Sex merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan dasar lainnya seperti: makan, minum, istirahat, dan pendidikan. Ini dulu yang harus menjadi pemahaman awal. Menurut Maslow Kebutuhan dasar hal yang penting untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan akan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, kebutuhan eliminasi urin dan fekal, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan temperatur, serta kebutuhan seksual. Penting untuk mempertahankan kebutuhan tersebut guna kelangsungan umat manusia.
Artinya, ketika salah satu kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi, secara otomatis akan mengakibatkan gangguan secara fisiologi maupun psikis. Akan terjadi penyimpangan perilaku. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologi maupun psikologis. Jadi, kalau salah satu kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi, Â akan terganggu keseimbangan fisiologi maupun psikologis. Dan pada orang yang mengalaminya, akan terlihat dalam bentuk dan kadar berbeda. Tergantung apa dan siapa orang itu.
Mungkin penyimpangan ini tidak terlalu terlihat pada orang kebanyakan. Tapi tidak dengan orang yang menjadi public figure. Atau bahkan, pada seorang yang menjadi pemimpin atau penguasa. Karena laku tindaknya akan dipantau terus oleh banyak orang. Bahkan hal-hal yang sepele pun tak luput dari mata publik.
Nah, ketika penyimpangan perilaku ini terjadi pada seorang public figure, pemimpin, penguasa, atau tokoh ---baik lokal, nasional, maupun internasional --disinilah muncul teori-teori tentang sex dan kekuasaan. Â
Ketika sex tidak lagi dianggap sebagai wacana di dalam ruang tidur tertutup. Dan ini dimulai berabad-abad tahun lalu oleh Vatsyayana, seorang filsuf Hindu yang menulis Kamasutra. Kamasutra telah menarik sex dari ruang private ke ruang publik.
Selain membahas tentang seks, buku ini memang menyimpan banyak kejutan. Ada beberapa bagian bab yang menjelaskan kewajiban seorang istri, tentang gaya hidup pria terhormat, wanita yang layak dan tak layak dijadikan istri, 64 ilmu yang harus dikuasai wanita, 64 cara bercinta, seni merayu, wanita penghibur, obat-obatan untuk meningkatkan gairah, dan sebagainya.
Ya, Kamasutra diperuntukan buat pria-pria terhormat ketika itu: Kaum bangsawan dan  ksatria.  Untuk para pesohor kala itu. Karena Vatsyayana sangat menyadari tanpa sex manusia akan punah.Â
Padahal Tan Malaka belum lagi lahir. Hehehe. Mungkin kita masih ingat Tan Malaka pernah mengatakan : tanpa sex manusia akan punah. Seperti yang sering kita dengar dari salah seorang kawan kita yang dibeberapa kesempatan menyitir ucapan ini. Hanya untuk menunjukan betapa sangat pentingnya sex bagi keberlangsungan hidup manusia. Khususnya keberlangsungan hidup para penguasa.
Dengan kualitas sex yang baik, tentu akan berpengaruh juga terhadap cara berpikir seseorang. Apalagi sebagai seorang pemimpin, atau penguasa yang memikirkan negara dan rakyatnya.
Begitupun sebaliknya, dengan tiadanya sex, jangankan berfikir tentang negara, kebutuhan dasarnya juga belum terpenuhi. Sialnya, ada beberapa dari orang-orang yang tak terpenuhi kebutuhan sex-nya itu menduduki kursi  penguasa dan pemimpin. Sehingga perilaku menyimpang pun tercermin dari kebijakan yang dia buat.
Dari sini muncul sebuah istilah baru: Etika seksual. Bicara etika berarti berbicara mengenai baik atau buruk. Bukan bicara benar atau salah. Karena kalau muaranya benar atau salah kita masuk dalam wilayah logika.
Etika seksual itu sendiri merupakan paham mengenai sejauh mana seseorang menghargai dan menghormati gairah seksual baik milik pribadi maupun milik orang lain. Dalam pengertian menghargai dan menghormati organ seksual dan gairah seksual terkandung makna mengenai seseorang menggunakan, melampiaskan dan mengendalikan organ serta gairah sekusalnya.
Etika seksual yang dimaksudkan adalah etika yang bersifat integratif, yakni etika yang mampu mengarahkan setiap pribadi kepada kepenuhan atau keutuhan diri. Nilai-nilai yang terkandung dalam etika seksual integratif adalah kemerdekaan diri, saling percaya, jujur dan setia, tanggung jawab, gembira dan pelayanan hidup.
Satu hal yang dapat dijadikan sebagai pijakan untuk mencari solusi dalam upaya mengembalikan etika seksual kepada martabat kemanusiaannya haruslah menjadi usaha kolektif yang berangkat dari kesadaran semua pihak sehingga tidak lagi terjadi paradoks dan ambiguitas dalam memandang problematika kehidupan seksual dalam masyarakat. Dan teristimewa kehidupan seksual para penguasa dan pemimpin.
Jika kita rajin membuka lembar-lembar sejarah dunia, banyak sudah dicatat disana bagaimana runtuhnya kekuasaan raja-raja atau pemerintahan karena sex. Dan tidak sedikit juga berdirinya sebuah  kekuasaan baru dipicu hanya karena urusan sex. Untuk yang belakangan disebut kita bisa mengambil contoh: Ken Arok.Â
Pada suatu sore yang cerah, Ken Arok tak sengaja melihat dari jauh Ken Dedes istrinya Tunggul Ametung, akuwu Tumapel, naik tandu dikawal para pengawal pulang dari pemandian. Ketika itu kain panjang yang dikenakan Ken Dedes tertiup angin sehingga tersingkaplah apa yang ada di balik kain panjang Ken Dedes itu. Dada Ken Arok terkesiap melihat paha si cantik Ken Dedes yang putih dan bersinar. Jangankan melihat paha putih dan bersinar, melihat paha biasa saja orang sudah langsung nyut-nyutan kepala. Lah ini, pahanya Ken Dedes yang dilihat, yang notabene adalah wanita tercantik se-Tumapel. Libido Ken Arok pun tersulut. Tahu libido? Lidido tuh gairah seksual.
Dari situlah kemudian cerita berlanjut seperti yang pernah didongengkan guru sejarah kita waktu SD. Ken Arok membuat keris dari Empu Gandring. Dan cerita banjir darah pun dimulai. Pembunuhan demi pembunuhan dilakukan oleh Ken Arok: Empu Gandring, Tunggul Ametung, Kebo Ijo, dan seterusnya dan seterusnya menjadi korban pembunuhan Ken Arok. Ya, itu semua hanya karena gairah seksual Ken Arok terhadap Ken Dedes. Sampai kemudian Ken Arok menjadi raja pertama kerajaan Singhasari.
 Ya, sejarah telah mencatat dengan tinta emasnya bahwa tenggelam dan munculnya sebuah kekuasaan pada mulanya dari sex.
Bicara tentang sex dan kekuasaan kita tidak akan terlepas dari Foucault. Â Bahkan Foucault menulis satu buku dengan tema: sex dan kekuasaan. Saya kutip saja sedikit dari bagian bukunya. Walaupun yang sedikit ini sudah terasa terlalu banyak.
Foucault mengatakan: "Di dalam tubuh terpampang wujud dari kekuasaan. Kita bisa menyaksikan kekuasan dari gerak-gerik tubuh. Ia mengambil contoh bagaimana negara mengintervensi persoalan tubuh, khususnya seksualitas. Bahkan bagi Foucault seluruh sistem ekonomi, sosial dan politik dari suatu negara berkaitan erat dengan seksualitas.Â
Seksualitas berhubungan dengan populasi, berhubungan pula dengan kebebasan dan juga pernyataan politis seseorang. Ada represi terhadap tubuh, dan represi itu adalah bentuk dari kontrol. Kekuasaan bekerja dengan cara mengkontrol, dan tubuh adalah objek yang dikendalikan dan dikuasai. Analisis Foucault semacam ini menunjukan bahwa sejarah perkembangan pemikiran manusia selalu melibatkan bagaimana suatu era memahami seksualitas."
Jadi, sex dan kekuasaan tidak bisa dipisahkan. Mereka seperti dua sisi dari satu mata uang yang sama. Ada korelasi erat antara keduanya.
Salam Dari Benteng Betawi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H