Mohon tunggu...
Ade Bastian
Ade Bastian Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Program Studi Informatika Fakultas Teknik Universitas Majalengka

Aktif membantu masyarakat dengan menggunakan teknologi untuk menyelesaikan masalah. Dalam publikasi ilmiah, telah menulis banyak artikel di jurnal nasional dan internasional dan terlibat aktif dalam komunitas ilmiah. Dimuat di JOIG (Journal of Image and Graphics), publikasi berjudul "Roselle Pest Detection and Classification Using Threshold and Template Matching" adalah jurnal yang terindeks SCOPUS. Memasukkan teknik pengolahan citra digital ke dalam aplikasi nyata yang memengaruhi sektor pertanian.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Perubahan Iklim Mengancam Pertanian, Teknologi adalah Kuncinya

28 Mei 2024   14:05 Diperbarui: 9 Juni 2024   01:15 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani. (Sumber: PIXABAY/SASIN TIPCHAI via kompas.com)

Cuaca Semakin Tidak Menentu, Pertanian Perlu Campur Tangan Teknologi

Di tengah globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini, sektor pertanian menghadapi masalah yang semakin sulit. Perubahan iklim yang semakin tidak menentu adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi petani di seluruh dunia. 

Proses pertanian konvensional telah sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim global. Para petani harus menghadapi musim hujan yang lebih awal atau kemarau yang berkepanjangan sebagai kenyataan. 

Kondisi ini mempengaruhi bukan hanya produksi pangan tetapi juga keberlanjutan hidup para petani, yang sebagian besar penduduknya bergantung pada sektor agraris. 

Perubahan pola iklim yang tidak menentu menyebabkan beberapa masalah yang mendesak, seperti gagal panen, serangan hama dan penyakit tanaman yang lebih sering, serta berkurangnya ketersediaan air untuk irigasi. 

Sebagian besar petani di Indonesia masih menggunakan metode pertanian konvensional yang tidak efisien untuk menghadapi perubahan iklim, yang membuat mereka sulit untuk memprediksi cuaca. Selama beberapa tahun terakhir, beberapa gagal panen terjadi di Indonesia, yang disebabkan oleh cuaca dan perubahan iklim.

Glibatree Art Designer
Glibatree Art Designer

Gagal panen terjadi di berbagai daerah dan berdampak pada berbagai jenis tanaman.  Karena musim kemarau yang panjang pada tahun 2019, petani di beberapa wilayah Jawa Barat, seperti Cirebon dan Indramayu, mengalami kegagalan panen padi dan palawija. Kekeringan menyebabkan kurangnya pasokan air untuk irigasi, sehingga lahan pertanian tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman. 

Akibatnya, petani lokal mengalami kerugian besar, dan pasokan makanan di daerah tersebut berkurang. Beberapa daerah di Sulawesi Selatan, termasuk Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, dan Wajo, terkena banjir besar pada tahun 2021. Banjir ini menyebabkan banyak lahan pertanian terendam air, dan banyak tanaman, terutama padi, rusak dan tidak bisa dipanen. 

Ini juga mengganggu distribusi dan akses masyarakat setempat terhadap makanan. Kekeringan yang parah yang terjadi pada tahun 2020 di beberapa wilayah di Nusa Tenggara Barat (NTB), termasuk Lombok Timur dan Lombok Tengah, menyebabkan panen jagung gagal di banyak lahan pertanian. Jagung merupakan sumber utama makanan bagi penduduk setempat. 

Cuaca yang tidak menentu menyebabkan panen tembakau di Temanggung, Jawa Tengah, gagal. Banyak tanaman tembakau rusak dan tidak layak panen karena hujan yang lebat dan sering terjadi di luar musim biasa. Ini berdampak pada produksi tembakau nasional dan pendapatan petani pada tahun 2022 kemarin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun