Mohon tunggu...
Aden Alghifari
Aden Alghifari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemuda penikmat olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggantungkan Nasib di Tumpukan Sampah

1 Juli 2022   23:40 Diperbarui: 6 Juli 2022   20:11 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto sampah yang menumpuk di pesisir jalan bantargebang, by : Aden Alghifari)

Oleh : Abdul Thoriqul Aden Alghifari

Bekasi  (01/07/2022) - Tempat pembuangan sampah terpadu di bantargebang menjadi surga bagi mereka yang menggantungkan nasib disini, terhitung oleh data sejak tahun 2019 sampai kini pemulung diperkirakan sudah mencapai 500 lebih untuk mencari barang bekas di lokasi.

Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia. Bagaimana tidak terjadi, faktanya sampah sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia. Sampah kini menjadi salah satu polemik permasalahan yang terjadi di Indonesia. Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki tabungan berupa sampah dengan jumlah yang tidak sedikit bahkan hingga jutaan ton sampah yang beredar di mana-mana, hingga saat ini sampah di Indonesia semakin banyak dan semakin tinggi pula tingkat data yang diperoleh dari sampah.

Sejatinya sampah yang kita buang tidak pernah terbuang, ia hanya berpindah tempat saja dan menuju ke Tempat Pembuangan Akhir atau yang biasa kita sebut dengan TPA. Negara kita yang besar ini juga merupakan salah satu negara penghasil sampah terbesar di dunia. Jutaan ton sampah kita hasilkan setiap harinya di negara ini.

Seperti di Bantargebang contohnya banyak sekali orang yang mengais sampah disini lalu dijual sedikit demi sedikit mereka mengumpulkan itu dan diberikan kepada pengepul sampah untuk di daur ulang kembali. Bahkan sejak pagi dini hari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, telah ramai. Sejumlah alat berat sudah terlihat dioperasikan untuk mengatur sampah - sampah yang datang dikirim dari berbagai lokasi.

Aroma yang tak sedap menusuk hidung dari setiap penjuru Bantar Gebang yang merupakan tempat pengolahan sampah terbesar di indonesia tersebut. Setiap harinya mungkin diperkirakan sekitar 7.000 ton sampah dibuang di wilayah tersebut menurut bapak Edi yang memberi komentar tersebut. “Kalo disini hampir setiap hari setiap jam, udah kaya terminal banyak banget yang datang pergi dari sini kaya bawa penumpang pulang kampung cuman bedanya ini Truk sampah“ ungkapnya. Dan setengah dari 100 kepala keluarga sesuai data yang tinggal di wilayah ini berprofesi sebagai Pemulung.

Berbekal sarung plastik yang sudah dimodifikasi untuk dapat menampung sampah yang lebih banyak dan besi lurus yang diberi paku agar dapat mengambil sampah plastik atau botol, para pemulung berjuang di antara tumpukan sampah. Tak lupa perlengkapan lainnya seperti sepatu baju panjang untuk melindungi kaki dan tangan.

Selama 24 jam puluhan hingga ratusan pemulung mengais nafkah dan hidup dari sampah buangan penduduk. kendati tidak diakui oleh pemerintah atau orang orang yang lebih berada, mereka tidak terusik dan tidak peduli dengan omongan negatif orang orang.

Mayoritas pemulung yang mencari barang bekas di Tempat pembuangan sampah terpadu Bantargebang, Bekasi adalah mereka yang sudah berusia senja. Setiap hari, mereka harus mengeruk tumpukan sampah dan mencari barang bekas yang bisa dijual kembali, seperti kardus, besi, dan plastik. “Nyari rejeki demi menyambung hidup kami ya disini dek, biar anak istri bisa makan.“ ujar Pak Edi yang sudah bekerja disini sejak 6 tahun yang lalu sebagai pemulung di tempat pembuangan sampah terpadu Bantargebang. Tak hanya Pak Edi, ribuan warga lainnya sudah puluhan tahun bekerja menjadi pemulung di TPST Bantargebang. Setiap harinya mereka memulung dari pukul 06.00-17.00 WIB, yang bahkan bisa lebih dari jam tersebut. Mereka hanya memperoleh pendapatan dari hasil menjual barang bekas sekitar Rp 10.000 - Rp 30.000 per hari. Terkadang mereka hanya makan makanan sisa yang entah mereka dapatkan darimana, asal masih bisa dimakan tak masalah bagi mereka. “Saat mobil sampah datang, kami siap-siap berebutan nyari sampah yang bisa dijual dek” lanjut Pak Edi. Selain itu dengan penghasilan yang kecil, sulit rasanya bagi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membayar biaya pendidikan anak-anaknya. Hal ini membuat banyak anak-anak pemulung yang akhirnya putus sekolah.

Di pesisir tempat pembuangan ini tidak jauh sekitar 200 hingga 300 meter banyak perkampungan penduduk warga yang kebanyakan berprofesi sebagai pemulung. Disanalah pemulung itu bertahan hidup dan mengais nafkah dari sampah buangan penduduk.

Mereka rata rata tinggal di gubuk kayu dan rumah yang tak layak untuk dihuni lagi, genteng sudah banyak yang bocor, dinding yang terbuat dari triplek sudah lapuk dan keramik yang sudah banyak hancur, bahkan ada beberapa rumah yang tidak menggunakan keramik. Jadi ketika hujan tak hanya mengalami bocor saja tapi pemukiman warga akan mengalami banjir dan merasakan kedinginan pada malam hari. jika ditanya apa mereka ingin hidup yang lebih baik, sungguh jelas tentu. Tapi untuk saat ini, mereka menikmati hidup di Bantargebang. Bau busuk yang mereka cium pada sepanjang hari sudah biasa mereka hirup, pencemaran air dan gas metana yang dihasilkan menjadi hal yang tidak asing lagi bagi warga sekitar tempat pembuangan sampah tersebut.

Tapi walaupun kehidupan mereka tercukupi anak anak disana dapat bermain dengan temannya, ditambah banyak relawan yang bersedia secara sukarela menjadi guru untuk memberi pendidikan gratis kepada anak yang orangtua nya tidak mampu untuk menyekolahkan di sekolah yang layak pada umumnya. Tidak sedikit bantuan dari orang luar kepada warga sekitar sini dimulai dari makanan, obat obatan dan bermacam hal lainnya yang mereka butuhkan. Akan tetapi walau kondisi mereka serba kebutuhan dan meski hidup dalam keadaan serba sulit, mereka tetap menjamu tamu yang datang dengan bersikap baik dan menghargai satu sama lain sebagai manusia.

Bahkan sempat ada turis asing kesini untuk memberikan sumbangan kepada bagi mereka yang membutuhkan, menurut beberapa sumber saja ada aktor terkenal bintang hollywood yang kita mungkin pernah kenal atau bahkan kita mengidolakan yaitu Leonardo Dicaprio beliau pernah memposting gambar pemulung yang sedang bekerja di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu di Instagram miliknya dengan caption “Pemulung sedang mengumpulkan plastik dari sampah rumah tangga di tempat pembuangan Bantar Gebang, Jakarta, Indonesia. Tempat ini dianggap sebagai tempat pembuangan sampah terbesar di dunia” Januari 2019. Menanggapi sorotan postingan Leonardo Dicaprio , Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi atau yang sering kita panggil sapaan akrabnya ialah Bang Pepen di Bekasi, membenarkan jika TPST Bantargebang adalah kawasan pembuangan akhir sampah terbesar di dunia.

"Ya memang terbesar di dunia, Bantargebang itu sudah lama, kalian (wartawan) belum lahir, itu sejak 1986 sudah ada," kata Rahmat Effendi. Ia mengatakan Indonesia tertinggal dalam teknologi hingga menyebabkan kawasan TPST Bantargebang tampak terlihat seperti gunung sampah. "Kalau dulu sudah ada teknologi, kemungkinan tidak akan seperti itu (menumpuk layaknya gunung)," kata dia. Meski demikian pemerintah kota bekasi pasti akan melakukan yang terbaik untuk meminimalisir gunung sampah menjadi lebih tinggi jika diteruskan hingga bertahun tahun, salah satunya seperti yang pernah di rencanakan oleh pusat ingin membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah sejak tahun 2016. Namun hal itu belum terealisasi sampai sekarang, akan tetapi Presiden Jokowi sudah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Surabaya, Jawa Timur pada Kamis (6/5) 2021 silam.  PLTSa tersebut berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, Jawa Timur.

Hal yang dapat kita lakukan untuk saat ini untuk sedikit mungkin dapat membantu warga sekitar pelataran Bantargebang ialah mengurangi limbah agar mereka bisa menghasilkan air bersih, karena disana mereka sangat kekurangan air bersih atau kita bisa membantu dengan memberikan air bersih dan memberikan kehidupan yang layak. Dan terutama pada pendapatan warga sekitar bantargebang yang berprofesi sebagai pemulung untuk lebih diperhatikan dan jangan dipermainkan. Agar kita semua dapat merasakan hal yang layak pada semestinya manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun