By Succubus Ubus
Memuisikan hidup atas sebuah pecah
dan itukah kau, Tuan
sedangkan akulah penyair yang mendekap sepi
di jantung unguÂ
lelah mengemis
memumpun rindu; terbata-bata
merebah tirus sebelum kepergiannya.
Dia kembali bergerak sesuai birama alam memulai kisah baru. Ada sebuah kelepasan, penjaga kesadaran untuk membicarakan indahnya dunia dalam tiap tetesan secangkir kopi.Â
Pagi ini dia membuka lembaran baru dengan hawa murni. Menyapa langit biru yang tidak lagi pekat, bahkan lebih bercahaya. Sekumpulan kupu-kupu terbang bebas mencari mekarnya bunga. Sekawanan burung bebas terbang di angkasa dengan begitu riang. Juga sebuah taman, hari ini begitu banyak yang mengucapkan salam. Begitu banyak ruang yang mengepisodekan bahwa hari ini adalah kenikmatan yang paling indah.
Saat dia duduk di dekat pohon akasia. Datang Anomali. Dengan senyum manis di kedua pipinya. Kemudian membahasakan ingin yang lama di pendam dalam hati, sekian tahun lamanya. Anomali meminta dia untuk menjadi catatan jejak akhir hidupnya.Â