Pemilihan umum hanya sekedar seremoni, karena sudah bisa ditebak, siapa yang akan memenangkan pemilihan umum.Â
Setiap orang-orang yang ada dalam pemerintahan, seperti aparatur sipil negara (ASN) pasti akan memilih partainya Harmoko.Â
Orang-orang di sini heran, mengapa mesti ada kampanye, kalau toh akhirnya yang menang adalah partai Harmoko?Â
Sialnya. Pada masa itu orang-orang wajib mengikuti Pemilu. Tak boleh ada penolakan. Kalau menolak, orang-orang akan dipenjara. Walaupun misalkan orang itu sakit, ia tetap harus memilih.
Kotak suara akan diantar ke rumah-rumah orang yang sakit, kalau ia tidak ke tempat pemungutan suara (TPS).Â
Pada masa itu, orang-orang tak banyak berbicara mengenai pemerintah. Orang-orang banyak yang takut. Misalkan ada orang yang berbicara tentang kejelekan Presiden atau Pemerintah. Serdadu-serdadu  akan membawanya pergi entah kemana. Orang-orang takut ketika dibawa pergi, karena yang dibawa pergi itu, tak pernah pulang-pulang.Â
Orang-orang di sini menjalani hidup sebagai mana adanya. Tak banyak bicara tentang pemerintah atau negara. Orang-orang tak tahu bahwa sistem pemerintahan kita adalah Demokrasi pancasila. Seandainya mereka tahu pun, mereka tak bisa berbuat apa-apa.Â
Demi menjaga eksistensi pancasila dan NKRI, anak-anak sekolah selalu di beri pelajaran moral pancasila (PMP) dan juga pelajar tentang pedoman pengamalan dan penghayatan pancasila (P4), diajarkan juga tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Tapi tak banyak yang mengerti maknanya, sebab mereka hanya menghafalnya. Misalkan pancasila, anak-anak hanya menghafalkannya pada saat upacara bendera, itulah mengapa Pancasila tak begitu tertanam dalam hati.Â
Orang-orang tak tahu mengapa presiden yang sama tetap terpilih hingga 31 tahun.Â
Pada akhirnya, hanya sebagian yang tahu bahwa ia akhirnya diturunkan oleh aksi Mahasiswa dan masyarakat