“Ai , dasar mak lampir ! Emangnya gue enggak tau apa kalau emang sengaja nyenggol Roni !”, kecam Nanda.
“Dasar jalang, gue gak pengen liat muka elo lagi”, Kecam Reno.
Akhirnya Nia pergi meninggalkan Reno dan kedua sohibnya.
*** 5 Tahun kemudian
Keduanya tertawa lepas. Rasanya, kenangan itu sudah lama sekali berlalu.
“Maafkan aku ya?” kata Nia lembut.
“Tidak apa-apa. Kamu sangat berani, Nia. Juga sangat cantik dan penyayang.” puji Reno tulus.
Rona merah terlihat kedua pipi Nia. Menyembunyikan kecanggungannya, ia menunduk. Pura-pura berkonsentrasi dengan Latte di depannya.
“Jadi, apa kesibukanmu ?”, Reno mengalihkan pembicaraan. Merasa terselamatkan, Nia menceritakan bisnis cateringnya dengan antusias. Reno sabar mendengarkan. Terus memperhatikan ekspresi wajah dan senyuman Nia selama bercerita. Cantik sekali, pikir Rafly kagum. Nia lebih dari sekedar cantik. Ia sukses dan pintar. Kecantikan fisik berimbang dengan kecantikan hati. Apa lagi yang kurang ? Mengapa Reno berkeras menutup hati?
Sering bertemu Reno membuat perasaan Nia tak menentu. Sehari saja ia tak bertemu atau mendengar kabar dari Reno perasaannya tidak enak. Bahkan ia sering diserang virus rindu. Virus kerinduan itu berpadu dengan gengsi. Alhasil, ia segan mengontak Reno lebih dulu. Selalu saja ia menyimpan tanya.
Hari demi hari waktu demi waktu dilalui Nia dengan penuh kerinduan pada Reno. Iya tak bisa terus menerus membohongi dirinya. Betapa Nia sangat mencintai Reno. Hingga iya putuskan untuk menyampaikan apa yang jadi perasaanya kepada Reno. Tapi harapan Nia tak sejalan dengan kenyataan dunia. Reno belum siap untuk itu. Reno sadar dengan keadaanya saat ini. Reno yang cacat pasca kecelakaan motor 2 tahun lalu merasa tak pantas untuk mendampingi Nia. Seorang wanita yang sempurna bagaikan putri mahkota.