didapatkan di sini.
Dilansir akun media sosial Instagram Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) beberapa tanda dan gejala kita butuh puasa media sosial diantaranya yakni:
1. Ketika tidak menikmati perasaan bahagia
Saat menggunakan hingga menyukai media sosial pertama kali, otak akan mengeluarkan dopamine (suasana hati) yang dapat menyebabkan rasa bahagia luar biasa.
Akan tetapi, sesuatu yang dilakukan berulang dapat menimbulkan kebosanan, sehingga akhirnya muncul perasaan tidak lagi merasa bahagia atau tidak menikmati ketika menggunakannya.
Nah, puasa media sosial menjadi penting untuk mengembalikan rasa bahagia tersebut. Sebab, jeda yang cukup akan menimbulkan rasa rindu untuk kembali menggunakan media sosial.
2. Ketika mengganggu aktivitas pekerjaan
Media sosial sudah mengurangi waktu kerja yang optimal. Alih-alih semakin produktif, dengan alasan bermedia sosial jangan sampai menunda-nunda pekerjaan yang menjadi kewajiban kita.
Jadi, kita harus paksakan dan memastikan untuk puasa media sosial jika tidak bisa berhenti membuka media sosial sehingga hal-hal yang penting dilakukan di dunia nyata menjadi terbengkalai.
3. Ketika mulai merasa kecanduan
Terdapat masalah social pressure, yakni dorongan sosial untuk segera menjawab pesan dengan cepat, selalu update akan informasi yang kurang penting, dan lain sebagainya.