Mohon tunggu...
Adellia Safitri
Adellia Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hakikat Memaafkan

8 November 2024   12:12 Diperbarui: 8 November 2024   12:24 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketenangan batin juga dapat dicapai dengan berdzikir kepada Allah SWT. Dzikir yang dilakukan secara rutin dapat memberikan ketenteraman dan kenyamanan hati, serta mendekatkan diri kepada Allah dan membuat seseorang merasa dilindungi di mana pun mereka berada. Sebaliknya, bagi mereka yang enggan berdzikir, hati mereka akan tertutup, dan Allah pun akan menjauh dari mereka sehingga ketenangan batin sulit dicapai. Ketenangan batin melalui dzikir seharusnya menjadi kebutuhan manusia, mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan tersebut (Kallang, 2017).

Menurut Kurniati (2009), memaafkan tidak hanya membantu seseorang menghilangkan emosi negatif, tetapi juga mendorong munculnya perasaan positif terhadap pelaku. Memaafkan adalah proses menghilangkan keinginan untuk membalas dendam dan mengatasi sakit hati pribadi terhadap pihak yang bersalah, serta berupaya membina kembali hubungan (Smedes, 1991).

Hapsari (2011) menyatakan bahwa memaafkan dapat menjadi cara untuk menyembuhkan luka emosional dalam diri seseorang dan dalam hubungan antarpribadi yang penuh konflik. Worthington et al. (2007) mengemukakan bahwa jika korban dapat memaafkan, maka ia menggantikan emosi negatif (seperti marah atau takut) dengan emosi positif seperti empati, belas kasih, atau cinta.

Pemaafan atau pemberian maaf seringkali menjadi bagian penting dalam ajaran agama dan nilai-nilai masyarakat, yang bermakna sebagai upaya menghapus luka hati (Shihab, 2001). Meskipun memaafkan bisa terasa sulit, hal ini merupakan tindakan mulia yang meredam dampak buruk kemarahan dan membawa kebahagiaan serta kesehatan fisik dan batin. Namun, tujuan utama memaafkan haruslah untuk meraih ridha Allah, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an.

Dalam Islam, memaafkan dianggap sebagai tindakan yang lebih baik dari pada menuntut balas, meskipun pembalasan terhadap perbuatan buruk juga diatur dalam agama ini. Contohnya dalam hukum qisas, pilihan untuk memaafkan memiliki nilai yang lebih tinggi, meskipun dengan syarat bahwa pelaku harus menunjukkan perbuatan baik sebagai kompensasi atas tindakannya. Hal ini menunjukkan bahwa secara normatif, Islam mengajarkan pentingnya memaafkan demi menciptakan kehidupan yang damai.

Sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, Islam bisa menjadi sumber inspirasi dalam pembahasan mengenai pentingnya memaafkan. Seperti di Afrika Selatan, yang menjadikan teologi Ubuntu sebagai dasar untuk kebijakan memaafkan dalam mengatasi kejahatan masa lalu dari politik apartheid. Selain itu, dalam Islam, ajaran tentang memaafkan ditemukan baik dalam aspek etika maupun hukum.

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa memaafkan adalah proses untuk menghilangkan emosi negatif, kebencian, atau keinginan membalas dendam, sekaligus membuka jalan untuk rekonsiliasi atau memulai kembali hubungan dengan pelaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun