Mohon tunggu...
Ade T Bakri
Ade T Bakri Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka kopi

Adenyazdi.art.blog

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Masa Kelam Demokrasi

1 September 2020   20:29 Diperbarui: 5 September 2020   14:29 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:baliexpress.jawapos.com

Orang-orang di sini kebanyakan tak begitu peduli dengan pemerintah. Walaupun berada dalam wilayah pemerintah sebuah negara.

Mereka hanya tahu nama Presiden, Negara kita Indonesia. Bawahan presiden (menteri) tak begitu mereka tahu, Karena pada waktu itu bawahannya selalu berubah-ubah (diganti).

Di masa itu (orde Baru) bawahan Presiden paling diingat adalah materi penerangan Harmoko (bukan nama sebenarnya). Orang-orang di sini sering menyebut kepanjangan namanya dengan kata sindiran seperti "Hari-hari omong kosong". Ia seperti penerang untuk atasannya

Hampir seluruh wilayah Indonesia sudah ia kunjungi. Ia pernah berkunjung ke sini. Seperti juga dengan wilayah yang lain,  

Tapi, Ia tak selalu kesini, ia hanya ke sini kalau memasuki momen PilPres, tujuannya untuk berkampanye. Ia akan berorasi panjang lebar tentang keberhasilan tuannya.

Katanya. Kemakmuran. Keadilan. Akan terwujud apalagi tuannya kembali terpilih.

Orang-orang sebenarnya sudah bosan, dikarenakan, kata-kata itu sudah sering didengar. 

Ia berdiri di atas mobil panser, berbaju kuning di dampingi kelompoknya yang juga berbaju kuning, berkonvoi mengelilingi kota dan desa-desa disini. Sambil berorasi, berkomat-kamit tak jelas. Orang-orang banyak yang ikut berkonvoi, mereka hanya menyukai keramaian. 

Banyak orang tak mengerti apa yang dibicarakan Harmoko. Mereka hanya suka keramaian, atau di berikan baju gratis. Orang-orang hanya menyukai hiburan atau keramaian dalam sebuah perkumpulan, sebab itu merupakan hiburan bagi orang-orang. 

Pada masa itu, Partai Harmoko adalah partai penguasa. Bertahun-tahun partai itu selalu memenangkan pemilu. Walaupun ada partai lain. Partai-partai itu, seolah hanya pelengkap, agar terlihat bahwa sistem negara ini demokratis. 

Pemilihan umum hanya sekedar seremoni, karena sudah bisa ditebak, siapa yang akan memenangkan pemilihan umum. 

Setiap orang-orang yang ada dalam pemerintahan, seperti aparatur sipil negara (ASN) pasti akan memilih partainya Harmoko. 

Orang-orang di sini heran, mengapa mesti ada kampanye, kalau toh akhirnya yang menang adalah partai Harmoko? 

Sialnya. Pada masa itu orang-orang wajib mengikuti Pemilu. Tak boleh ada penolakan. Kalau menolak, orang-orang akan dipenjara. Walaupun misalkan orang itu sakit, ia tetap harus memilih.

Kotak suara akan diantar ke rumah-rumah orang yang sakit, kalau ia tidak ke tempat pemungutan suara (TPS). 

Pada masa itu, orang-orang tak banyak berbicara mengenai pemerintah. Orang-orang banyak yang takut. Misalkan ada orang yang berbicara tentang kejelekan Presiden atau Pemerintah. Serdadu-serdadu  akan membawanya pergi entah kemana. Orang-orang takut ketika dibawa pergi, karena yang dibawa pergi itu, tak pernah pulang-pulang. 

Orang-orang di sini menjalani hidup sebagai mana adanya. Tak banyak bicara tentang pemerintah atau negara. Orang-orang tak tahu bahwa sistem pemerintahan kita adalah Demokrasi pancasila. Seandainya mereka tahu pun, mereka tak bisa berbuat apa-apa. 

Demi menjaga eksistensi pancasila dan NKRI, anak-anak sekolah selalu di beri pelajaran moral pancasila (PMP) dan juga pelajar tentang pedoman pengamalan dan penghayatan pancasila (P4), diajarkan juga tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Tapi tak banyak yang mengerti maknanya, sebab mereka hanya menghafalnya. Misalkan pancasila, anak-anak hanya menghafalkannya pada saat upacara bendera, itulah mengapa Pancasila tak begitu tertanam dalam hati. 

Orang-orang tak tahu mengapa presiden yang sama tetap terpilih hingga 31 tahun. 

Pada akhirnya, hanya sebagian yang tahu bahwa ia akhirnya diturunkan oleh aksi Mahasiswa dan masyarakat

Kini, orang-orang menyebut nya bapak pembangunan. Sebagian orang yang tak hidup di masa itu, menginginkan kembali sosok seperti beliau.
Mereka mengatakan enak hidup di masa itu. Padahal mereka tak hidup di masa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun