Mohon tunggu...
Ade Hidayat
Ade Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar - Pembaca

Membaca - Mengajar - Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berpikir Epistemik untuk Hadapi Pandemi

1 Juli 2021   09:11 Diperbarui: 1 Juli 2021   10:24 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebenaran Wahyu (Husaini, et.al., 2013)

Kebenaran Wahyu merupakan kebenaran yang bersumber dari Wahyu Ilahi. Dalam filsafat Islam, kebenaran Wahyu ini ialah kebenaran yang bersumber dari al-Qur'an dan hadits Nabi Saw. Bisakah kita mengetahui kebenaran pandemi melalui kedua sumber ini? Tentu saja bisa.

Pandemi bukanlah fenomena baru dalam sejarah Islam. Hakim (2018) dalam penelitiannya berjudul Epidemi dalam Al-Quran menjelaskan sekurangnya terdapat 3 jenis epidemi yang diabadikan di dalam Al-Qur'an, yaitu virus sampar (Q.S. 11: 61-68), lintah air (Q.S. 2: 249), serta virus cacar (Q.S. 105: 3-5).

Selain dalam al-Qur'an, pandemi juga pernah terjadi pada zaman Nabi Muhammad Saw. Dikutip dari islam.nu.or.id (01/07/2021), sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menjelaskan dengan amat mendetail bagaimana sabda Nabi Saw. dalam kaitan menghadapi wabah (tha'un). Hadits tersebut sebagai berikut:

"... Tiada seseorang hamba yang sedang tertimpa tha'un, kemudian menahan diri di negerinya dengan bersabar seraya menyadari bahwa tha'un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid." (H.R. Bukhari).

Kebenaran Wahyu juga merefleksikan kebenaran berdasarkan informasi yang benar (khabar shadiq), serta subyek pembawa informasi tersebut (otoritatif) (Arif dalam Husaini et.al., 2013: 116-122). Suatu informasi mesti dikritisi melalui kedua sumber ini: apakah suatu informasi yang sampai kepada kita memiliki sumber dan referensi yang jelas; serta apakah informasi, pendapat, dsb. disampaikan oleh seorang yang mengerti betul (memiliki otoritas) mengenai informasi/pendapat yang disampaikannya tersebut.

Nah, dengan mengandalkan perangkat epistemologis di atas, kita dapat menyaring informasi mengenai Covid-19, sehingga kita dapat menentukan sikap apa yang bisa kita ambil dalam kaitan hidup di masa pandemi seperti saat ini.

Kita dapat menguji informasi tersebut secara sederhana malalui prinsip empiris, apakah informasi tersebut dapat dibenarkan oleh indera kita; melalui prinsip rasional, seberapa masuk akal informasi tersbut bagi kita; melalui prinsip korespondensi, apakah informasi tersebut bersesuaian dengan kenyataan yang ada; melalui Wahyu, bagaima al-Qur'an dan hadits Nabi Saw. mengajarkan kita cara menyikapi pandemi; serta malalui khabar shadiq dan otoritatatif, apakah informasi tersebut memiliki sumber yang bisa dipertanggungjawabkan serta disampaikan oleh orang yang memiliki otoritas (ahli di bidangnya).

Kenyataan bahwa sikap apatis--bahkan menganggap bahwa pandemi Covid-19 tidak nyata--oleh sebagian besar masyarakat kita merupakan satu faktor penyebab tingginya angka penularan Covid-19 di negeri kita tercinta hingga saat ini.

Semoga kita bersedia untuk sedikit rendah hati untuk berpikir epistemik, sebagaimana fitrah kita sebagai manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun