Memang benar kata Anais Nin, “Seorang sahabat mewakili dunia ini untuk kita, dunia tidak akan lahir sampai mereka muncul. Dan hanya dengan pertemuan itu, dunia itu lahir”. Saya sedang mengalaminya saat ini. Lama tak bertemu meskipun sudah lama tinggal di kota yang sama dan baru akhir-akhir ini saja lebih inten komunikasi. Dia adalah sahabat saya sejak SMA, sahabat dalam wadah perjuangan yang ditempa bersama. Meskipun bisa dikatakan tidak terlalu dekat dengannya. Tapi itu tak masalah, dia adalah sahabat saya.
“Selamat ulang tahun”, ucapku. Hari ini adalah hari ulang tahunnya
“Hahaha, kok tumben ingat hari ulang tahunku ?”, tanyanya sambil tertawa
“Kamu meremehkanku, apapun bisa kuketahui dengan mudah”, jawabku. Padahal aku tahu ultahnya dari Facebook :D
“Halah, tak usah membual, aku sudah paham gerikmu sejak dulu”, sahutnya meremehkanku
Kami terlibat perbincangan panjang membahas masa-masa yang pernah dilalui bersama. Masa yang kadang manis, kadang pahit, ada pula yang asem, ataupun menjadi sangat pedas. Yahh, sudah mirip rujak buah saja. Pun pula dengan masa depan, tak luput dari perbincangan kami pula. Hingga ia sedikit menyinggung hobi baru yang sudah mulai aku geluti.
“Sekarang jadi sering nulis nih”, ucapnya
“Ahh, itu hanya untuk mengisi waktu luang saja, jika lagi pengen nulis, ya nulis. Kalo enggak ya mending bobok ganteng aja”, kataku
“Harusnya bagus tuh, kalo di terusin”, lanjutnya
“Belum ada feel”, jawabku singkat
Kami menutup perbincangan kami dengan sebuah perjanjian. Seperti pada umumnya jikalau lagi ulang tahun, harus ada traktiran. Dan keputusan kami jatuh pada bioskop di salah satu mall terdekat. Dia menraktirku untuk nonton film disitu minggu depan.
***
“Hey cepet, tak tunggu didepan mall, jangan lama-lama nanti telat”, pesan darinya
“Oke-oke siap, sabar ini masih antri di SPBU, macet pula”, balasku. Padahal sebenernya telat karna keasyikan main game. Segera pula bergegas aku menyusulnya.
“Huh, dasar lama”, dengan wajah cemberut
“Iya maaf, tadi antri di SPBU, jalan kesini macet pula”, jawabku sambil memasang wajah polos. Bisa dibilang kadang aku pandai ber-akting.
Kami bergegas menuju bioskop, cukup jauh juga sih karna bioskopnya ada di lantai atas. Kami harus bolak balik naik eskalator mall, tapi ya sama saja, lagi ramai-ramainya pengunjung.
“Tuh, telat kan, udah habis tiket film yang itu”, ucapnya
“Yahhh mau gimana lagi, nonton yang lain pun tak apa”, jawabku
“Oke kita pilih film ini, The Guys. Filmnya Raditya Dika”, lanjutnya
“Oke”, sahutku meskipun sebenernya sedikit kecewa sih. Tapi nurut sama yang nraktir aja deh
Nah berbicara soal filmnya. The Guys adalah filmdramakomediIndonesia tahun 2017 yang diproduksi Soraya Intercine Films dan disutradarai oleh Raditya Dika. Ini film kedua Raditya bekerjasama dengan Soraya setelah sebelumnya sukses lewat Single (film) di tahun 2015. Film akan dirilis pada 13 April 2017, dan akan dibintangi oleh Raditya Dika, Pevita Pearce, Widyawati, Tarzan, Marthino Lio, Indra Jegel dan aktor asal ThailandPongsiri Bunluewong alias Pukhai.
Film The Guys menceritakan tentang seorang karyawan bernama Alfi yang bercita-cita menjadi bos. Di samping itu Alfi juga ingin mendapatkan cinta dari tambatan hatinya yang juga teman sekantornya, Amira. Namun, masalah muncul ketika Via, gebetan abadinya yang sebelumnya mengabaikannya, mulai menunjukkan rasa cinta. Dibantu dengan teman-temannya yang aneh, termasuk Sukun, karyawan ekspat dari Thailand, Alfi mencoba mewujudkan mimpinya menjadi seorang bos sekaligus menggaet cinta sejatinya.
***
Usai filmnya selesai kami memutuskan untuk segera pulang karena masing-masing dari kami punya agenda lagi. Mungkin itu pula yang menyebabkan kami keluar lewat pintu yang berbeda dan akhirnya kami sama-sama tak mengucap kata penutup.
Inspirasi datang usai menonton film itu. Awalnya hanya tertarik pada soundtrack lagunya, yaitu bila bersamamu yang dibawakan oleh Nidji. Hingga aku menulis sebuah cerpen yang kusisipkan lagu Nidji itu.
“Hahaha, ada manfaatnya ya dari film itu”, pesannya kepadaku
“Cukup menginspirasi, terutama tekad membangun bisnisnya”, jawabku
“Kenapa gak nulis novel aja daripada cerpen?”, pertanyaan itu tiba-tiba ia lontarkan
“Novel lebih panjang, dan harus pintar buat alur”, jawabku
“Tinggal disambungkan saja kan, jadi panjang, jadi alur pula”, ucapnya lagi
Kata-katanya menjadi terngiang di kepalaku. Bisa saja kan aku coba dulu, masalah alur ikuti saja suasana hatimu ketika menulis. Kalo lagi sedih buat aja sedih, atau kalo lagi seneng dibuat seneng juga. Jika hanya berkutat pada ini saja kapan berkembangnya.
Sahabat selalu member arti. Benar apa kata Dalai Lama, “Sahabat lama pergi, Sahabat baru berdatangan. Sama seperti hari-hari biasanya. Hari yang lama pergi, hari yang bari datang. Yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana membuatnya berarti: seorang sahabat yang berarti – atau sebuah hari yang berarti”. Dia membuka duniaku, persis dengan jalan cerita film yang kami tonton bahwa kita harus menjadi seorang Boss.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H