[caption id="attachment_417717" align="aligncenter" width="560" caption="KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ Peserta Workshop Cerpen Kompas mencari bahan tulisan di Pasar Tradisional Padang Panjang, Senin (11/5). Semangat para peserta workshop ini ibarat nyala api yang bakal memberi terang pada masa depan dunia sastra. (KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ)"][/caption]
Workshop Cerpen Kompas 2015 meninggalkan banyak kesan bagi saya. Setelah lama tidak mengikuti diklat kepenulisan, beberapa hari yang lalu kesempatan itu datang lagi. Berbeda dengan diklat yang saya ikuti sebelumnya, Diklat Haluan Media Grup dan LPM Suara Kampus (sewaktu kuliah) yang sama-sama bergerak di bidang jurnalistik, pelatihan yang saya ikuti kali ini lebih spesifik, yaitu workshop yang bertujuan untuk melatih cara menulis cerita pendek (cerpen).
Awalnya saya mengetahui informasi tentang Workshop Cerpen Kompas 2015 dari akun Twitter Putu Fajar Arcana yang merupakan redaktur seni dan budaya Harian Kompas. Maka dengan segenap upaya saya pun mengirimkan cerpen dan biodata sebagaimana yang disyaratkan. Hati saya dag dig dug menjelang pengumuman nama-nama yang lulus seleksi untuk wilayah Sumatera. Workshop Cerpen Kompas tahun ini diadakan di lima kota, yaitu Jakarta, Bandung, Denpasar, Makassar, dan Padang Panjang. Untuk wilayah Sumatera akan bertempat di Padang Panjang.
Tanggal 27 April akhirnya pengumuman itu datang juga. Alhamdulillah, betapa leganya hati ini ketika nama saya masuk dalam 30 peserta yang akan mengikuti Workshop Cerpen Kompas 2015 yang diadakan dalam rangka ulang tahun Harian Kompas yang ke-50 tersebut. Konfirmasi dan persiapan untuk mengikuti acara pun dilakukan. Meskipun hanya sehari, saya bertekad untuk memaksimalkan kesempatan yang ada.
Hari itu pun tiba, Senin 11 Mei 2015 saya pun berangkat menuju tempat acara di Wisma Pangeran, Padang Panjang. Tepat pada pukul 08.00 WIB acara pun dimulai. Setelah kata sambutan dari Putu Fajar Arcana, dua orang narasumber yang merupakan cerpenis nasional, yaitu Yanusa Nugroho dan Gus Tf Sakai memberikan materi seputar bagaimana menulis cerpen. Berikut intisari dari penyajian materi yang disampaikan secara bergantian oleh kedua orang narasumber tersebut.
Menemukan Ide
Cerita pendek (cerpen) merupakan tulisan yang fokus pada satu cerita atau hal saja. Cerpen selalu beranjak dari pengalaman atau apa yang dialami oleh manusia. Dalam kehidupannya tidak ada manusia yang tidak membutuhkan cerita. Karena pada dasarnya manusia adalah cerita itu sendiri. Segala pengalaman atau yang terjadi pada manusia yang ditangkap oleh indera dapat dijadikan sebagai sebuah cerita.
Lalu bagaimana cara menemukan ide untuk dijadikan sebuah cerpen? Kita dapat memulainya dengan menuliskan setiap apa yang terjadi pada kita layaknya menulis sebuah diary. Lalu, banyaklah membaca buku. Selain menambah pengetahuan, tidak jarag apa yang ada di dalam buku dapat menginspirasi kita untuk menulis sesuatu. Bacalah buku apa saja agar wawasan berkembang dan ide dapat bermunculan.
Selanjutnya belajarlah untuk mendeskripsikan sesuatu dengan sedetail mungkin dengan menggunakan indera pendengaran. Kenapa indera pendengaran? Karena kita sudah terlalu sering menggunakan indera mata untuk melihat atau mendeskripsikan sesuatu. Maka kita perlu belajar untuk mengaktifkan indera kita yang lainnya.
Indera pendengaran merupakan salah satu indera yang sensitif. Dengarkanlah sesuatu dengan seksama. Karena itu akan mengajarkan kita untuk peka. Lalu rasakan dan masukan apa yang telah kita dengar ke dalam hati. Contoh: bunyi pohon yang ditebang, bunyi bayi yang mrengek, bahkan kita bisa mendengarkan bagaimana di dalam keheningan juga terdapat nada. Hal ini bisa kita lakukan jika kita melatih indera pendengaran kita secara terus-menerus.
Tidak hanya indera pendengaran, kita juga bisa menggunakan atau melatih kepekaan indera yang lainnya. Seperti indera penciuman, perasa, pengecap dan sebagainya. Kepekaan merupakan hal yang penting dan seorang penulis (seniman) akan selalu melatihnya.
Selain dengan mengaktifkan dan melatih kepekaan melalui indera yang kita miliki, cara lain yang dapat digunakan untuk menemukan ide adalah dengan banyak bergaul. Seorang penulis jangan hanya berkutat dengan buku atau berdiam di dalam kamar saja, ia perlu “keluar”. Bergaul atau bersosialisasi dengan masyarakat atau lingkungan di sekeliling kita akan memberikan kita banyak ide. Kita dapat menangkap setiap hal yang terjadi di masyarakat. Apa yang sedang mereka rasakan, bahagia, sedih, menderita atau lainnya. Kita perlu melatih kepekaan sosial yang kita miliki.
Ketika masyarakat dihadapkan pada kenyataan hidup yang pelik (miskin atau menderita) sebagai seorang penulis kita tentunya tidak dapat menuliskan hal yang sebaliknya. Karena hal itu hanya akan menimbulkan rasa sakit pada masyarakat. Seorang penulis akan menemukan cara untuk menyampaikan segala kegelisahan masyarakat melalui apa yang ia tuliskan. Karena dalam sastra selalu membutuhkan sentuhan langsung.
Maka dalam menemukan ide untuk menulis cerpen kita perlu berangkat dari sesuatu yang nyata atau realita yang ada. Ingat, menulis merupakan suatu aktivitas yang memerlukan kejujuran. Bukankah segala yang jujur dekat dengan keindahan. Hal inilah yang menjadikan kita bersastra. Jadi, jangan takut untuk menulis atau mengungkapkan ide yang kita temukan.
Observasi
Ide dan observasi merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan. Sebagaimana yang diungkapkan di atas untuk menemukan ide cerita kita perlu melakukan sentuhan langsung terhadap objek tulisan kita. Untuk menuliskan sebuah cerita yang baik kita perlu melakukan observasi atau pengamatan. Pengamatan yang kita lakukan haruslah dari berbagai sisi. Jangan hanya melihat sesuatu dari satu sisi saja.
Contoh: ketika kita hendak menulis sebuah cerita tentang keberadaan polisi air/laut kita tidak hanya menerima pandangan begitu saja dari para nelayan yang merasa terancam atau menderita dengan keberadaan polisi laut tersebut. Tapi kita juga perlu melakukan pengamatan dari sisi si polisi laut. Salah satu cara yang kita lakukan adalah dengan ikut bersama si polisi laut, ketika mereka melakukan tugas. Karena dengan demikian cerita yang kita buat akan jauh lebih baik. Tidak cengeng dan tidak menghakimi.
Observasi ini menjadi penting karena dengan mengamati secara langsung maka kita akan terlatih untuk menangkap sesuatu yang terjadi di hadapan kita. Fungsi indera tetap menjadi sesuatu yang penting. Dengan observasi, indera kita akan terlatih untuk menangkap sesuatu yang tidak biasa. Dalam arti dapat mengetahui dan memahami apa yang terjadi di balik setiap peristiwa. Peristiwa yang bagi orang lain mungkin biasa, akan menjadi sesuatu yang luar biasa dan tidak bisa dilewatkan begitu saja.
Peristiwa yang kita tangkap melalui indera tadi perlu diendapkan atau dirasakan agar ia menjadi sesuatu yang istimewa dan menarik. Seperti yang kita ketahui cerpen merupakan sesuatu yang tamat dibaca dalam “sekali duduk” maka kita harus cerdas dalam menemukan sesuatu yang menarik untuk ditulis ataupun dibaca orang lain, yaitu sesuatu yang dapat menggugah atau meninggalkan kesan.
Teknik Menulis Cerpen
Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat kita dihadapkan dengan kecenderungan untuk menggunakan otak kiri dibandingkan dengan otak kanan. Kecenderungan penggunaan otak kiri ini menjadikan kita sebagai manusia yang hanya bisa menerima. Kita kurang bisa menggunakan imajinasi dalam menghadapi sesuatu. Kita sangat jarang menggunakan otak kanan. Karena sedari kecil yang dilatih hanyalah otak kiri, sementara otak kanan jarang digunakan.
Penggunaan otak kiri dan kanan dengan porsi yang berbeda akan melahirkan dua bentuk teks yang berbeda, yaitu teks seni dan teks diskursif. Teks diskursif terkait dengan kerja otak kiri sebagai pusat informasi atau bank data sesuatu yang dialami manusia. Sementara itu penggunaan otak kanan secara simultan akan melahirkan teks seni, yaitu teks yang dapat membuka semua panca indera kita. Ia akan melahirkan teks-teks yang mampu mengasah kepekaan dan imajinasi kita sebagai manusia.
Teks seni (essay) ini dapat dibagi kepada beberapa bagian yaitu :
- Essay yang dekat kepada karya ilmiah disebut sebagai essay formal
- Essay yang dekat ke imajinasi disebut essay non-formal
Nah, sekarang bagaimana halnya dengan cerpen atau prosa? Cerpen atau prosa berada di tengah-tengah antara puisi dan essay. Sementara itu di antara essay dan karya ilmiah akan melahirkan sesuatu yang disebut dengan artikel.
Lalu bagaimana metode atau teknik dalam hal penciptaan sebuah teks seni yaitu berupa cerpen? Sebenarnya tidak ada metode atau teknik mutlak yang dapat menjadi pakem dalam menulis cerpen. Karena pada setiap orang akan cara yang akan melahirkan ciri khas yang berbeda. Namun satu hal yang pasti dalam menulis sebuah cerpen, hal pertama yang perlu kita ketahui adalah temukan konflik.
Konflik merupakan sesuatu hal yang mendatangkan perbedaan atau pertentangan pada diri seseorang. Konflik ini dapat dibagi kepada dua, yaitu konflik eksternal dan internal. Konflik internal merupakan sesuatu yang kita temukan dengan sangat mengenali subjek. Contoh: konflik kebudayaan – mitos.
Konflik secara lebih mudah dapat kita temukan dengan mengandaikan sesuatu sebagai sesuatu yang 180’ berbeda. Contohnya saja andaikan kita memiliki dua kepala. Maka tulislah secara runut efek negatif dan positif jika itu terjadi pada diri kita. Apa yang akan terjadi jika kita memiliki dua kepala?
Setelah kita menemukan konflik untuk menuliskan sebuah cerpen kita perlu memiliki kelihaian dalam memilih diksi atau kata dan ketepatan dalam penggunaan EYD. Untuk memiliki kemampuan ini ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, yaitu dengan rajin membaca kamus, untuk mempermudah menemukan dan mengetahui arti kata-kata yang kita tulis. Melatih kecakapan dalam menemukan kata-kata baru. Hal selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah buatlah pembukaan atau lead cerita yang menarik. Buatlah pembukaan cerpen yang dapat menggugah rasa ingin tahu pembaca. Dua paragraf pertama biasanya merupakan bagian yang sangat menentukan. Apakah cerita kita akan dibaca atau tidak oleh para pembaca.
Tubuh dan judul cerpen haruslah seimbang. Setelah kita selesai menulis cerita (tubuh) atau isi cerpen, maka kita perlu memilih judul yang juga menarik atau dapat menggambarkan cerpen yang kita buat. Judul yang bagus atau baik adalah judul yang tidak memberikan kesimpulan apa-apa. Judul haruslah sederhana, menarik dan mudah diingat. Ia dapat berupa frasa yang terdiri dari beberapa kata saja. Contoh judul yang baik, bisa kita temukan pada cerpen Hamsad Rangkuti, Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?, Putu Wijaya, Dor!, Yanusa Nugroho, Bulan Bugil Bulat.
Menulis pada dasarnya tidak memiliki definisi apa-apa selain menulis itu sendiri. Maka, mulai dari sekarang marilah kita terus berlatih dan konsekuen untuk menghasilkan karya kreatif. Karena dengan menulis kita tidak lagi terjebak untuk menjadikan sesuatu sebagai sebuah slogan. Namun dapat mengkonkritkan yang abstrak serta mencarikan solusi atas suatu masalah yang ada di masyarakat. Pada dasarnya tugas seorang pengarang adalah menciptakan sesuatu yang baru dari ketangkasan dalam meramu kata menjadi sesuatu yag bermakna. Maka menulislah! Sebab menulis seumpama takdir, kita tidak akan pernah tahu ia akan berhenti di mana. (Padang, 14/5/2015).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H