Duloh bahkan menyebut orang tersebut sebagai oknum. Dia pun menilai sebutan ini sebagai pelecehan atau penghinaan untuk kampungnya.
 Berawal dari peristiwa tragis
 Menurut Duloh, sebutan Kampung Janda muncul karena di kampung tersebut pernah terjadi insiden yang menimpa para suami ketika bekerja sebagai buruh harian lepas di tambang ilegal.Â
 Berita kecelakaan tambang yang memakan korban jiwa itu pernah diliput media sekitar tahun 2016. Menurut penuturan Ade Suryadi, Ketua RT 05 ketika itu, ada sekitar 30 perempuan yang menjanda, dari total 65 kepala keluarga.
 Para perempuan itu, kata dia, menjanda akibat banyak hal, ada yang suaminya meninggal tertimbun galian pasir, atau meninggal karena penyakit. Pasalnya, di kampung itu sekitar 80% warganya bekerja sebagai penambang galian.
 Dia pun menuturkan, beberapa tahun lalu pernah terjadi longsor di galian pasir hingga menewaskan ratusan orang. Apalagi, longsor yang menelan korban jiwa itu tak terjadi sekali dua kali saja. Peristiwa naas ini pun membuat sebagian istri kehilangan suaminya.
 Lalu sekitar tahun 2016, tambang karst atau galian C ilegal itu pun ditutup oleh Pemerintah Kabupaten Bogor karena tak memiliki izin, merusak lingkungan, serta menimbulkan banyak korban jiwa.Â
Selain kecelakaan tambang, faktor nikah muda di kampung tersebut juga menjadi penyebab banyaknya perempuan yang menjanda. Para perempuan ini menjanda di usia muda karena pernikahan dini yang masih terjadi di sana.
 Menjadi objek wisata baru
 Kini setelah lima tahun berlalu, para perempuan di kampung itu sudah tak mau lagi tempat tinggalnya dijuluki sebagai Kampung Janda. Selain julukan itu tak pantas, mereka juga telah melanjutkan hidup.
 Salah satu warga bernama Siti Yuningsih mengatakan, para laki-laki yang meninggal bukan karena alasan kecelakaan tambang semata. Sebagian dikarenakan sakit atau sebab lainnya. Apalagi kini tak ada aktivitas tambang yang masih berlangsung.