Amangbtao ite re pusaka ba suma bengku ru sapada, bo e rua ite jadi ata dike selama- lama
Kata-kata di atas, merupakan nyanyian yang dilantunkan petani di daerahku apabila hendak pergi berkebun. Setiap entak langkah kaki menuju kebun atau sawah, dari mulut petani terdengar lantunan kata-kata tersebut.
***
Amangbtao ite re pusaka ba suma bengku ru sapada bo e rua ite jadi ata dike selama lama.
Yang artinya: Orang tua berikan kita pusaka hanya dua, yaitu cangkul dan parang, besok atau lusa (ke depannya) kita akan jadi orang baik.
Ada salah satu orang tua di kampung yang saya temui bercerita bahwa. Dulu, di masa mereka, kata-kata tersebut merupakan nyanyian penyemangat bagi petani.
Ketika berangkat berkebun, sedang memotong rumput pengganggu, mencangkul atau menanam, lagu itu dinyanyikan.
Ia mengatakan, Generasi di Era mereka, pertanian dan bertani merupakan sumber hidup dan merupakan pekerjaan utama bagi pemuda-pemudi maupun orang tua.
Namun, sekarang kebanyakan petani di sini, sudah menjual tanah (sawah)mereka. Entah kenapa? Sehingga tak banyak yang bekerja lagi menjadi petani. Pun pemuda-pemudi mulai enggan menjadi petani.
Ya, maklum saja, anak-anak muda sekarang tak banyak yang mau menjadi petani, maunya jadi ASN. Sebab pekerjaan ASN lebih menjamin kehidupannya kelak di masa tua.
Kami orang tua, tak menyalahkan pilihan meraka (Anak-anak kami). Kami menginginkan yang terbaik untuk meraka, kami bekerja sebagai petani untuk menyekolahkan mereka, agar kelak mereka menjadi orang sukses, tidak seperti kami yang hanya petani. Ucapnya polos
Saya membatin, betul apa yang ia katakan, dulu di tempat kami banyak terdapat kebun, sawah, tapi sekarang tanah kebun, sawah kebanyakan sudah dijual ke orang pendatang, sehingga sekarang banyak bangunan perumahan.