Bayangan kebahagiaan tentang keluarga kecil yang telah Nia gambarkan dalam angan-angan musnah sudah. Hatinya hancur ketika semua pendekatan itu. Tidak ada cinta yang benar-benar nyata dari setiap tatapan Reno itu. Pasca perbincangan itu Nia menjaga jarak dengan Reno. Nia membuang jauh-jauh perasaan cintanya.
Beberapa bulan setelah itu, Nia menjalani hidup yang terasa berat. Tidak ada diskusi, cerita masa lalu, impian-impian masa depan yang sering mereka bicarakan. Namun Nia tak pernah benar-benar bisa melupakan Reno.
Hingga akhirnya, setelah delapan bulan yang berat sekali untuk Nia, seorang laki-laki yang usianya lima tahun lebih tua dari Nia melamarnya padahal mereka baru dua kali bertemu. Alfian namanya. Pertama kali Nia mengenal Alfian saat ia menjadi pembicara di acara yang Nia buat. Alfian datang sebagai penawar luka yang Nia derita selama delapan bulan itu. Alfian mengatakan suka pada Nia di pertemuan kedua mereka saat Alfian mengunjungi kediaman Nia. Tanpa menunggu lama karena Alfian merasa telah begitu yakin pada Nia, Alfian melamar Nia saat usia Nia genap 26 tahun. Nia pun menerima pinangan itu tanpa ragu sedikitpun.
Hari pernikahan Nia hampir tiba. Tiga hari sebelumnya, Reno memohon untuk bertemu dengan Nia. Nia mencoba membuang segala kekecewaan juga amarah yang ia pendam beberapa bulan belakangan itu dan menyetujui untuk bertemu dengan Reno setelah Nia meminta izin pada calon suaminya..
“Nia, aku mohon maaf telah begitu lancang mengajakmu bertemu sore ini. aku hanya ingin mengungkapkan sesuatu.” Kata Reno perlahan.
“Bersediakah dirimu menjadi ibu dari generasi Reno Prasetya ?”, pertanyaan itu menusuk ulu hati Nia. Matanya berkaca-kaca. Nia tak menjawab. Dia hanya diam, tidak tahu apa yang harus dikatakan.
“Nia, aku tidak memerlukan jawabannya. Karena sebentar lagi kamu akan menjadi ibu dari generasi laki-laki lain. Bukan maksudku untuk menggoyahkan hatimu. Ini hanya pengungkapan hati seorang laki-laki dewasa. Entah mengapa, setelah kamu mengungkapkan cinta padaku, aku merasa tidak tenang. Aku tidak tenang jika aku tidak mengungkapkan perasaan yang sudah lama terpendam ini. Saya mohon maaf jika lancang.” Nia tak kuasa membendung air mata. Akhirnya air matanya tumpah ruah. Nia menangis sesenggukan sambil berkata. “Kamu terlambat. Kalau memang cinta mengapa dulu tak membalas perasaanku ?”
“Aku belum siap dengan keadaanku sekarang, kamu tahu jika aku cacat. Dalam hatiku aku merasa tak pantas bersanding denganmu. Tetapi aku juga tak bisa membohongi diriku sendiri. Semoga bahagia.”, Ucapnya pelan, berusaha tegar.
***
Bagaimanapun campur tangan Tuhan telah berkehendak. Dari yang saling membenci hingga saling mencintai, dari yang ingin bersama hingga hingga dipisahkan takdir kuasa. Begitulah Tuhan, dzat yang maha agung. Mampu membolak-balikan hati hambanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H