Hari itu adalah hari yang dinanti-nanti oleh Raka, seorang pemuda 28 tahun yang baru saja menikahi wanita pilihannya, Siska. Pernikahan mereka berlangsung dengan penuh suka cita, setelah bertahun-tahun berpacaran. Semua orang di desa itu mengenal mereka sebagai pasangan yang serasi, selalu tampak bahagia dan penuh harapan untuk masa depan. Tidak ada yang meragukan kebahagiaan mereka berdua.
Setelah upacara pernikahan yang meriah, malam itu, mereka berdua akhirnya berada di kamar pengantin, kamar yang dihiasi bunga-bunga segar dan cahaya lilin yang lembut. Raka menatap istrinya, Siska, dengan penuh cinta. Malam itu adalah malam pertama mereka, malam yang seharusnya penuh dengan impian dan janji.
Siska, dengan gaun pengantin putihnya, tampak cantik sekali, namun juga sedikit gelisah. Ia tampaknya masih merasa canggung, meskipun senyum manis tidak pernah lepas dari wajahnya. Raka menyadari bahwa mungkin ini adalah momen yang penuh tekanan bagi Siska, dan ia berusaha untuk tidak terburu-buru, memberi waktu bagi istrinya untuk merasa nyaman.
"Malam ini, kita akan menjalani malam pertama kita dengan penuh cinta dan saling pengertian, Siska," kata Raka dengan lembut, sambil menggenggam tangan Siska.
Siska hanya mengangguk, namun matanya tampak sedikit kosong, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. "Iya, Raka. Aku... aku bahagia," jawabnya dengan suara pelan, meskipun ada kegelisahan yang tersembunyi di balik kata-katanya.
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan percakapan, Siska tiba-tiba merasakan pusing yang luar biasa. Raka, yang merasa cemas melihat istrinya tidak enak badan, segera memanggil pelayan untuk membawa air dan obat. Namun, tak lama setelah itu, Siska terjatuh pingsan di pelukan Raka.
Dengan panik, Raka segera membawanya ke rumah sakit. Semua terasa seperti mimpi buruk yang tak bisa ia bangun dari sana. Setiap detik terasa begitu berat, dan rasa khawatir menyelubungi hatinya. Ketika sampai di rumah sakit, dokter segera melakukan pemeriksaan, namun kata-kata dokter yang keluar membuat dunia Raka seakan runtuh.
"Saya minta maaf, Tuan. Istri Anda mengalami pendarahan internal yang parah. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun... saya sangat menyesal. Istri Anda telah meninggal dunia."
Kata-kata itu seperti petir yang menghantam jantung Raka. Ia terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga, sementara pikirannya berputar-putar mencoba untuk memahami kenyataan yang begitu mengerikan ini. Malam pertama yang ia nantikan bersama Siska, tak pernah ia bayangkan akan berakhir dengan cara yang begitu tragis.
Keheningan malam itu terasa sangat mencekam. Raka kembali ke rumah pengantin yang kosong, tempat yang dulu penuh dengan tawa dan harapan. Sekarang, hanya ada kesedihan yang menyelimuti setiap sudutnya. Rasa kehilangan itu begitu dalam, hampir membuatnya tak mampu bernapas.
Selama beberapa hari berikutnya, Raka mencoba untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia pergi menemui keluarga Siska untuk memberi kabar, dan mereka pun sangat terkejut dan hancur mendengar berita tersebut. Namun, tak lama kemudian, salah satu keluarga Siska mengatakan sesuatu yang mengejutkan.
"Siska memang memiliki riwayat penyakit jantung yang sangat serius. Kami semua sudah tahu, tapi dia tidak ingin memberitahukanmu. Dia ingin menjalani pernikahan ini dengan bahagia, tanpa beban. Itu sebabnya, dia merahasiakannya darimu."
Raka merasa seperti dunia yang ia kenal hancur berkeping-keping. Kenapa Siska tidak memberitahunya? Kenapa ia harus menyembunyikan penyakit itu dari orang yang paling ia cintai? Air mata tak terbendung mengalir di pipinya, namun ia merasa seakan tidak ada yang bisa mengubah kenyataan.
Malam itu, Raka kembali duduk di tempat tidur yang pernah ia duduki bersama Siska. Ia masih bisa merasakan kehangatan tubuh Siska yang dulu ada di sisinya, meskipun sekarang hanya ada kesepian yang mencekam. Raka merasa seperti terjebak dalam kenangan yang menyakitkan, tak bisa melangkah maju.
Sisa-sisa mimpinya sebagai suami yang bahagia kini hanya tinggal kenangan pahit. Setiap sudut rumah pengantin itu mengingatkannya pada senyuman Siska, pada janji-janji yang tak pernah terwujud. Malam pertama yang seharusnya menjadi awal dari sebuah perjalanan hidup bersama, kini hanya menjadi sebuah ingatan yang tak akan pernah bisa ia lupakan.
Raka tak bisa lagi membayangkan hidupnya tanpa Siska. Ia tahu, meskipun waktu akan menyembuhkan sebagian lukanya, kenangan akan Siska dan malam pertama yang hilang itu akan selalu tinggal bersamanya, sebagai bagian dari kisah hidup yang tragis dan penuh kehilangan.
Dan dengan itu, Raka belajar bahwa cinta terkadang harus berhadapan dengan kenyataan yang tak terduga, dan bahwa hidup memang tidak selalu memberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki segala sesuatu.
__AR__
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H