Budaya, Masyarat Jawa, dan Adat Istiadat
Menurut Koentjaraningrat, masyarakat merupakan kesatuan hidup makluk-makluk yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat. Yang terbentuk perilaku, budaya serta kebiasaan dari suatu masyarakat. Budaya yang kini menjadi gaya hidup masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Gaya hidup yang menjadi model dari masyarakat yakni berupa pengetahuan, kepercayaan, kesenian, serta adat istiadat. Kebudayaan yang kental tradisi masih terlihat hingga peradaban saat ini. Masyarakat Jawa salah satunya. Di pulau Jawa merupakan pemeluk agama Islam yang paling menonjol. Terkenal dengan adat dan tradisi yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga masyarakat  pun masih menjaganya.
Istilah tradisi Megengan
Tradisi megengan misalnya, megengan merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi ini merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dan Islam yang tetap disesuaikan dengan syariat Islam.
Megengan memiliki arti menahan atau ngempet, maksudnya agar umat Islam menahan hawa dan nafsu untuk sebuah ibadah yakni puasa. Tak hanya menahan hawa nafsu, amarah, dan egoisme bahkan menjadikan simbol untuk memohon ampun kepada Sang Maha Pencipta. Menurut Nur Syam, megeng berarti suatu tanda bagi umat Islam mempersiapkan hal-hal khusus untuk menghadapi bulan yang Suci.
Asal Usul Tradisi Megengan
Sudahkah tau, jika megengan di populerkan oleh Sunan Kalijaga saat berdakwah di Jawa. Diperkenalkan saat melakukan penyebaran di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian selatan. Sunan Kalijaga menggunakan metode akulturasi budaya, pendekatan psikologi kepada masyarakat pedalaman Jawa. Sehingga dalam proses dakwahnya beliau sangat humble dengan masyarakat, beliau menghapus pembatas dengan masyarakat, tak memperhatikan kasta maupun golongan. Tujuannya agar tak mengganggu syiar Islam. Dalam metode dakwah ini memuat nilai-nilai keislaman, agar di mudahkan dalam pelaksanaannya. Meskipun megengan sudah ada dari zaman penyebaran walisanga, masyarakat Jawa masih melestarikan tradisi tersebut hingga sekarang.
Berbeda lagi di Sunda, Jawa Barat, disebutnya tradisi Munggahan. Tradisi ini juga dilakukan masyarakat untuk menyambut bulan suci Ramadhan. "Munggah"berasal dari bahasa Sunda yang berarti naik, secara harfiahnya bermakna naik ke bulan suci Ramadhan. Munggahan kerap kali dilakukan di rumah bersama keluarga dan sesama rekan kerja bertujuan untuk bersilahturahmi agar ibadah puasa lancar da diterima Allah.
Prosesi pelaksanaan tradisi Megengan
Biasanya tradisi megengan dilaksanakan di desa-desa setempat. Dimulai saat setelah salat Magrib atau Isya', dengan melantunkan istighosah dan tahlil, yang bertujuan agar  bisa menjalankan ibadah dengan lapang dada. Nah, didalam tradisi megengan tak asing lagi dengan kudapan atau makanan yang dibawa dan dibagikan masyarakat Islam Jawa untuk disantap bersama-sama. Dilengkapi kudapan yang special yakni Kue Apem.
Filosofi kue Apem
Jikalau di India kudapan Apem di sebut "Appam", mirip dengan khas Indonesia. Biasanya di konsumsi untuk sarapan dan disajikan dengan bumbu khas India. Namun, menurut sejarah pertama kali apem ini dibawakan oleh Ki Ageng Gribig yang sesuai melaksanakan ibadah haji. Merupakan hadiah untuk anak, cucu, dan pengikutnya yang hingga saat ini masih dilestarikan.
Apem  berasal dari bahasa Arab berarti afwan yang memiliki makna memaafkan. Kue ini terbuat dari santan, daun pandan, singkong, tepung beras, tepung terigu dan ragi. Memiliki rasa yang nikmat, kenyal membuat citra rasa khas tradisional masyarakat Jawa.
Sehingga makna kue Apem di hidangkan dalam tradisi megengan merupakan akulturasi nilai-nilai Islam yang sudah dibentuk dalam masyarakat Kejawen. Adanya nilai filosofis dalam tradisi megengan akan menjadikan umat Islam sadar bahwa ketika memasuki bulan Ramadhan, hati umat Islam harus suci bersih agar tenang dalam menjalankan ibadah puasa.
Makna dari tradisi megengan
Banyak hal positif yang bisa diambil dari tradisi megengan yakni mengajarkan kita tentang indahnya berbagi sesama Selain itu, masyarakat Jawa melestarikan tradisi megengan ini diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan antar masyarakat desa dan agar selalu guyub rukun.
Hingga saat ini tradisi dalam masyarakat Jawa ini agaknya sulit dihilangkan, secara umum tujuan dari tatacara tersebut adalah inti dari sebuah ritus. Untuk  mayoritas Islam di Jawa belum bisa meninggalkan adat dan tradisi. Karena sudah dari jaman dahulu akulturasi budaya Islam dan Jawa berkaitan erat.
Mengapa perlu dilestarikan tradisi megengan?
Menurut Aris Marfai, kearifan lokal perlu di lestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangangan dengan lingkungannya dan sekaligus upaya meminimalisir dampak bencana. Apalagi kearifan lokal sifatnya diwariskan kepada generasi selanjutnya. Untuk itu tradisi megengan ini merupakan peninggalan masa silam. Yang dapat menjadikan kita jembatan pengetahuan akan nilai-nilai luhur yang dipercayai nenek moyang kita. Dengan mengetahui sejarah pada masa silam, akan membuat kita lebih baik  menyongsong masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H