Mohon tunggu...
Ade T Bakri
Ade T Bakri Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka kopi

Adenyazdi.art.blog

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kiat Sederhana Mengatasi Kebuntuan dalam Menulis

9 Juli 2022   13:34 Diperbarui: 9 Juli 2022   13:39 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi(iStockphoto/Jacob Ammentorp Lund)

Tak bisa dipungkiri untuk konsisten dalam menulis bukan sesuatu yang mudah. Jangankan konsisten menulis, beberapa orang mangaku bahwa  untuk mulai menulis saja mereka kesusahan, mendapatkan ide menulis saja kerepotan. Belum lagi  misalnya, bagaimana ide yg sudah ada di kepala dirangkai menjadi sebuah tulisan, atau tiba-tiba mengalami kebuntuan (writer's block) dalam menulis.

Saya sendiri merasa untuk menghasilkan sebuah tulisan seperti cerita pendek, esai, susahnya bukan main. Apalagi menulis sebuah novel. Ampun! Saya tak sanggup.

Eit, tunggu dulu, tak sanggup yang saya maksud bukan berarti putus asa atau tak bisa, tetapi tak sanggup dalam pengertian saat ini. Kalau disuruh menulis  sebuah novel sekarang, saya angkat tangan, belum bisa. Akan tetapi, suatu saat, setelah banyak berlatih menulis saya optimistis bisa menulis sebuah novel.

Syahdan, saya kadang berpikir apa, sih, cara atau kiat yang dilakukan penulis mansyur untuk mempertahankan konsistensi mereka dalam menulis? Pernahkah mereka mengalami kebuntuan (writer's block) dalam menulis?

Ternyata, oh ternyata, bukan hanya saya berpikir demikian, beberapa penulis yang bagi saya sudah masyur dalam dunia kepenulisan pun berpikir hal yang sama. Mereka mengaku bahwa mereka pernah mengalami kebuntuan dalam menulis. Mereka juga dengan jujur berkata  bahwa mereka mengagumi penulis lain dan tidak malu untuk belajar dari penulis lain tentang ilmu kepenulisan; dan juga belajar dari penulis yg lebih senior tentang bagaimana kiat mempertahankan mood dalam menulis.

Dewi Lestari atau biasa disapa Dee Lestari dalam sebuah acara (kalau tak salah  membahas tentang kepenulisan) yang tayang di Youtube, ia pernah berkata bahwa ia pun pernah mengalami kebuntuan dalam menulis.

Tjak S Parlan  (seorang novelis) dalam tulisannya "Adegan Berdurasi Pendek, Ingatan Berdurasi Panjang"  bercerita bahwa ia pun pernah sampai pada titik "merasa tidak bisa melakukan apa-apa," terhadap sebuah aktivitas menulis. Dia mengatakan "Setiap pagi, ia hanya membuka halaman baru Microsoft Words, menyeduh kopi, duduk kembali menghadapi layar berwarna putih, lalu jemari dia berhenti di atas keyboard".  Tapi menurut dia itu belum seberapa bahkan  dia pernah memecahkan rekor dalam satu hari hanya bisa menghasilkan satu paragraf pendek untuk memulai sebuah cerita pendek. Itu belum berlanjut ke perihal gagasan. Dia berkat rasanya seperti ada yang tersumbat dalam kepalanya dan dia butuh apa pun agar bisa membobol sumbatan itu.

Tatkala mendengar perkataan Dewi Lestari dan membaca tulisan  Tjak S Parlan saya berkata dalam hati "Bagaimana dengan saya ya, saya yang menulis saja masih ogah-ogahan, masih blepotan merangkai kalimat ini  apakah layak mengatakan diri saya juga mengalami writer's block"?  Sepertinya saya tidak! Saya bukan mengalami writer's block, tetapi lebih kepada kemalasan. Saya harus jujur mengatakan bahwa saya memang malas dalam menulis.

Yang bisa dikatakan mengalami kebuntuan dalam menulis adalah orang-orang yang konsisten dalam menulis. Lha, kalau saya?harusnya saya jangan makanpuji  mengatakan, (walupun itu dalam hati  sekalipun) bahwa saya juga mengalami writer's block, hehe.

***

Nezar Patria, wartawan senior dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi The Jakarta Post dalam sebuah tulisannya di FB mengatakan kekagumannya terhadap A.S Laksana (esais dan penulis fiksi), dan ia pun tak segan mengikuti kelas menulis yg diadakan A.S Laksana untuk memperdalam ilmu kepenulisan.

Pun, dengan Dr. Abdul Gafar Karim (dosen UGM), ia juga pernah dalam sebuah tulisannya di FB mengatakan bahwa ia harus belajar lagi ilmu kepenulisan kepada Iqbal Aji Daryono (Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.) agar tulisannya renyah dan dibaca semua kalangan, tak hanya akademisi.

Dari beberapa pengakuan penulis senior saya yang tulis di atas, saya dengan mantap percaya bahwa kebuntuan dalam menulis pernah dialami oleh penulis yang sudah profesional. Dan mereka juga tak segan mengakui bahwa meraka pun terus belajar mengasah ilmu kepenulisan terhadap penulis lain.
Jadi untuk penulis pemula, seperti saya, jangan berkecil hati, merasa hanya kita yang mengalami kebuntuan dalam menulis. Tetap semangat dan konsisten menulis. 

Lalu bagaimana, sih, kiat  untuk mengatasi writer's block dan bagaimana cara supaya konsisten dalam menulis?

Kalau saya ditanya kiat untuk mengatasi kebuntuan ide, saya tak bisa jawab. Lha, saya saja bingung bagaimana mendatangkan ide, Hehe..

Tapi, tenang. Saya bisa sedikit memberi kiat-kiat berdasarkan pengalaman yang dialami Dee Lestari maupun Tjak S Parlan. Begini kiatnya:
Dewi lestari atau yang bisa disapa Dee Lestari mengatakan bahwa ketika ia mengalami kebuntuan dalam menulis sebuah novel, ia ke kamar mandi lalu memutar shower kemudian mengguyur kepalanya. Unik, ya. Tapi, bagi Dee Lestari itu dilakukannya dan berhasil mengatasi kebuntuannya dalam menulis.

Kalau Tjak S Parlan,  ia mengatakan bahwa  ia biasa ke pantai,  ke kafe memesan kopi, bersepeda; atau pergi ke sebuah toko buku tua, itu semua dilakukan untuk memantik ide dalam kepala, tetapi kesemua aktivitas yang dilakukannya itu belum memecahkan kebuntuan dalam kepala. Lalu ia melakukan kebiasaan lamanya yaitu dengan menonton film. Katanya film Good Moorning (1959) yang ditontonnya itu membuat ia akhirnya kembali menemukan ide untuk menulis.

Hatta, bagaimana supaya tetap konsisten dalam menulis? Nah, hal ini yang saya juga ikut bertanya-tanya. Akan tetapi, dari beberapa bacaan saya tentang kiat yang dilakukan penulis senior untuk menjaga konsisten mereka dalam menulis, saya akan menjawab sekadarnya saja.

Sependek pengetahuan dan pengamatan saya, kenapa penulis masyur bisa tetap menjaga konsistensi mereka dalam menulis itu dikarenakan mereka tak malu untuk terus belajar. Mereka tak segan belajar dari penulis lain yang mungkin  lebih muda dari meraka. Mereka haus dan tak pernah puas dalam belajar tetang kepenulisan. 

Saya pikir, kunci dari konsisten dalam menulis adalah " Tak pernah puas dan terus belajar'. Kenapa demikian? Kalau ada perasaan dalam diri untuk ingin tahu dan terus belajar maka dengan sendiri timbul konsistensi dalam hal apapun termasuk dalam menulis.

Nah, barangkali  sekian saja saja unek-unek  tak penting saya tentang kepenulisan. Bagi saya konsistensi dalam menulis bukan sesuatu yang tiba-tiba begitu saja muncul, ia bukan seperti sulap yang ketika kita mengucap "Adakadabra" sekita itu juga terkabulkan. 

Akan tetapi ia harus ditumbuhkan. Dengan cara terus berlatih, belajar ilmu kepenulisan dan jangan pernah merasa puas.  Dan yang terakhir mengenai kebuntuan dalam menulis saya pikir itu merupakan hal yang wajar. Namun itu  bisa diatasi seorang penulis dengan melakukan aktivitas seperti  dilakukan penulis senior yang sudah saya tuliskan di atas, seperti menonton, ke pantai, membaca dan berbagai aktivitas lainnya agar bisa mendatangkan ide  atau merangsang ide muncul dalam kepala. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun