Mohon tunggu...
Adelia Novarin
Adelia Novarin Mohon Tunggu... Editor - Editor

Mencintai Kehidupan Dari Lekukan Pena yang Menghasilkan Cerita dan Cinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjuangkan HAM, Kenali Lebih Jauh Hari Anti-Hukuman Mati Internasional

21 Oktober 2021   14:43 Diperbarui: 21 Oktober 2021   14:49 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: pexels.com

Koalisi Anti-Hukuman Mati Sedunia pernah menyatakan jika hukuman mati bukan hanya mempengaruhi orang yang dihukum mati saja, lebih dari itu juga berpengaruh besar untuk keluarga, tim hukum, dan masyarakat itu sendiri. 

Berdasarkan data yang didapat dari Amnesty International, setidaknya beberapa negara mengeksekusi orang yang berusia di bawah 18 tahun saat mereka melakukan kejahatan. Sejumlah negara bahkan menghukum mati orang-orang difabel, bahkan melalui persidangan yang tidak adil, yang mana bisa dikatakan melanggar hukum dan standar internasional. . 

Pihak Amnesty International  menganggap jika hukuman mati sesungguhnya sangat tidak manusiawi, kejam, dan begitu merendahkan martabat manusia. Mereka juga bahkan  menentang hukuman mati untuk semua kasus, tanpa terkecuali. 

Catatan Kasus Hukuman Mati di Indonesia

Bertepatan dengan Hari Anti-Hukuman Mati Internasional, tahun ini Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)  menyusun laporan tahunan terkait kondisi hukuman mati yang masih diterapkan di Indonesia, khususnya pada periode Oktober 2020--September 2021. 

Setidaknya pada periode periode Oktober 2020--September 2021, KontraS menemukan adanya pola yang berulang terjadi terkait konteks penghukuman mati di Indonesia. 

Berdasarkan hasil pemantauan KontraS, ada setidaknya 35 vonis hukuman mati yang dijatuhkan di Indonesia. Adapun daerah yang paling banyak menjatuhkan vonis yakni Provinsi Sumatera Utara (9 vonis). Mayoritas vonisnya dijatuhkan untuk kasus narkoba (60 terdakwa). Selanjutnya, disusul oleh kasus pembunuhan berencana (6 terdakwa), dan kasus terorisme (6 terdakwa).

Sementara itu, Pengadilan Negeri tercatat sebagai pengadilan yang paling banyak menjatuhkan vonis hukuman mati. Melihat hal ini, KontraS mengatakan jika seharusnya pihak  Pengadilan Negeri menggugah negara dalam melakukan evaluasi terkait efektivitas dan   sasaran untuk penjatuhan vonis hukuman mati.

KontraS juga menyebutkan kalau sampai detik ini, bisa dibilang tidak ada bukti nyata yang bisa membuktikan vonis hukuman mati efektif  memberikan efek jera dan menurunkan tingkat kejahatan bagi para pelaku kejahatan. Apalagi melihat jika Indonesia sendiri masih memiliki PR besar terkait sistem peradilan yang adil. 

KontraS menganggap jika proses peradilan bagi terpidana hukum mati kerap kali masih terdapat cacat hukum, yang mana menyebabkan banyaknya  hak-hak mereka   yang terenggut. 

Kilas Balik Eksekusi Terpidana Mati 

Pada 2017 silam, dilakukan eksekusi terpidana mati dalam kasus narkoba, Freddy Budiman di Pulau Nusakambangan, Jawa Barat. Tak hanya sendiri, ia menjalani eksekusi bersama tiga terpidana lainnya dari Nigeria dan Afrika Selatan. 

Pada hari itu, ada empat terpidana mati yang tewas ditembus timah panas oleh regu tembak. Jika kembali membicarakan eksekusi mati yang satu itu, rasanya bisa dibilang masih  meninggalkan sejumlah pertanyaan mendalam yang belum bisa dijawab tuntas, baik oleh pihak Kejaksaan Agung dan pemerintah. 

Usut punya usut, pada hari itu ternyata ada 14 orang terpidana mati yang seharusnya dieksekusi. Tapi, faktanya hanya empat orang yang menjalani hukuman mati. 

KontraS juga mencatat, empat terpidana mati saat itu bahkan mengajukan upaya hukum atau grasi saat dieksekusi regu tembak di Nusakambangan. Namun, mereka tetap dieksekusi oleh regu tembak. Padahal, berdasarkan aturan tertulis yang terulang dalam Undang-undang Grasi Pasal 13 menjelaskan adanya larangan eksekusi bagi terpidana mati yang sedang mengajukan grasi.

Di sisi lain, banyak pihak menyesalkan adanya ketidakterbukaan informasi bagi keluarga maupun terpidana mati, yang mana dianggap sebagai kejanggalan pelaksanaan eksekusi mati.

Bisa disebut, sudah sejak lama jika pelaksanaan hukuman mati di Indonesia menuai pro dan kontra. 

Alih-alih hukuman mati, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai bila eksekusi mati untuk terpidana kasus narkoba bukanlah solusi yang tepat untuk mengurangi peredaran narkoba di Indonesia. ICJR justru memberikan saran agar mereka diberikan hukuman penjara seumur hidup, tanpa adanya grasi dan remisi, dibandingkan harus memberikan hukuman mati. 

Indonesia sendiri bukanlah satu-satunya negara yang memberikan vonis hukuman mati pada terpidana kasus narkoba. Setidaknya ada 32 negara yang juga menerapkan hukuman serupa  Sebut saja Arab Saudi, Bangladesh, China, Korea Utara, Mesir, India, Iran, Pakistan, dan masih banyak lagi yang lainnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun