“Kenapa bisa begitu?” teriak Banyu, seketika angin langsung bertiup kencang, menerbangkan beberapa tanaman milik Raja Petir Tua.
“Bayu! Jangan berteriak begitu! Lihat angin menjadi begitu kencang karena suaramu!” pekik Rania.
Bayu mengangguk dengan tersipu-sipu. “Maafkan aku, aku terlalu kaget mendengarnya.” ujar Bayu kembali berbisik. Seketika angin kencang itu menghilang.
“Kenapa petirmu bisa hilang?” tanya Rania. Raja Petir memandang Rania dengan sedih.
“Oh Rania, aku tak kan bisa menemanimu dengan petir lagi saat kau menurunkan hujan.” isaknya. Rania menepuk-nepuk pundak Raja Petir dengan lembut, menenangkannya.
“Tenanglah Raja Petir. Ceritakan pada kami.” Ujar Rania, Bayu mengangguk setuju disebelahnya.
“Semalam aku bertengkar dengan kakakku, Raja Guntur.” Raja Petir mengawali ceritanya sambil menatap Rania dan Bayu bergantian.
“Raja Guntur mengatakan, seharusnya ialah yang memiliki petir, karena ia lebih tua dariku. dia mendorongku berkali-kali. Sebenarnya aku berniat menyambarnya dengan petirku, tapi aku tak ingin menyakiti kakakku sendiri. Namun, Raja Guntur malah menyerangku terus menerus. Dengan gesit dia berhasil merebut petirku dan membawanya pergi.” Raja Petir kembali tertunduk sedih.
Petir milik Raja Petir berbentuk seperti kilat dan berwarna perak. Petir itulah yang menyebabkan adanya kilat yang menyambar-nyambar diiringi suara gemuruh yang kencang. Raja Guntur hanya bisa membuat suara gemuruh tanpa diiringi kilat yang menyambar. Karena itulah Raja Guntur merasa iri pada Raja Petir.
“Apa ayahmu tidak membantumu?” bisik Bayu. Raja Petir menjawab dengan suara yang lirih.
“Ayah sudah tua. Dia sudah tidak memiliki kekuatan apapun lagi. Kekuatan petir dan guntur sudah diwariskannya padaku dan kakakku. saat akan menengahi perkelahian kami, Raja Guntur mendorong ayahku sampai terpelanting.”