Melalui perhitungan BMI yang sederhana tersebut, kasus obesitas banyak ditemukan di lingkungan kita, termasuk (mungkin) salah satu dari anggota keluarga kita.
Penderita obesitas berat yang pernah viral adalah kasus dialami Arya (10 tahun) bocah 193 kg yang sempat viral pada 2016 yang ramai menjadi sorotan publik. Begitupun Fajri (26 tahun) seorang pria obesitas warga Kota Tangerang dengan berat 300 kg. Bahkan, sempat ada laporan seorang wanita di Kalimantan, Titi yang memiliki berat badan hingga 350 kilogram.
Fajri dan Titi kemudian dinyatakan meninggal dunia karena kegagalan multi organ beberapa tahun lalu. Sementara Arya (sekarang 17 tahun) saat ini sudah kembali hidup normal setelah sebelumnya dilakukan berbagai upaya penanganan obesitas yang serius dari berbagai pihak.
Kelebihan berat badan dianggap sebagai sebuah penyakit lantaran obesitas mengurangi kualitas hidup dan harapan hidup. Disamping itu obesitas juga merupakan faktor risiko umum untuk penyakit lain seperti kardiovaskuler, diabetes, arthritis dan berbagai jenis kanker. Lantaran itu pula obesitas bukan penyakit yang bisa dianggap sepele. Bahkan jika tidak ditangani dengan cepat, penderitanya bisa meninggal dunia.
Hal itu lantaran obesitas menyebabkan perubahan metabolisme yang merugikan seperti resistensi insulin, peningkatan tekanan darah dan kolesterol.
Selain faktor genetik, gender dan sosio-ekonomi, kecenderungan peningkatan obesitas yang mengkhawatirkan terutama terkait dengan berbagai bentuk transisi baik geografis maupun sosial ekonomi.
Secara khusus, transisi dari gaya hidup pedesaan ke perkotaan dan konsekuensinya adalah transisi nutrisi yang ditandai dengan pola makan dengan kepadatan energi yang lebih tinggi dengan peran lemak dan tambahan gula yang lebih besar dalam makanan, asupan lemak jenuh yang lebih besar yang sebagian besar berasal dari sumber hewani, dan pengurangan asupan serat, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Kendati begitu, penyebab obesitas (kegemukan) bukan hanya disebabkan karena makan berlebihan yang menyebabkan kelebihan berat badan, tapi banyak faktor penyebabnya.
Pada orang dewasa atau remaja obesitas bisa bisa karena stres yang menimbulkan inflamasi, inflamasi menimbulkan penumpukan lemak. Lain itu, kurang tidur atau kelebihan tidur yang meningkatkan hormon ghrelin sehingga menimbulkan pembawaan lapar.
Semua hal itu akan semakin parah jika diimbangi dengan hidup yang serba malas gerak (mager). Jarang beraktivitas fisik yang berat atau olahraga, hingga membuat lemak semakin menumpuk akibat asupan energi dengan pengeluaran yang tidak seimbang.
Tersebab itu untuk pencegahan obesitas bisa dilakukan dengan mengelola faktor penyebab utama seperti stres, terus jangan sampai stres. Harus perbanyak aktivitas fisik dan mengatur waktu tidur, memantau berat badan, termasuk mengukur lingkar pinggang.