Mohon tunggu...
ADE SETIAWAN
ADE SETIAWAN Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Kepala Puskeswan Pandeglang

All is Well

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Demi Masa Depan Anak, Guru dan Orangtua Dituntut Kompak

22 November 2023   15:15 Diperbarui: 22 November 2023   15:17 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Beberapa hari lagi, 25 November diperangati sebagai Hari Guru Nasional. Suatu penghargaan khusus terhadap guru atas amal, bakti dan pengabdiannya dalam dunia Pendidikan di Indonesia.

Ia adalah ujung tombak pendidikan nasional, tulang punggung Pembangunan sekolah, dan garda depan dunia Pendidikan. Yang karena berat beban yang ia emban, harus menyandang Pahlawan tanpa tanda jasa.

Selamat Hari Guru. Sang Pahlawan tanpa tanda jasa. Ia yang kiprahnya kerap digugu dan ditiru. Bahkan jika guru kencing berdiri, niscaya murid-nyapun akan kencing berlari.

Ia adalah Sang Pendidik. Disebut teacher dalam Bahasa inggris, dipanggil ustad, mudarris, mu'alim, dan mu'adib dalam Bahasa arab.

Ragam tingkatan gelar yang disandangnya sangat luas mulai dari dosen, pengajar, tutor, lectures, educator, trainer, motivator dan istilah-lain lain di masayarakat yang beragam. Bahkan seorang ibu adalah guru pertama bagi anaknya. Dan ayah adalah kepala guru di rumahnya.

Begitu pentingnya nilai dari pada seorang guru bagai Laut budi tepian akal. Ia seperti padi makin berisi makin merunduk. Filosofi mengajarnya ibarat batu gelinding tak akan berlumut. Iapun terpandai soal bagaimana memperagakan pakaian cantik kepada si buta.

Begitulah saya mengibaratkan guru, di Hari Guru! Sang Penggerak dunia Pendidikan. Kunci sukses anak-anak kita.

Sekali lagi saya mengucapkan Hari Guru! Semua jasamu akan selalu kami kenang hingga akhir masa!

Baca juga : Mereka yang Perlu Tanda Jasa

Beban Guru dan Kontribusi Orang Tua

Seorang Guru, dari doeloe, sekarang, hingga masa mendatang dipastikan memiliki tugas yang berat. Beban berat itu memang harus dipikulnya sebagai seorang guru.

Namun, percayalah berperan sebagai seorang guru itu terpuji. Bahkan teramat mulia, apalagi dengan sematan yang disandangnya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sebagaimana lirik Mars Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Ciptaan Pak Sartono, yang termasyur itu.

Terpujilah, wahai engkau ibu bapak guru. Namamu akan selalu hidup, dalam sanubariku. Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku. Sebagai prasasti terima kasihku Tuk pengabdianmu.
Engkau sabagai pelita dalam kegelapan. Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan. Engkau patriot pahlawan bangsa. Tanpa tanda jasa

Pada diri seorang guru tertumpu tanggung jawab untuk menyiapkan masa depan anak yang lebih baik. Guru tak hanya digugu dan ditiru. Ia berperan sebagai jembatan bagi para peserta didik untuk melintas menuju masa depannya kelak.

Tugas berat dan peran guru yang teramat mulia tersebut tentu saja sulit terwujud tanpa partisipasi orang tua sang peserta didik.  Jadi, idealnya sukses anak tak lepas dari peran guru dan orang tua. "Demi Sang Anak, Guru dan Orang Tua Harus Kompak," itu istilah saya.

Kalau ingin anak berhasil! Keduanya mau tidak mau, suka tidak suka, sempat tidak sempat, harus berkolaborasi dan berbagi peran secara berimbang sesuai dengan porsi masing-masing.

Guru merupakan kunci keberhasilan anak saat berada di sekolah. Begitupun orang tua harus -- saling - menjadi kunci keberhasilan saat berada di rumah.

Guru dituntut menjadi "role" model anak saat berada di sekolah. Begitupun orang tua harus menjadi "role" model ketika berada di rumah. Begitu seterusnya membangun komitmen apa yang harus dilakukan di sekolah oleh guru. Dan apa yang harus dilakukan di rumah oleh orang tua.

Begitupun, jika ada larangan harus disepakati. Apa yang dilarang dilakukan oleh guru di sekolah. Begitu pula apa-apa saja yang dilarang dilakukan oleh orang tua ketika di rumah.

Keseimbangan ini menjadi sesuatu yang ideal buat tumbuh kembang anak. Walaupun sulit untuk dilakukan.

Kolaborasi ini menurut saya sangat -- sangat penting. Pertanyaannya sudahkah hal-hal yang ideal itu dilakukan bersama antara guru dan orang tua?

Sejauh ini sebenarnya sekolah dan pihak orang tua sudah memiliki wadah menjalin kekompakan tersebut melalui berbagai forum komunikasi yang dibangun oleh kedua belah fihak.

Seperti pertemuan rutin komite sekolah, berbagi informasi melalui whatsapp group orang tua, program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Kegiatan ekstra kulikuler, pembagian raport yang wajib dihadiri orang tua, maupun pada saat pentas nilai pada saat graduation day.

Apakah itu sudah cukup? Tentu saja jawabannya harus tetap diupayakan bersama-sama, lantaran faktanya sesuatu yang ideal itu biasanya tidak mudah!

Disinilah pentingnya komunikasi yang lebih intens dilakukan antara guru dan orang tua. Kuncinya adalah komunikasi. Komunikasi. Dan komunikasi.

Baca juga : Sosok Dokter Hewan Dibalik Call Center Puskeswan Pandeglang

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Secara filosofi guru layak disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Maksudnya, Sang Guru atas dedikasi dan pengabdiannya mencerdaskan anak negeri dengan cara memberikan ilmu secara tulus kepada anak-anak generasi penerus bangsa ini tak terhingga jasanya. Kita tak akan mampu membalas jasanya. Begitu tutur orang tua dulu. Guru ibarat orang tua kedua ketika berada di sekolah.

Tapi itu doeloe katanya. Di zaman now, aspek kesenjangan kesejahteraan berupa materi - gaji - para guru sudah lama menjadi sorotan. Namun solusi untuk menyejahterakan guru belum juga tuntas sampai sekarang. Akibatnya, predikat guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa seperti tak relevan lagi!

Bagaimana menurut Kompasinaer apakah predikat pahlawan tanpa tanda jasa masih relevan disandang! Tapi secara bersamaan para guru belum -- semua - sejahtera?

Saya punya cerita menarik dari si bungsu yang saat ini masih duduk di bangku sekolah dasar. Baru-baru ini ia cerita bahwa jatah uang saku - jajan - yang diterimanya sepekan ini sebagian kecil disumbangkan untuk membeli hadiah pada saat Hari Guru tahun ini. Memang tidak besar jumlahnya! Sifatnyapun sukarela. Cerita Sang Anak!.

Saya tanya, disuruh siapa Nak? Si Bungsu menjawab ini inisiatif mereka semua. Bahkan ia lanjut menjawab. "Ini rahasia," katanya. Saya hewan. "Kok rahasia!" Katanya jangan sampai ketahuan para guru mereka.

Menurutnya, masih masing-masing kelas sudah merencanakan hadiah yang berbeda mulai hadiah tas, sepatu, sampai kemeja dan lain-lain sesuai yang sudah direncanakan. Katanya para guru tidak tahu soal rencana mereka ini! "Surprise" istilahnya.

Dalam hati saya berdecak kagum terhadap inisiatif anak sekolah dasar zaman now. Anak sekecil itu sudah mampu membaca alam pikiran orang dewasa. Sampai sempat-sempatnya memikirkan guru-guru mereka.

Bahkan, kalau dipikir-pikir mereka lebih menjiwai filosofi pahlawan tanpa tanda jasa yang mereka kumandangkan setiap hari Senin saat upacara bendera pagi.

Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi bukan berarti tidak diperhatikan kesejahteraannya!

Saya tidak tahu apakah yang saya rasakan ini benar atau tidak. Pasalnya, zaman sekolah saya doeloe tak terbersit ide seperti itu. Kami polos-polos saja. Memaknai Pahlawan tanpa tanda jasa.

Ya, guru mengajar tanpa pamrih, harus ikhlas, serba sabar dan lain-lain predikat yang baik-baik bagi Sang Guru.

Ataukah memang zaman saat itu guru-guru sudah relatif sejahtera, sehingga secara kompak meminta disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa!

Saya ingat keluarga besar kakek kami, anak-anak beliau sebagian adalah ber-profesi sebagai guru. Di masa kecil itu, saya melihat, mendengar, dan merasakan mereka semua yang disebut Pak Guru dan Bu Guru, Pak Le, Bu Le, Pak De, dan Bu De hidup sejahtera.

Atau katakanlah meraka hidup cukup sesuai kebutuhan saat itu! tanpa suatu kekurangan secara materi pada zaman itu. Bahkan saya mendengar cerita saat itu. Guru-guru kita banyak di-eksport ke negara tetangga sebelah, lantaran kualitas mereka yang mumpuni dan jam terbang pengabdiannya sebagai pendidik yang paripurna.

Bagaimana dengan guru zaman now? Saya yakin sebagian dari para guru hari ini pernah dididik mereka para guru senior tempo doeloe, mungkin juga punya kerabat guru doeloe, bahkan mungkin orangtua kita doeloe adalah seorang guru.

Dari cerita-cerita mereka itulah kita harus banyak belajar bagaimana cara mensejahterakan guru sekarang ini. Harusnya, para guru sekarang lebih sejahtera, lebih cukup, dan lebih berdedikasi dalam soal pengabdian dari pada guru zaman tempo doeloe.

Itupun kalau yang dimaksud adalah para guru zaman sekarang yang belum sejahtera! Kalau soal karakter guru-guru zaman now! Itu lain lagi ceritanya, lantaran zamannya memang sudah berubah!

Terlepas dari itu semua saya yakin lebih banyak lagi guru diantara kita yang sudah sejahtera, yang berdedikasi dalam pengabdian, memiliki karakter yang mumpuni, melebihi guru zaman doeloe yang menjadi mentor kita.

Kalaupun sampai hari ini para guru -- sebagian -- ada yang belum sejahtera juga! Siapa ya yang harus menjawabnya?

Ini PR para pemimpin kita kayaknya!!!

Selamat Hari Guru!

Menurut saya predikat ini sudah benar disematkan kepada mereka sebagai pahlawan tanpa tanda jasa!

Bagaimana menurut Kompasianer?

Salam Literasi.

Salam Kompasianer Ade Setiawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun