2. Pengaruh media masaa
Media massa, baik televisi, film, maupun majalah, seringkali menampilkan konten yang berbau seksualitas. Hal ini dapat memicu rasa ingin tahu remaja dan membentuk persepsi yang tidak realistis tentang seks.
3. Lingkungan keluarga yang tidak mendukung
Lingkungan keluarga yang kurang harmonis, kurangnya komunikasi yang terbuka dengan orang tua, atau adanya kekerasan dalam rumah tangga dapat menjadi faktor risiko terjadinya kecanduan pornografi pada remaja.
4. Kurangnya pengawasan orang tua Kurangnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak di dunia digital karena keluarga yang beranggotakan banyak orang sulit melakukan pengawasan terhadap anggotanya dengan baik dan sulit untuk menanamkan disiplin yang baik kepada anak- anaknya dan dapat memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengakses konten pornografi secara bebas.
Tingkat kecanduan pornografi menurut Skinner (2005 ) dibagi menjadi :
Level 1 : Melihat pornografi sekali atau dua kali setahun, paparan sangat terbatas.
Level 2 : Beberapa kali setiap tahun tetapi tidak lebih dari enam kali, fantasi sangat minimal.
Level 3 : mulai muncul tanda kecanduan, sebulan sekali, mencoba menahan diri.
Level 4 : mempengaruhi fokus untuk sehari-hari, beberapa kali dalam sebulan.
Level 5 : Setiap minggu, berusaha keras untuk berhenti, namun mulai mengalami gejala withdrawal.
Level 6 : Setiap hari untuk memikirkan pornografi, menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan.
Level 7 : perasaan ketidakberdayaan dan keputusasaan bila tidak melihat pornografi, konsekuensi negatif.
Ciri-ciri remaja yang sudah kecanduan pornografi sebagai berikut:
1. Sering tampak gugup apabila ada yang mengajaknya komunikasi, menghindari kontak mata.
2. Tidak punya gairah aktivitas, prestasi menurun.
3. Malas, enggan belajar dan enggan bergaul, sulit konsentrasi.
4. Enggan lepas dari gadget, apabila ditegur dan dibatasi penggunaannya akan marah.
5. Senang menyendiri, terutama di kamarnya, menutup diri.
6. Melupakan kebiasaan baiknya.