Adellia Safitri
Mahasiswa Pengembangan Masyarakat IslamÂ
Fakultas dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hakikat Memaafkan
Secara istilah, kata dasar dari "memaafkan" adalah "maaf," yang berasal dari bahasa Arab "al'afw." Dalam Al-Qur'an, kata ini muncul sebanyak tiga puluh empat kali, awalnya bermakna "kelebihan," dan kemudian berkembang menjadi "penghapusan" (Nashori, 2008).
McCullough, dkk (2000), menyatakan bahwa memaafkan adalah kumpulan motivasi yang mengubah seseorang agar tidak membalas dendam, mengurangi dorongan untuk menyimpan kebencian terhadap pihak yang melukai, dan meningkatkan keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan pihak tersebut.
Memaafkan penting dalam membentuk manusia yang sehat secara emosional, terutama dalam pemulihan hubungan interpersonal setelah konflik terjadi. Selain itu, memaafkan dapat mengurangi reaksi negatif yang muncul setelah konflik. Meski demikian, memaafkan bukanlah hal yang mudah, terutama bagi mereka yang sudah merasa kecewa akibat kesalahan di masa lalu, baik yang dilakukan diri sendiri maupun orang lain. Ketidakmampuan memaafkan bisa menyebabkan seseorang menyimpan dendam, yang dapat memperdalam rasa sakit hati.
Urgensi memaafkan sangat jelas, dan penting untuk dibahas karena sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan sikap memaafkan, bahkan kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Nabi sangat sabar dan terhindar dari sifat pendendam. Al-Qur'an juga mengajarkan hal ini, seperti dalam QS Al-Hijr 85: "Maka maafkanlah mereka dengan cara yang baik," dan Ali Imran 159: "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka  menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian ketika telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya".
Menurut Ibrahim (2020), sangat jelas dari ayat-ayat berikut bahwa memaafkan memiliki peran penting dalam memperbaiki hubungan seseorang, memperpanjang umur, mempererat ikatan persaudaraan, dan menjaga kesehatan bagi mereka yang mampu memaafkan. Selain itu, manfaat lain yang diperoleh dari memaafkan adalah membersihkan jiwa dan menyucikan hati, serta menjadi obat bagi penyakit hati seperti dengki dan dendam. Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk tidak saling membenci, melainkan saling mencintai, sebagaimana para sahabat di masa beliau. Seorang yang meneladani Nabi adalah yang mengikuti semua ajaran dan menjauhi larangan-Nya, sehingga memaafkan lebih dianjurkan daripada menyimpan dendam yang hanya akan merusak kesehatan.
Menurut Nasrin (2018), memaafkan membawa banyak dampak positif, terutama bagi ketenangan batin individu. Dengan memaafkan, seseorang dapat merasakan emosi positif, melepaskan perasaan negatif, dan merasakan ketenangan hati, dengan berkurangnya rasa marah dan sakit hati serta hilangnya dendam yang pernah ada.
Ketenangan batin juga dapat dicapai dengan berdzikir kepada Allah SWT. Dzikir yang dilakukan secara rutin dapat memberikan ketenteraman dan kenyamanan hati, serta mendekatkan diri kepada Allah dan membuat seseorang merasa dilindungi di mana pun mereka berada. Sebaliknya, bagi mereka yang enggan berdzikir, hati mereka akan tertutup, dan Allah pun akan menjauh dari mereka sehingga ketenangan batin sulit dicapai. Ketenangan batin melalui dzikir seharusnya menjadi kebutuhan manusia, mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan tersebut (Kallang, 2017).
Menurut Kurniati (2009), memaafkan tidak hanya membantu seseorang menghilangkan emosi negatif, tetapi juga mendorong munculnya perasaan positif terhadap pelaku. Memaafkan adalah proses menghilangkan keinginan untuk membalas dendam dan mengatasi sakit hati pribadi terhadap pihak yang bersalah, serta berupaya membina kembali hubungan (Smedes, 1991).
Hapsari (2011) menyatakan bahwa memaafkan dapat menjadi cara untuk menyembuhkan luka emosional dalam diri seseorang dan dalam hubungan antarpribadi yang penuh konflik. Worthington et al. (2007) mengemukakan bahwa jika korban dapat memaafkan, maka ia menggantikan emosi negatif (seperti marah atau takut) dengan emosi positif seperti empati, belas kasih, atau cinta.
Pemaafan atau pemberian maaf seringkali menjadi bagian penting dalam ajaran agama dan nilai-nilai masyarakat, yang bermakna sebagai upaya menghapus luka hati (Shihab, 2001). Meskipun memaafkan bisa terasa sulit, hal ini merupakan tindakan mulia yang meredam dampak buruk kemarahan dan membawa kebahagiaan serta kesehatan fisik dan batin. Namun, tujuan utama memaafkan haruslah untuk meraih ridha Allah, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an.
Dalam Islam, memaafkan dianggap sebagai tindakan yang lebih baik dari pada menuntut balas, meskipun pembalasan terhadap perbuatan buruk juga diatur dalam agama ini. Contohnya dalam hukum qisas, pilihan untuk memaafkan memiliki nilai yang lebih tinggi, meskipun dengan syarat bahwa pelaku harus menunjukkan perbuatan baik sebagai kompensasi atas tindakannya. Hal ini menunjukkan bahwa secara normatif, Islam mengajarkan pentingnya memaafkan demi menciptakan kehidupan yang damai.
Sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, Islam bisa menjadi sumber inspirasi dalam pembahasan mengenai pentingnya memaafkan. Seperti di Afrika Selatan, yang menjadikan teologi Ubuntu sebagai dasar untuk kebijakan memaafkan dalam mengatasi kejahatan masa lalu dari politik apartheid. Selain itu, dalam Islam, ajaran tentang memaafkan ditemukan baik dalam aspek etika maupun hukum.
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa memaafkan adalah proses untuk menghilangkan emosi negatif, kebencian, atau keinginan membalas dendam, sekaligus membuka jalan untuk rekonsiliasi atau memulai kembali hubungan dengan pelaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H