Dari sisi pencegahan, meski telah ada instansi-instansi pemerintah, aparat hukum, Satgas Penipuan Investasi, serta “lembaga sensor” website di Kemenkominfo sepertinya juga tidak terlalu berdaya mencegah suburnya jamur pelaku penipuan. Ketidakjelasan tanggung-jawab dan defenisi (potensi) penipuan bisa menjadi alasan utama.
Sisi pengetahuan instansi pengawas bisa juga menjadi salah satu faktor pemicu. Maklum modus yang digunakan (calon) penipu juga semakin halus dalam balutan aneka tawaran bisnis/investasi, canggih sesuai kemajuan IT, perhitungan rumit, samaran seolah bisnis legal dan sebagainya. Instansi pemerintah pun gagap tak mengerti dan saling lempar tanggung-jawab, sementara korban terus berjatuhan sampai ke desa-desa. Pun UU Perdagangan yang sebetulnya sudah memuat aturan soal pyramid scheme juga belum terdengar tajinya ditengah ramainya perdagangan produk yang sesungguhnya berpotensi pyramid scheme. UU Perdagangan pun tidak bisa digunakan untuk pelaku ponzi, karena pyramid scheme dan ponzi adalah dua skema money game berbeda.
Kondisi darurat penipuan ini makin diperparah dengan kemajuan sistim transaksi elektronik yang memudahkan transaksi perorangan antar negara dalam hitungan detik, modus-modus penipuan adalah bom waktu yang mengancam rencana besar pembangunan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Korbannya tak pandang bulu. Mulai dari yang tak berilmu sampai, selebriti, pengusaha, bahkan pejabat.
Apa yang harus dilakukan? Sampai kapan pembodohan ini berlangsung?
Negara yang kuat seharusnya mampu juga mencerdaskan dan melindungi rakyatnya. Pemerintah sebaiknya segera belajar dari negara-negara maju bagaimana MENCEGAH kerugian masyarakat akibat perilaku jaringan penipuan. Salah satu yang harus dilakukan adalah segera merumuskan apakah pyramid scheme (ponzi), arisan berantai dan semacamnya dilarang, sebagaimana telah diterapkan di negara maju.
Di Amerika, pyramid scheme/ponzi ataupun arisan berantai disadari benar sangat berbahaya bagi masyarakat dan negara. Karena itu, usaha-usaha berbasis moneygame seperti pyramid scheme,a risan berantai dan sejenisnya dengan tegas dilarang. SEC (Security and Exchange Commission) semacam OJK-nya Amerika bahkan memiliki Satgas khusus memberantas penipuan-penipuan arisan berantai termasuk yang bermodus MLM ataupun tawaran bisnis investasi lainnya, sebelum terlanjur menyebar. Aturan dan defenisinya jelas. Kalaupun kemudian terlanjur jatuh korban, pemerintah akan membekukan asset pelaku penipuan (termasuk yang di luar negeri), menghitung kerugian korban, dan mengembalikannya sebisa mungkin.
Di Australia, selain penegakan hukum yang jelas, sejumlah inisiatif juga digalakkan pemerintah untuk mencegah rakyatnya menjadi korban penipuan, baik di dunia online maupun di dunia nyata. Sejumlah otoritas dan institusi pemerintah bahu membahu menyadarkan rakyat sekaligus memberantas bahaya bisnis dan investasi bodong. Sejumlah website khusus dibuat, aneka program moneysmart juga gencar mengedukasi masyarakat, lembaga perbankan rutin menggalakkan kampanye-kampanye nasional untuk tujuan serupa bekerja sama dengan kampus dan sekolah-sekolah, dan seterusnya.
Upaya melindungi masyarakat Indonesia harus dimulai dengan penataan aturan hukum yang memiliki daya cegah dan bukannya bersifat pemadam kebakaran yang menyisakan bara. Bukankah sudah terbukti bahwa sosialisasi semata tidak efektif? Pemerintah harus berani mencegah dan memotong rantai penipuan sebelum tumbuh berkembang.
Jadi, jika saat ini sejumlah bisnis dan investasi bodong masih marak bahkan percaya diri beriklan meriah, Anda sudah tahu penyebabnya. Semoga pemerintah dan institusi terkait segera berbenah dan percaya diri menangani masalah darurat ini.
(Versi asli tulisan ini telah dimuat di harian ekonomi KONTAN edisi cetak tanggal 11 April 2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H