Bisakah Mindful Eating Mencegah Anak Stunting?
Menarik apa yang dilontarkan para calon presiden (capres) kita di acara debat terakhir kemarin, terutama persoalan stunting yang kini menjadi salah satu fokus masalah kesehatan masyarakat untuk segera dituntaskan.
Menarik lantaran, sepanjang pengetahuan saya baru kali ini debat antar kandidat presiden membahas persoalan kesehatan (khususnya stunting) dengan pembahasan yang masuk tataran teknis operasional.
Mamang, ada baiknya juga kalau pemimpin menguasai hal teknis seperti itu. Namun sesungguhnya ide dan gagasan serta pemaparan ketiga capres saat debat apabila disatukan, sebetulnya sudah ada dalam konsep kebijakan pemerintah saat ini.
Sehingga yang terpenting adalah nantinya setelah terpilih dan dilantik, sang presiden baru harus memastikan para menteri terkait untuk menyelesaikan persoalan stunting sesuai target yang akan dicapai.
Ya, memang selayaknya, persoalan stunting harus segera dituntaskan jika ingin disebut sebagai negara maju. Sebab, stunting telah menjadi salah satu ancaman serius terhadap kualitas sumberdaya manusia Indonesia, sekaligus sebagai ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.
Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya mengganggu pertumbuhan fisik (bertubuh pendek) saja, melainkan juga mengganggu perkembangan otak, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah. Termasuk nanti jika sudah dewasa akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan kreativitas di usia produktif.
Lain itu, mengingat persoalan stunting adalah perkara asupan makanan yang mana menuntut kecukupan asupan nutrisi atau gizi, maka tak ada salahnya pemerintah mengadopsi konsep mindful eating yang belakangan sudah banyak ditulis dan dibahas sebagai salah satu solusi untuk memperbaiki persoalan pola makan yang baik untuk kesehatan masyarakat.
Baca juga :Â Kiat Menjalani Hidup Mindful Eeting
Begini Upaya Pemerintah Turunkan Stunting
Pemerintah saat ini melalui Kementerian Kesehatan dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menargetkan untuk menurunkan angka stunting pada anak balita (bawah lima tahun) menjadi angka 14 persen di tahun 2024.
Secara kebijakan, ada dua strategi besar yang digunakan pemerintah untuk menurunkan stunting yakni porsi 30 persen dengan intervensi gizi spesifik dan sisanya sebanyak 70 persen akan dilakukan intervensi gizi sensitif.
Nah, disini pemerintah sudah menugaskan kementerian teknis terkait untuk berbagi peran sesuai tugas pokok dan fungsi serta porsinya masing-masing.
Kementerian Kesehatan mendapat tugas khusus untuk melakukan intervensi gizi spesifik dengan fokus intervensi program kegiatan yang ditujukan terhadap anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan intervensi kepada Ibu sebelum masa kehamilan atau remaja putri, saat hamil, dan sesudah melahirkan.
Intervensi gizi spesifik ini bersifat jangka pendek dan hasilnya pun dapat dicatat dan dilaporkan segera dalam waktu yang relatif pendek pula.
Disini komitmen presiden dalam pengentasan stunting sangat strategis untuk memastikan tujuan dan capaian pengentasan stunting wajib tercapai sesuai target pemerintah.
Jadi, Idealnya jika seorang menteri yang ditugaskan tidak mampu mencapai target yang dibebankan ke pundaknya, sang menteri harus mundur atau kalau mau presiden tinggal mengganti saja dengan menteri baru yang lebih mampu, banyak kok!
Sementara itu untuk intervensi gizi sensitif pemerintah telah menunjuk BKKBN sebagai koordinator yang akan bekerja melalui berbagai saluran program kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan, sebagaimana yang pernah diucapkan salah satu paslon presiden dalam debat ke-5, "Pembangunan Kesehatan harus melibatkan lebih banyak lintas sektor, bukan oleh sektor kesehatan saja,"
Jadi, sebetulnya kebijakan penanganan stunting sudah ada dan konsepnya juga jelas sudah dibuat oleh pemerintah saat ini secara konprehensif, sehingga hanya tinggal dieksekusi oleh para menterinya secara sungguh-sungguh.
Secara gamblang BKKBN pun telah menjelaskan bahwa, terkait intervensi gizi sensitif merupakan kerjasama lintas sektor antar kementerian/Lembaga/badan pemerintah dan swasta dengan sasaran masyarakat umum di lokus tertentu, tidak khusus untuk 1.000 hari pertama kehidupan.
Baca juga :Â Mengatasi Stunting dan Obesitas Dengan Pola Makan Gizi Seimbang
Intervensi Sebelum dan Sesudah Ibu Melahirkan
Secara teknis operasional intervensi gizi spesifik yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan dipilah lagi menjadi dua yakni intervensi bagi ibu hamil sebelum melahirkan dan sesudah lahir.
Intervensi sebelum melahirkan diperlukan lantaran berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sekitar 23 persen anak lahir dengan kondisi sudah stunting akibat kurang gizi selama kehamilan.
Sementara, setelah melahirkan, kasus stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan yang diakibatkan kekurangan protein hewani pada makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang mulai diberikan sejak usia 6 bulan.
Disini pemerintah mengklaim telah melakukan tiga intervensi spesifik sebelum ibu melahirkan:
1. Pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil serta peningkatan asupan gizi.
2. Meningkatkan pelaksanaan konsultasi ibu hamil dari empat kali menjadi enam yang harus dilakukan oleh dokter, dengan tujuan kalau ada perkembangan yang kurang bagus dari kehamilan mengarah kepada stunting, dokter bisa mendeteksi secara dini dan bisa segera melakukan tindakan medis sejak dini pula.
3. Memantau perkembangan janin ibu hamil selama kehamilan dengan melengkapi seluruh Puskesmas dengan peralatan ultra sonografi (USG).
Terkait intervensi setelah kelahiran, Menteri Kesehatan melalui laman setkab.go.id menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secara masif telah mendorong pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif (pemberian ASI saja pada bayi baru lahir tanpa diberi makanan minuman apapun selama 6 bulan). Lalu, Kemenkes juga giat meningkatkan edukasi mengenai kecukupan gizi untuk makanan pendamping ASI (MP-ASI) terutama protein hewani.
Selain itu, Kemenkes juga akan memantau perkembangan dan pertumbuhan bayi dan balita. Untuk hal itu Kemenkes akan melengkapi alat pengukur berat dan pengukur tinggi balita di seluruh desa. Intervensi spesifik setelah kelahiran lainnya adalah pelaksanaan imunisasi dasar lengkap.
Nah, dari konsep dan kebijakan mengatasi stunting versi Kementerian Kesehatan tersebut sepintas mencegah stunting itu gampang yakni calon ibu dan ibu baru melahirkan beserta bayinya harus rajin datang ke fasilitas kesehatan dasar terdekat seperti Posyandu dan Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang sudah disiapkan pemerintah.
Namun, dalam praktiknya, menggerakan masyarakat yakni ibu hamil dan melahirkan beserta bayinya untuk datang ke fasilitas kesehatan itu tidak mudah.
Disinilah, perlu penggerakan sasaran dan program kegiatan yang dikoordinasikan BKKBN untuk memastikan sasaran tahu, mau datang, dan mampu melakukan anjuran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Jika kolaborasi Kementerian Kesehatan dan BKKBN serta jaringannya sudah dilakukan sesuai instruksi presiden sudah dijalankan, apakah stunting akan selesai dituntaskan? Jawabannya, belum tentu juga! Karena terbukti kasus stunting sampai sekarang masih ada, padahal Kementerian Kesehatan dan BKKBN sudah ada sejak dulu, ya kan!
Baca juga :Â Tekan Resiko Anak Stunting Melalui 5 Pilar STBM
Bagaimana Mindful Eating Dapat Mencegah Stunting?
Stunting secara spesifik ditentukan oleh dua hal penting yakni pertama pemenuhan asupan gizi yang tidak sesuai kebutuhan dan kedua infeksi kronis (penyakit menahun)
Kedua faktor tersebut saling terkait satu dengan masalah lainnya seperti persoalan ekonomi, pola makan, pola asuh, dan akses pelayanan kesehatan. Dalam kondisi ini kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan kebijakan politik yang memihak kepada masyarakat.
Disini stunting sesungguhnya dapat diatasi dengan menerapkan mindful eating, yakni kesadaran bahwa apa yang ibu hamil makan dan minum sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan porsi gizi seimbang yang disesuaikan kondisi kehamilan juga dengan aktivitas sehari-hari.
1. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga
Untuk menumbuhkan kesadaran menjalani mindful eating itu keluarga ibu hamil harus tahu, mau, dan mampu secara ekonomi sehingga memiliki akses terhadap makanan baik secara kuantitas maupun kualitas nilai gizinya.
Disini diperlukan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga untuk mencegah stunting. Denga kata lain, sulit rasanya menghilangkan stunting jikalau masih banyak masyarakat miskin di negeri yang kita cintai ini.
2. Makan Dengan Ragam Gizi Seimbang
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari.
Dalam satu porsi makan, idealnya separuh piring diisi oleh sayur dan buah. Setengahnya lagi diisi dengan sumber protein, baik nabati maupun hewani, dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
Oleh karena itu istilah Isi Piringku dengan gizi seimbang yang saat ini menjadi bagian dari program pemerintah perlu disosialisasikan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi ibu hamil dan anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, disamping tetap membiasakan mengkonsumsi buah dan sayur.
3. Pola Asuh Keluarga
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku orang tua dan orang-orang terdekat anak (pengasuh). Pola asuh menjadi salah satu kunci mencegah stunting pada anak terutama dalam praktik pemberian makan bagi bayi dan Balita.
Oleh karena status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua utamanya seorang ibu, dalam mengatur kesehatan dan gizi dalam keluarganya. Karena itu, pentingnya mengedukasi para orang tua dan orang terdekat anak (pengasuh) agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi ibu dan anaknya.
Edukasi dapat dimulai dari pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan secara rutin sekurangnya empat kali selama kehamilan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah.
4.Akses Pelayanan Kesehatan
Pemerintah harus lebih fokus untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih yang saat ini masih dirasakan semakin dibutuhkan masyarakat.
Upaya peningkatan pelayanan ditujukan untuk menghindari ibu dan anak dari risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
Kesimpulannya, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah dengan adanya kesadaran ibu hamil menjalani mindful eating yang dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi keluarga, makan gizi seimbang, pola asuh anak yang baik, serta akses pelayanan kesehatan yang memadai untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi yang menahun pada ibu dan anak-anak.
Salam Literasi
Ade Setiawan, 07.02.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H