Mohon tunggu...
Ade Ira Cahyanti
Ade Ira Cahyanti Mohon Tunggu... Perawat - A nurse

life is about how useful you are

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

ASI atau Sufor, Dilema Ibu Pekerja yang "LDR" dengan Bayi

11 Oktober 2022   15:40 Diperbarui: 12 Oktober 2022   08:34 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air Susu Ibu (ASI) adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat.

Dapat dikatakan bahwa ASI merupakan sumber kehidupan bayi diawal kelahirannya. ASI eksklusif diberikan kepada bayi selama 2 tahun atau lebih. 

6 bulan pertama kelahirannya, bayi hanya diberikan ASI. Setelah melewati 6 bulan, bayi diberikan MPASI (Makanan Pendamping ASI) untuk mencukupi nutrisinya dan ASI tetap dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun.

Air susu ibu diproduksi karena pengaruh hormon prolaktin dan oksitosin. 

ASI yang diproduksi payudara paling awal setelah bayi lahir dan berwarna kekuningan dan kental adalah kolostrum. 

Kolostrum mengandung banyak karbohidrat, protein, dan antibodi, dan sedikit lemak, sehingga penting untuk bayi. 

Produksi ASI biasanya sudah nampak saat bayi masih di dalam kandungan. Namun, beberapa ibu merasa ASI dapat diproduksi beberapa hari setelah bayi terlahir. 

Hal tersebut seperti apa yang juga saya alami. Produksi ASI memang sudah nampak saat bayi masih didalam kandungan, namun ASI benar benar dapat dikeluarkan 2 hari setelah bayi terlahir. 

Jadi apakah selama 2 hari tersebut bayi saya tidak mengkonsumsi apapun? 

Jawabannya tidak, selama 2 hari tersebut bayi saya diberikan susu formula yang tentunya atas rekomendasi tenaga kesehatan. 

Kalau harus memilih membiarkan bayi saya tidak mengkonsumsi apapun saat ASI belum keluar atau diberikan susu formula meskipun baru lahir, tentunya saya akan tetap memilih memberinya susu formula. 

Susu Formula (Sufor) adalah produk pangan pengganti air susu ibu (ASI) yang dibuat dan dirancang khusus untuk memberi nutrisi pada bayi usia di bawah 12 bulan

Tak ada salahnya memberikan bayi susu formula pada indikasi tertentu saat ASI belum dapat diproduksi atau ASI tidak terproduksi karena kondisi fisik ibu atau ASI terproduksi namun sang ibu memiliki penyakit yang dapat menularkan bayi sehingga sangat tidak mungkin ASI diberikan kepada bayi. 

Memang, tidak ada susu formula yang lebih baik kandungan gizi nya dibanding Air Susu Ibu. Tidak ada susu formula yang diserap secara sempurna oleh bayi kecuali ASI. 

Tapi, akan selalu lebih baik memberikan bayi susu formula dari pada ibu memaksakan kehendak untuk tetap memberikan ASI saat kondisi tidak memungkinkan sedangkan bayi membutuhkan nutrisi cukup untuk tumbuh kembangnya. 

Bahkan, untuk bayi yang terlahir prematur atau memiliki kondisi kesehatan tertentu dibutuhkan tambahan susu formula khusus berdampingan dengan ASI untuk menunjang kesehatan dan pertumbuhannya yang tentunya atas rekomendasi dokter. 

Dari segi kesehatan, memberikan sufor kepada bayi dapat meningkatkan resiko alergi dan kekurangan gizi atau kegemukan apabila pemberiannya tidak tepat. 

Dari segi finansial, jika dibandingkan dengan susu formula, memberikan ASI kepada bayi jauh lebih hemat. 

Beragam jenis susu formula untuk bayi saat ini banyak dijumpai di pasaran. Mulai dari harga yang paling murah sampai harga yang paling mahal. 

Sebaiknya, disesuaikan dengan kondisi bayi, kondisi keuangan dan kebijakan orang tua. 

Selama ASI masih dapat diproduksi dan segala usaha dapat dilakukan. Pemberian ASI tetap menjadi hal terbaik untuk bayi. 

Sumber: freepik.com
Sumber: freepik.com

Pengalaman mengASIhi yang berkesan namun pelik saat LDR dengan anak

Kalau bicara prihal ASI, rasanya bagi saya pribadi hal ini adalah topik pembicaraan yang agak "melow" untuk diutarakan dalam bentuk artikel. 

Tapi it's ok. Semoga ibu di luar sana yang memiliki kisah serupa tak perlu berkecil hati.

Mengingat saya sendiri tak bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayi saya yang saat ini masih berusia 8 bulan. Ditambah saya dan bayi saya menjalani "LDR" beda pulau.

Meskipun saat ini ASI tidak lagi diproduksi tapi saya tetap merasa bersyukur karena diberi kesempatan untuk dapat mengASIhi meskipun hanya sebentar. 

Saya merasa bersyukur karena tiap saat saya memberikan ASI, bayi saya menatap dengan tatapan seolah olah ia mengucapkan terima kasih dengan rasa cinta yang sangat besar. 

Kejadian berhentinya produksi ASI dimulai saat saya LDR dengan bayi saya. Saat itu cuti melahirkan selama 3 bulan sudah berakhir dan saya harus kembali ke Jakarta. 

Saya tetap melakukan pumping agar ASI bisa dikumpulkan dan dikirim ke Lampung meskipun saya berada di Jakarta. 

Namun sejak saat itu, produksi ASI turun drastis dalam waktu 4 hari dan tidak lagi terproduksi pada minggu kedua di Jakarta. 

Beragam upaya sudah saya lakukan agar ASI tetap dapat diproduksi meskipun tidak lagi DBF (Direct Breast Feeding) atau menyusui bayi secara langsung. 

Karena pada dasarnya DBF merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang payudara agar tetap menghasilkan ASI. 

Mungkin karena untuk pertama kalinya saya berpisah dengan anak dan tidak memungkinkan membawanya bersama saya di Jakarta dengan pertimbangan yang sangat banyak.

Saya merasa sedih, cemas, menangis, merasa bersalah, overthinking dan rindu setiap hari kepada anak. 

Hal tersebut memicu stress yang saya sendiri tidak menyadarinya saat itu sehingga mungkin saja berdampak pada produksi ASI. 

Betapa sedih rasanya saat ASI yang semula berlimpah bahkan menghasilkan 400-500ml sekali pumping tiba2 menurun drastis menjadi 100ml setiap pumping dan pada akhirnya tidak ada sama sekali. 

Padahal saat itu bayi saya masih berusia 3 bulan. 

Mendukung kondisi jadi semakin pelik :'

Untungnya, selama cuti dan mengASIhi saya tetap melakukan pumping dan menyimpannya di freezer untuk persediaan.

Namun, tantangan selanjutnya adalah memberikan susu formula untuk memenuhi nutrisi bayi saya saat ASI tidak lagi terproduksi. 

Untung sekali lagi, bayi saya tidak memiliki alergi terhadap susu sapi. Sehingga cukup mudah untuk memberikan susu formula kepadanya.

Alhamdulillah sampai saat ini, tidak ada masalah terhadap susu formula yang dikonsumsi oleh bayi saya. 

Dukungan dari suami dan keluarga untuk memberikan susu formula dan tidak memaksa atau menuntut untuk memberikan ASI kepada bayi saya saat kondisi tidak lagi memungkinkan merupakan kekuatan besar yang saya punya. 

Tapi disamping itu, seperti biasa dan sudah sangat umum terjadi. Menghadapi opini orang lain yang bicara ini dan itu mengapa saya tidak lagi memberikan ASI.

Namun ternyata saya mampu menutup telinga kanan dan kiri dengan rapat pada orang orang yang cuma "ingin tahu" dari pada "peduli".

Saya bukan ibu sempurna. Saya hanya ingin menjadi ibu yang dapat memberikan keputusan terbaik untuk bayi saya. 

Saya tidak mau berstress ria terus menerus. Saya mengikhlaskan apa yang terjadi dan melanjutkan rencana masa depan indah untuk anak saya.

Fenomena dan tren memberikan ASI kepada bayi mulai menurun dan tren memberikan Sufor kepada bayi mulai meningkat perlu dilakukan anamnesis mendalam penyebab hal tersebut belakangan ini terjadi.  

Apakah karena pilihan di mana saat ini mudah menjangkau sufor, pemahaman yang salah atau justru karena kondisi fisik sang ibu? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun