Mohon tunggu...
ADE SETIAWAN
ADE SETIAWAN Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Kepala Puskeswan Pandeglang

All is Well

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Insinerator Sederhana, Cara Alternatif Mengelola Sampah di Pedesaan

29 Maret 2024   09:42 Diperbarui: 30 Maret 2024   00:42 2124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat pembakaran sampah diantara taman pekarangan belakang rumah yang asri 29.03.2024 / Dokumentasi Pribadi

Di daerah pedesaan di mana saya tinggal, sampah menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaannya.

Hal itu lantaran di desa saya tidak ada lembaga yang mengelola sampah secara khusus, sebagaimana layaknya pengelolaan sampah di perkotaan, sampah diangkut dari rumah ke rumah menggunakan gerobag dan mobil atau truk sampah untuk di bawa ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS).

Jadi, di desa saya pengelolaan sampah sepenuhnya dikelola oleh masing-masing warga. Dan biasanya sampah kering dan plastik akan dibakar di ruang terbuka pekarangan di samping atau belakang rumah.

Persoalannya, pembakaran terbuka yang dilakukan kadang terkendala dengan masih tercampurnya sampah kering, plastik, dan sampah dapur rumah tangga yang basah.

Akibatnya, untuk mengurangi atau mengurai sampah tidak bisa dilakukan setiap hari lantaran menunggu sampai sampah kering terlebih dahulu, kemudian baru bisa dibakar.

Belum lagi saat musim penghujan, praktis sampah semakin menumpuk di pekarangan rumah. Kadang sampah berserakan lantaran diacak-acak oleh ayam yang tentu saja mengganggu pemandangan.

Persoalan lain kemudian timbul karena tidak semua rumah tangga memiliki pekarangan yang cukup memadai untuk menimbun dan membakar sampahnya sendiri.

Tak banyak pilihan bagi sebagian warga, mereka terpaksa membuang sampah di tempat lain yang bukan lahan miliknya, seperti kebun tetangga yang tak berpenghuni atau bahkan membuang sampah di jalanan secara sembarangan.

Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, terlebih sampah yang dibuang sembarangan didominasi oleh sampah yang sulit terurai seperti sampah plastik, pampers (popok bayi), botol-botol beling hingga limbah rumah tangga bekas wadah makanan olahan cepat saji yang sulit terurai di alam bebas.

Nah, terkait hal itu sejak sepuluh tahun lalu saya berinisiatif membuat alat pembakaran sampah sederhana di belakang pekarangan rumah. Kebetulan saya memiliki lahan pekarangan yang cukup luas.

Sehingga sebetulnya masih memungkinkan melakukan pembakaran secara terbuka, namun ya itu tadi, saat musim penghujan sampah-sampah semakin menumpuk dan sulit dibakar.

Hal itu berakibat lingkungan pekarangan menjadi kotor dan kumuh. Belum lagi timbulnya lalat, nyamuk, dan tikus yang berkeliaran mengerubuti sampah dan berpotensi menimbulkan penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat.

Dengan alat pembakaran sederhana ini sudah sepuluh tahun beroperasi tidak ada kendala dalam mengurai sampah rumah tangga. Semuanya dapat dibakar baik musim penghujan, apalagi di musim kemarau.

Selain itu sampah sudah tidak berserakan lagi, dan pencemaran asap relatif tidak mengganggu tetangga sebelah lantaran dikeluarkan melalui cerobong asap yang relatif tinggi.

Ya, memang alat pembakaran sampah saya masih mengeluarkan asap sebagaimana pembakaran biasa, namun ini jauh lebih aman ketimbang yang dilakukan warga setempat yang membakar sampah dimana-mana secara terbuka.

Pembuatan alat pembakaran sampah ini adalah salah satu kepedulian saya terhadap lingkungan tempat tinggal.

Pasalnya, warga disini sepertinya tidak peduli dengan sampah, sehingga kebersihan lingkungan kurang terjaga.

Membuang sampai plastik di pekarangan, membakar sampah juga sembarangan yang tentu saja sampah plastik tidak akan habis terbakar kalau dibakar di ruang terbuka.

Sampah plastik itu hanya meleleh dan mengendap dibawah tumpukan sampah lainnya. Kemudian sampah ditimbun tanah yang akan sulit terurai dalam waktu puluhan tahun, bahkan hingga ratusan tahun lamanya.

Tapi dengan alat pembakaran yang saya buat, semua sampah plastik bisa terbakar habis menjadi abu.

Hal ini terbukti selama sepuluh tahun melakukan proses pembakaran sampah sampai hari ini masih bisa digunakan dan tidak pernah sampai penuh.

Baca juga: Fenomena Pancaroba, Potensi Bencana, dan Peringatan Dini yang Kerap Tak Diindahkan

Insinerator sederhana, alternatif kelola sampah rumah tangga di pedesaaan 29.03.2024 / Dokumentasi Pribadi
Insinerator sederhana, alternatif kelola sampah rumah tangga di pedesaaan 29.03.2024 / Dokumentasi Pribadi
Insinerator sederhana buatan sendiri

Gambar foto diatas adalah alat pembakar sampah sederhana atau saya menyebutnya insinerator buatan sendiri yang terinspirasi mata kuliah kesehatan lingkungan saat zaman kuliah dulu.

Alat ini mempunyai dinding tembok pasangan batu bata yang diplester luar dalam yang berfungsi untuk menahan supaya panas yang dihasilkan dari pembakaran tidak keluar. Sementara untuk pasangan bata cerobong asap dibuat tanpa plesteran.

Adapun dinding atap berupa coran beton kokoh yang aman dari siraman atau rembesan air ketika hujan. Nanpak terlihat diatas coran wadah sampah ini tumbuh pepohoan hijau. Itu adalah pohon sirih yang akar dan daunnya merambat hingga cerobong asap.

Dengan alat ini semua jenis sampah yang bisa terbakar akan habis terbakar menjadi abu. Metode pembakarannya sendiri dilakukan secara manual dengan menggunakan korek api biasa yang dibakarkan pada sampah kering dalam insinerator. 

Proses pembakarannya relatif lambat, kadang satu hari, dua, atau tiga hari bara api masih terus menyala sampai seluruh sampah menjadi abu.

Walaupun begitu kelemahan alat ini tidak menggunakan penyaring asap pada cerobongnya, sehingga memang diakui masih menimbulkan polusi udara.

Bangunan alat ini berukuran segi empat berukuran Panjang 1,5 meter, Lebar 1 meter, serta Tinggi kedalaman bak insineratorf 2 meter dengan tinggi cerobong asap dari dasar bangunan setinggi sekira 4 meter.

Jika sedang ada di rumah saya setiap hari membakar sampah disini. Terkadang juga sampah dikumpulkan terlebih dahulu kemudian beberapa hari sampai seminggu baru dibakar. Namun, intinya semua sampah yang bisa terbakar akan habis terbakar, termasuk juga sampah plastik.

Sedangkan sisa pembakaran berupa abu biasanya saya manfaatkan sebagai pupuk campuran kotoran kambing, gabah kering (kebetulan disamping rumah ada penggilingan padi) dan tanah untuk tanaman pot di belakang pekarangan rumah.

Nampak pekarangan rumah saya yang asri dengan beragam tanaman kembang warna warni. Dulu kawasan belakang rumah saya ini tempat pembakaran sampah terbuka, kumuh dan kotor. Sekarang disulap menjadi tempat yang lebih asri, rimbun, tanahnya ditumbuhi rumput hijau walaupun berdekatan dengan tempat sampah.

Lantas bagaimana saya memilah sampah rumah tangga untuk di bakar?

Secara garis besar sampah rumah tangga di rumah terbagi menjadi 2 bagian yakni:

1. Sampah organik

Sampah organik di sekitar rumah biasanya berupa dedaunan pohon yang jumlahnya cukup banyak setiap hari.

Begitupun sisa makanan di dapur, baik sayur-sayuran dan buah-buahan yang sudah tidak dapat digunakan lagi.

Sampah rumah tangga organik sampai saat ini memang belum sepenuhnya dikelola dengan baik. Sebagian besar masih dibuang ke dalam alat pembakaran sampah sederhana ini.

Hanya sebagian kecil yang dibuang ke dalam lubang respan biopori yang banyak tersebar di pekarangan rumah saya dari halaman depan hingga halaman belakang.

Namun, berkat alat pembakaran sampah sederhana yang saya buat, hingga hari ini tidak terjadi penumpukan sampah organik yang mengakibatkan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan di sekitarnya, seperti bau tak sedap, atau lalat, nyamuk, maupun tikus lantaran semuanya dibakar habis bersama sampah kering lainnya yang hanya menyisakan abu.

2. Sampah anorganik

Sampah anorganik adalah sampah kering yang tidak mudah membusuk di lingkungan rumah tangga seperi plastik, botol, kaleng minuman, kresek, wadah minuman ringan, bekas bungkus makanan olahan siap saji.

Sebagian besar sampah anorganik yang masih bisa terbakar dibuang ke dalam alat pembakaran sampah.

Hanya sebagian kecil saja yang dikumpulkan seperti botol kaca dan sampah yang tidak bisa terbakar seperti sampah dari besi dan sampah pecahan piring dan gelas.

Nah, itulah cara saya dan keluarga mengelola sampah rumah tangga, diantaranya dengan menggunakan insinerator alat pembakaran sederhana, sebagai alternatif mengurangi pencemaran sampah di pedesaan.

Semoga bermanfaat!

Salam Literasi

Ade Setiawan, 29.03.2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun