Nezar Patria, wartawan senior dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi The Jakarta Post dalam sebuah tulisannya di FB mengatakan kekagumannya terhadap A.S Laksana (esais dan penulis fiksi), dan ia pun tak segan mengikuti kelas menulis yg diadakan A.S Laksana untuk memperdalam ilmu kepenulisan.
Pun, dengan Dr. Abdul Gafar Karim (dosen UGM), ia juga pernah dalam sebuah tulisannya di FB mengatakan bahwa ia harus belajar lagi ilmu kepenulisan kepada Iqbal Aji Daryono (Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.) agar tulisannya renyah dan dibaca semua kalangan, tak hanya akademisi.
Dari beberapa pengakuan penulis senior saya yang tulis di atas, saya dengan mantap percaya bahwa kebuntuan dalam menulis pernah dialami oleh penulis yang sudah profesional. Dan mereka juga tak segan mengakui bahwa meraka pun terus belajar mengasah ilmu kepenulisan terhadap penulis lain.
Jadi untuk penulis pemula, seperti saya, jangan berkecil hati, merasa hanya kita yang mengalami kebuntuan dalam menulis. Tetap semangat dan konsisten menulis.Â
Lalu bagaimana, sih, kiat  untuk mengatasi writer's block dan bagaimana cara supaya konsisten dalam menulis?
Kalau saya ditanya kiat untuk mengatasi kebuntuan ide, saya tak bisa jawab. Lha, saya saja bingung bagaimana mendatangkan ide, Hehe..
Tapi, tenang. Saya bisa sedikit memberi kiat-kiat berdasarkan pengalaman yang dialami Dee Lestari maupun Tjak S Parlan. Begini kiatnya:
Dewi lestari atau yang bisa disapa Dee Lestari mengatakan bahwa ketika ia mengalami kebuntuan dalam menulis sebuah novel, ia ke kamar mandi lalu memutar shower kemudian mengguyur kepalanya. Unik, ya. Tapi, bagi Dee Lestari itu dilakukannya dan berhasil mengatasi kebuntuannya dalam menulis.
Kalau Tjak S Parlan,  ia mengatakan bahwa  ia biasa ke pantai,  ke kafe memesan kopi, bersepeda; atau pergi ke sebuah toko buku tua, itu semua dilakukan untuk memantik ide dalam kepala, tetapi kesemua aktivitas yang dilakukannya itu belum memecahkan kebuntuan dalam kepala. Lalu ia melakukan kebiasaan lamanya yaitu dengan menonton film. Katanya film Good Moorning (1959) yang ditontonnya itu membuat ia akhirnya kembali menemukan ide untuk menulis.
Hatta, bagaimana supaya tetap konsisten dalam menulis? Nah, hal ini yang saya juga ikut bertanya-tanya. Akan tetapi, dari beberapa bacaan saya tentang kiat yang dilakukan penulis senior untuk menjaga konsisten mereka dalam menulis, saya akan menjawab sekadarnya saja.
Sependek pengetahuan dan pengamatan saya, kenapa penulis masyur bisa tetap menjaga konsistensi mereka dalam menulis itu dikarenakan mereka tak malu untuk terus belajar. Mereka tak segan belajar dari penulis lain yang mungkin  lebih muda dari meraka. Mereka haus dan tak pernah puas dalam belajar tetang kepenulisan.Â
Saya pikir, kunci dari konsisten dalam menulis adalah " Tak pernah puas dan terus belajar'. Kenapa demikian? Kalau ada perasaan dalam diri untuk ingin tahu dan terus belajar maka dengan sendiri timbul konsistensi dalam hal apapun termasuk dalam menulis.
Nah, barangkali  sekian saja saja unek-unek  tak penting saya tentang kepenulisan. Bagi saya konsistensi dalam menulis bukan sesuatu yang tiba-tiba begitu saja muncul, ia bukan seperti sulap yang ketika kita mengucap "Adakadabra" sekita itu juga terkabulkan.Â