Dampak dari meluasnya penggunaan media sosial tersebut telah membuat penggunanya ketergantungan untuk saling terhubung di dunia maya.
Akibat dari aktivitas media sosial yang berlebihan itu, tanpa disadari telah menyebabkan perubahan perilaku, diantaranya mengisi waktu kosong dengan tenggelam dalam media sosial yang dalam jangka panjang menimbulkan kecanduan.
Adapun perubahan perilaku tidak sehat yang kerap dijumpai di kalangan pengguna media sosial, salah satu contohnya adalah jika seseorang menikmati kala membuat konten yang sesuai dengan yang diinginkan dilihat orang lain.
Nah, itulah mengapa menahan diri atau puasa media sosial itu menjadi penting untuk menjaga keseimbangan kesehatan mental atau setidaknya melakukan introsfeksi diri, apakah kita sudah bijak dalam bermedia sosial.
Lalu, kapan kita harus segera puasa media sosial?
Apa itu puasa? Jika kita artikan “puasa” sebagai “menahan diri”, maka puasa media sosial dimaknai sebagai tindakan untuk menahan diri atau menghentikan penggunaannya dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan pengalaman pribadi, saya menahan diri untuk tidak keseringan menggunakan situs jejaring pertemanan ini jika dianggap tidak manfaat untuk diri sendiri.
Saya memiliki akun facebook sejak 2008, diawal semangat lantaran bisa berbagi informasi dan terhubung dengan teman-teman semasa sekolah, namun tidak berlanjut setelah saya nilai terlalu banyak menghabiskan waktu yang tidak penting.
Tahun 2010 saya membuat akun twitter. Namun, sama seperti facebook penggunaannya tidak bertahan lama.
Kendati begitu karena pada dasarnya saya menyukai baca dan tulis menulis saya tetap mengaktifkan keduanya, dan saya menyalurkan hobi saya untuk hal yang lebih bermanfaat dengan mengelola akun media sosial di kantor tempat saya bekerja.
Belakangan tahun 2016 saya membuat akun Instagram. Dan yang terjadi sama saja tidak bertahan lama.
Terakhir 2023 saya membuat akun Kompasiana yang mudah-mudahan bisa bertahan lebih lama. Lagi-lagi, hal itu tergantung seberapa manfaat yang diperoleh selama bermedia sosial.