Peletakan kawasan strategis pun masih perlu masukan dari warga. Misalnya saja, kota Samarinda ini cukup dikenal dengan keberadaan Langsat Air Putih, dimana saat ini kebun-kebun langsat warga kian tergerus oleh industrialisasi di sekitarnya. Menjadi penting bagi Pemerintah Kota untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap kawasna-kawasan unik serupa ini.
Semakin menarik bila melihat pasal 32, pasal 35 dan pasal 67 Raperda ini, tetiba muncul sebutan cagar alam, yang menunjuk pada kawasan Kebun Raya Unmul Samarinda. Cagar alam memiliki rujukan sendiri dalam peraturan perundang-undangan, dimana harus masuk dalam kriteria penentukan kawasan sebagai cagar alam.
Dan untuk wilayah kota, dapat mengembangkan kawasan perlindungan setempat, dimana tidak diurai secara detail dalam Raperda ini, dimana dalam pasal 32 huruf b dan pasal 34, hanya mengarahkan kawasan perlindungan setempat pada sempadan sungai dan kawasan sempadan waduk sekitar embung.
Naik-naik Kereta Api
Samarinda akan menjadi kota yang beruntung. Pasal 16 Raperda ini menyebutkan bahwa akan ada kereta api dengan stasiun yang terintegrasi dengan Bandara Samarinda Baru di Sungai Siring. Jalur Kereta Api sendiri akan melalui Kelurahan Sungai Siring – Kelurahan Tanah Merah – Kelurahan Lempake – Kelurahan Sempaja Utara – Kelurahan Bukit Pinang – Kelurahan Air Putih – Kelurahan Loa Bahu – Kelurahan Loa Bakung – Kelurahan Loa Buah – Jembatan Mahakam – Kelurahan Sengkotek – Kelurahan Tani Aman – Kelurahan Simpang Tiga.
Kereta api ini sepertinya akan melintasi wilayah perkotaan juga, yang tentunya akan memili dampak terhadap berbagai sistem transportasi yang sudah memacetkan saat ini, serta terhadap kondisi lingkungan yang akan dilalui. Walaupun kemudian, menjadi penting untuk membaca secara lengkap sistem transportasi yang akan dibangun dalam Raperda ini.
Samarinda, Kota dalam Rinjing
Samarinda bak kota dalam rinjing. Berada diantara perbukitan yang menyimpan air di bagian tengahnya. Dan ketika musim berganti, kota ini semakin panas membara. Suhu udara yang tak lagi berada dalam posisi normal, telah meningkatkan jumlah produksi keringat bagi setiap warganya. Dan tata kelola air yang benar-benar tidak dikelola, menambah keriuhan kota ini.
Bayangkan diri kita di dalam sebuah rinjing. Yang terlalu susah untuk keluar dari dalamnya. Warga selalu digoyang-goyang dan goreng-rebus oleh pemerintahan kotanya. Tak pernah tahu apa yang akan terjadi dan dilakukan terhadapnya. Hanya mampu menantikan sebuah keajaiban semata. Pasrah, dan berharap semoga hari esok akan lebih baik.
Warga Kota Samarinda jangan pula seperti katak yang diletakkan di dalam panci yang dipanaskan dengan api kecil. Sehingga pada waktunya tetiba diam, membeku, kaku dan lalu disantap di atas piring datar bercorak bunga itu. Warga Kota Samarinda harus mulai membaca lebih lengkap tentang kota ini. Menyaksikan dan melaporkan setiap perilaku pemerintahan kota yang bagi kita akan mengancam masa depan generasi kota ini. Tak perlu berharap belas kasihan darinya.
Kota Samarinda pasti bisa keluar dari sekian banyak problematikanya. Hanya butuh sebuah keberanian kolektif untuk memastikan hal itu terjadi. Juga dibutuhkan kejujuran warganya untuk tidak terus berada dalam kandang emasnya. Sebagai kawasan yang tak pernah lepas dari lingkaran kekuasaan provinsi ini, sudah seharusnya kota ini menjadi lebih baik. Ah.. sudahlah… mungkin ini hanya mimpi.