Kerja dan hidup seseorang dalam kontek syariat Islam keduanya merupakan rangkaian aktivitas yang bisa bernilai ibadah bila diniatkan karena Allah SWT.
Ibadah yang dimaksud adalah dalam pengertian yang sangat luas yakni segala hal perbuatan baik yang diniatkan untuk mencari ridha-Nya. Bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, melainkan ibadah dalam setiap aspek kehidupan.
Hal itu sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang artinya: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (QS. Az-Zariyat : 56)
Jadi, jika kerja dan hidup adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah.
Bagaimana caranya?
Caranya dengan selalu meniatkan aktivitas kita untuk ibadah. Serta pastikan pula apa yang kita kerjakan sesuai dengan tuntunan agama dan tidak dilarang oleh syariat.
Lantas, bagaimana bila seseorang bekerja tanpa adanya niat mencari ridha Allah?
Maka, sekeras apa pun pekerjaan yang dilakukan, dan seberapa besarnya rejeki yang seseorang hasilkan, semuanya tidak masuk dalam kategori ibadah.
Menurut salah seorang ulama terkemuka Muhammad Quraish Shihab, keseimbangan antara kerja, hidup, dan ibadah perlu dicapai setiap Muslim (orang Islam) lantaran kebutuhan duniawi maupun surgawi sama-sama perlu dipenuhi.
"Kita harus bekerja di dunia ini untuk meraih kenikmatan duniawi dan ukhrawi," ungkap Muhammad Quraish Shihab yang ditayangkan dalam acara "Narasi bertajuk Work Life Balance Dalam Islam: Seimbang Pekerjaan dan Kehidupan" di Channel Youtube Najwa ShihabÂ
Profesor Muhammad Quraish Shihab menegaskan bahwa, "bekerja bukan semata-mata soal materi saja, melainkan ibadah," katanya.
"Ingat, harus seimbang. Jangan sampai hanya memperhatikan pekerjaan tapi melupakan keluarga," tegas Muhammad Quraish Shihab.
Lebih lanjut penulis Tafsir Al-Mishbah ini mengungkapkan. Bagi yang sudah berkeluarga, ketika seorang suami bekerja demi menafkahi keluarga, Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa itu adalah bentuk dari amalan untuk akhirat.
"Karena apa? Semua itu bentuk dari keseimbangan. Kalau dalam keluarga, itu sebuah kerja sama antara suami-istri. Dan itu bisa jadi amalan duniawi dan ukhrawi," ungkapnya.
"Saya beri contoh, Nabi pun membersihkan rumah. Padahal orang berkata itu tugas seorang istri. Tidak, itu namanya kerja sama. Tapi dalam keseimbangan, tugas pokok suami itu memberikan nafkah lahir dan batin istri. Sedangkan istri, mendukung suami dalam setiap kegiatannya yang positif," pungkas Muhammad Quraish Shihab.
Lalu, bagaimana cara menata keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan dengan ibadah kita?
Sebelum membahasnya, yuk kita samakan dulu pengertian pekerjaan dan kehidupan agar diperoleh persepsi yang sama.
Pekerjaan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan karier, seperti bekerja, belajar, atau berbisnis.
Sedangkan kehidupan yang dimaksud adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, teman, atau masyarakat, seperti bersantai, mencari hiburan, termasuk dalam hal beribadah atau beramal.
Adapun keseimbangan diantara keduanya adalah kondisi di mana seseorang dapat mengatur waktu, energi, dan prioritasnya antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dengan baik, sehingga tidak ada yang terabaikan atau berlebihan.
Tentu saja pengertian keseimbangan tersebut dapat dimaknai berbeda bagi setiap orang yang berbeda.
Hal tersebut bergantung pada persepsi individu, latar belakang sosial, agama, dan kepercayaan yang dianut.
Nah, dalam syariat Islam, Allah SWT memerintahkan kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, sebagaimana Firman Tuhan dalam Al-Qur'an yang artinya: Â
"Allah telah menciptakan siang untuk bekerja dan malam untuk istirahat, serta menjadikan bumi yang luas ini untuk mencari nafkah" (QS. An-Naba : 11)
Disini yang harus menjadi kesadaran bersama bahwa bekerja itu adalah ibadah.
Itu harus menjadi satu kesadaran kolektif, tidak hanya kesadaran intelektual, tapi juga kesadaran spiritual.
Nah, oleh karena itu hendaknya jangan membedakan antara pekerjaan dalam aspek kehidupan kita lantaran bisa jadi kesemuanya adalah keragaman ibadah jika kita meniatkan karena Allah SWT.
Inilah yang menjelaskan mengapa ketika banyak orang yang bekerja hanya mencari rejeki, tapi melupakan pemilik rejeki yakni Allah, maka mereka akan merasa lelah lantaran sejatinya dia justru tidak mendapatkan nikmat dan keberkahan dari rejekinya.
Kenapa? Karena mungkin dicabutnya keberkahan dalam hidupnya.
Maka dari itu, ketika pekerjaan dan seluruh aspek kehidupan kita diniatkan untuk ibadah, yang terjadi adalah timbul spirit dan rasa tanggung jawab untuk melaksanakan ibadah-ibadah lainnya yang diperintah Allah SWT.
Misalnya, jika kita adalah seorang kepala keluarga, kemudian kita bekerja untuk menafkahi keluarga, maka jangan lupa jika tiba waktunya Ibadah lainnya seperti shalat, puasa, zakat agar segera ditunaikan.
Supaya apa?
Agar nikmat yang diberikan Allah berupa uang itu akan menambah rejeki yang kita peroleh dan bawa pulang. Sehingga berujung pada istri dan anak-anak yang sehat, dan keluarga yang bahagia. Inilah yang disebut rejeki yang berkah.
Nah, Kompasianer itulah "Work, Life, Ibadah Balance" Ramadan bercerita 2024 yang saya tulis dalam episode Ramadan bercerita 2024 Hari 13 dalam kontek agama yang saya yakini. Semoga bermanfaat!
Selamat menunaikan Ibadah puasa Hari ke-12 Ramadan 1445 H
"Ya Allah, berkahilah rezeki yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau takdirkan, dan berkahilah untukku di bumi dan di langit." Amin
Salam Literasi
Ade Setiawan, 23.03.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H