tukang parkir terutama bagi mereka yang selalu membawa kendaraan pribadinya kemana-mana, Mencari tukang parkir di masa sekarang bukanlah hal yang sulit, Ketika kita singgah sejenak untuk menarik uang di ATM atau sekadar membeli martabak pinggir jalan, tak jarang tukang parkir mendadak hadir dan meminta bayaran. Kenyataannya, si tukang parkir ini tidak menawarkan layanan apapun untuk kendaraan kita.
Salah satu profesi yang cukup dibenci banyak orang pasti adalahMereka hanya hadir dan meminta bayaran, Situasi ini sering membuat banyak orang marah dan menolak untuk membayar tarifnya, Mereka menganggap praktik ini sebagai pungutan liar atau pungli dan berharap keberadaan tukang parkir semacam ini dapat dihapuskan. namun, tak sedikit juga masyarakat yang tidak merasa terganggu oleh kehadiran tukang parkir. Lantas, sudut pandang seperti apa yang sebaiknya kita ambil terhadap profesi yang sering menimbulkan polemik ini? Dan sejak kapan profesi ini mulai marak di berbagai wilayah perkotaan?
Menurut sumber tertulis kegiatan parkir di Indonesia khususnya di Jakarta sudah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia sekitar tahun 1950, Dikatakan bahwa kegiatan ini memang muncul secara alami oleh penduduk setempat dan belum ada aturan perundangan yang mengatur pengelolaan permakiran.
Kala itu, profesi tukang parkir disebut 'jaga otto' atau penjaga mobil. Pengelolaan parkir kala itu masih sangat sederhana dan terbatas pada area-area pusat kota yang dekat dengan pemukiman warga Belanda dan etnis Tionghoa. Perlu dipahami bahwa di masa lampau, populasi penduduk dan jumlah pemilik kendaraan sangatlah kecil dibandingkan era sekarang. Kendaraan umumnya hanya dimiliki oleh orang-orang dari kedua kalangan yang disebutkan.
kontrol atas area parkir umumnya dipegang oleh orang yang sangat disegani di lingkungan tersebut dan Sebagai penguasa, mereka memiliki wewenang penuh atas seluruh hasil yang diperoleh dari kegiatan parkir ini karna memang belum ada badan hukum atau institusi resmi yang bertanggung jawab.
Pada tahun 1955, melihat besarnya potensi pendapatan dari sektor ini, pengelolaan perparkiran akhirnya diambil alih oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU). Seiring berjalannya waktu, perparkiran di Jakarta semakin ramai sejalan dengan peningkatan perpindahan penduduk yang begitu pesat. Situasi ini semakin intensif ketika Jakarta terpilih menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Banyak pembangunan dilakukan di ibukota untuk menyediakan sarana bagi para tamu yang akan mengikuti perhelatan olahraga terbesar Asia tersebut.
Menariknya, pengelolaan parkir dari waktu ke waktu sering berpindah tangan, mulai dari individu ke pemerintah maupun swasta. Hal ini berakhir pada tahun 2007 saat Badan Pengelola Perparkiran berganti menjadi Unit Pengelola Perparkiran di bawah Dinas Perhubungan. Perubahan ini menandakan bahwa pemerintah ingin pengelolaan parkir tidak sekadar melihat potensi pendapatan, tetapi juga sebagai bagian dari sistem transportasi.
keberadaan lahan parkir selain untuk dijadikan tempat pemberhentian kendaraan juga sebagai hal yang dapat mencirikan peradaban kota, perparkiran menampilkan kesan keteraturan dan ketertiban di sebuah kota. selain itu, perparkiran mempermudah mobilitas masyarakat dalam berkendara di jalanan. karena itu penyediaan lahan parkir sudah seharusnya menjadi sebuah kewajiban khususnya di wilayah perkotaan dengan pusat-pusat perdagangan, perkantoran, pasar hingga fasilitas umum lainnya.
Meskipun demikian, kepedulian terhadap lahan parkir ini diabaikan karena dianggap tidak penting. Mungkin dari sudut pandang para pengusaha, hal ini hanya menghabiskan biaya yang seharusnya bisa digunakan untuk okupasi lahan yang dapat menambah penghasilan jika diperuntukkan untuk komersial. Kurangnya ketersediaan tempat parkir menyebabkan banyak warga memarkirkan kendaraan mereka di tempat yang tidak seharusnya, seperti pinggir jalan atau trotoar yang sebenarnya hak para pejalan kaki. Di sinilah celah bagi para tukang parkir liar untuk mengambil kesempatan dan mendapatkan usaha.
Disisi lain, perlu diketahui bahwa setiap individu juga memiliki tanggung jawab dalam penyediaan tempat parkir untuk kendaraan yang mereka miliki, diberbagai tempat di Indonesia hal ini masih sering terlihat, Dimana pemilik sebuah kendaraan baik itu sepeda motor atau mobil memarkirkan kendaraan mereka dipinggir jalan atau di depan rumah mereka yang juga dilewati oleh pendendara umum lainnya, hal ini menjadi pemicu dari keributan dan kemacetan di berbagai daerah.
Dengan melihat sejarah dan dampak dari kegiatan parkir di Indonesia yang sudah dilakukan setengah Abad lamanya, kenapa kita tidak berkaca dengan sistem parkir yang ada di luar negeri seperti negara-negara di Eropa, sejarah kegiatan parkir Indonesia tak jauh beda dengan sejarah parkir di London, Inggris yang berbeda adalah bagaimana London menerapkan beberapa konsep sehingga mereka bisa menekan penggunaan lahan parkir di kota tersebut. Di negara seperti London tarif parkir terbilang cukup mahal sehingga membuat orang-orang sana lebih memilih untuk mengunakan transportasi umum dibandingkan membawa kendaraan pribadi untuk mobilitas harian mereka, sistem seperti park & ride juga hadir sebagai fasilitas Dimana masyarakat dapat memarkirkan kendaraan mereka dan melanjutkannya dengan menggunakan transportasi umum atau berjalan kaki.