Contoh diatas pun sedikit demi sedikit mulai di akomodasi di beberapa pembangunan didekat kita, seperti jalur Sudirman Thamrin yang ditata setelah transportasi publik tersedia di jalur tersebut. Juga didekat tempat tinggal kami, jalur sentul sirkuit sampai jalan raya bogor yang dulu 4 jalur terpisah jalur cepat kan lambat dirubah menjadi 3 jalur namun diberi tempat untuk putar balik secara khusus yang dimana selama ini merupakan titik kemacetan utama.Â
Saat penyebab kemacetan selama ini di address dengan desain jalan yang baik maka lalu lintas menjadi lebih baik. Cerita lain di jalur margonda yang mencoba menurunkan 4 jalur yang dipisah cepat dan lambat menjadi 3 jalur campur namun kurang di-address penyebab kemacetannya, yaitu tempat putar balik dan angkot ngetem di tempat tertentu. Sehingga tetap saja, habis dirubah macetnya disitu-situ saja dan malah makin macet karena kapasitas di kurangi tetapi botlleneck belum diperhatikan.
Dari beberapa penjelasan diatas, maka bisa kita simpulkan bahwa permasalahan kemacetan dijalan adalah kompleks dan menambah jalur jalan tidak menyelesaikan masalah secara jangka panjang. Selanjutnya tentu karena masalah kompleks maka penentukan root cause dapat di identifikasi sejak awal dan bukan menambah masalah baru yang malah lebih buruk.Â
Tentunya tidak ada silver bullet yang langsung membereskan semua hal. Setidaknya artikel ini mencoba memberikan sebuah tambahan pandangan saat melakukan risk analysis pada sebuah kebijakan sehingga bisa ditimbang-timbang dengan baik sebelum mengalokasikan pendanaan yang besar dalam pembangunan infrastruktur.
Belum lagi semenjak paska pandemi Covid, pola mobilitas dan psikologi behaviour masyarakat ternyata banyak berubah.
Semoga ke depan bisa membahas fenomena ini. Terima kasih.
Referensi:
What's Up With That: Building Bigger Roads Actually Makes Traffic Worse. Wired. 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H