Masih ingatkah beberapa waktu lalu, boyband asal Korea Selatan, BTS menghadiri sidang umum PBB. Ketika itu, ada kejadian yang mengharukan ketika seorang penerjemah bahasa isyarat tersenyum karena menyadari terdapat bahasa isyarat dalam koreografi lagu "Permission to Dance" dari BTS.
Video musik tersebut pra-rekaman yang disiarkan dan ditonton oleh semua peserta sidang dan para kru, termasuk para penerjemah. Beberapa detik saat lagu memasuki bagian reff dengan lirik "nanana nanana", BTS melakukan gerakan koreografi dalam bahasa isyarat yang artinya "menyenangkan, menari, dan damai".
Sang penerjemah yang langsung menyadari bahasa isyarat tersebut pun tersenyum dengan penuh kehangatan, seperti tersentuh. Responnya ini sempat mencuri perhatian warganet dan menjadi perbincangan. Para netizen terharu dengan respon sang penerjemah itu.
Mungkin peristiwa di atas menjadi salah satu momen penting yang mengingatkan masyarakat dunia tentang peran para penerjemah dalam menghubungkan orang-orang di dunia.Â
Para penerjemah membuat orang dari latar belakang bahasa berbeda bisa saling terhubung. Misalnya, para interpreter di PBB yang bekerja untuk menyampaikan semua gagasan dalam rapat yang dihadiri oleh ratusan orang dari negara berbeda, dengan bahasa beragam.
Atau, para penikmat sastra bisa membaca karya penulis dari belahan dunia lain, lewat tangan penerjemah. Versi bahasa Indonesia dari Karya Haruki Murakami seperti 1Q84 dan Norwegian Wood, juga karya Kim Nam Joon berjudul Please Look After My Mom, termasuk buku-buku best seller di Indonesia.
Begitupun sebaliknya, sederet karya penulis Indonesia bisa mendunia, dan diterjemahkan ke banyak bahasa. Sebut saja The Rainbow Troops (Laskar Pelangi) karya Andrea Hirata, Beauty Is A Wound (Cantik Itu Luka) karangan Eka Kurniawan, atau yang lebih klasik The Earth of Mankind (Bumi Manusia) karya Pramoedya Ananta Toer.
Peran para penerjemah begitu penting karena mereka menghubungkan satu dunia dengan dunia lain. Membuat sebuah pemahaman antar-budaya menjadi lebih mudah dimengerti.
Bayangkan, dunia begitu kompleks dengan ragam bahasa berbeda. Jika tidak ada "jembatan penghubung", salah-salah terjadi mispersepsi atau dalam bentuk ekstrem perpecahan antar kelompok budaya yang memiliki bahasa berbeda.
Berdasarkan data dari situs Ethnologue, sebuah penelitian pada tahun 2015 mengungkapkan terdapat sebanyak 7.000 bahasa di dunia. Bahasa-bahasa ini digunakan hampir tujuh miliar orang.