Berbagai dukungan diberikan masyarakat Indonesia dan dunia kepada keluarga dan kerabat Munir. Seruan untuk segera menemukan dalang dibalik kematian misterius aktifis HAM ini juga terus mengalir. Berbagai penghargaan juga didapatkan Munir dan istrinya atas apa yang telah mereka perjuangkan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Suciawati untuk bertemu dengan beberapa anggota Kongres Amerika Serikat serta perwakilan Pemerintah Amerika Serikat. Sebelumnya, sebanyak 68 Kongres Amerika Serikat mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir
Di Indonesia sendiri, kasus Munir juga terus diusut. Hingga pada 19 Maret 2005 Pollycarpus seorang pilot pesawat dinyatakan bersalah karena diduga menjadi actor yang meletakkan racun ke dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi Munir. Majelis hakim memvonus Polly dengan hukuman penjara 14 tahun meskipun Penuntut Umum di Pengadilan Negri Jakarta Pusat menuntut Pollycarpus dengan hukuman seumur hidup. Sementara Indra Setiawan, Direktur Utama PT.Garuda Indonesia dijatuhi vonis hukuman penjara 1 tahun.
Kasus pembunuhan yang menimpa Munir telah melanggar 2 instrumen hukum yang ada di Indonesia. Pertama, Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya". Dan kedua, Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan menngkatkan taraf hidupnya". Kedua pasal tersebt membuktikan bahwa pembunuhan Munir telah melanggar hukum Indonesia.
Dalam kancah internasional, kasus Munir juga telah melanggar perjanjian internasional International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi "Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hokum. Tidak seorangpun dapat diramaps hak hidupnya secara sewenang-wenang". Berdasarkan poin tersebut, terdapat alasan yang kuat untuk kasus Munir diselesaikan dengan melibatkan masyarakat internasional khususnya negara-negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dalam studi Hubungan Internasional, manusia sebagai individu memiliki kebebasan dalam berbagai aspek. Kebebasan berpendapat, kebebasan untuk hidup, kebebasan untuk memilih dan menentukan nasib sendiri serta kebebasan dari segala tekanan dan ancaman. Selain itu, setiap manusia yang telah menjadi warga negara tertentu memiliki hak perlindungan dan keadilan di depan hukum oleh negaranya.
Berdasarkan teori liberalisme, manusia pada hakikatnya memiliki kebebasan tersebut dan memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan di negaranya secara khusus dan di dunia secara umum.
Munir sebagai warga negara Indonesia memiliki kebebasan berpendapat, kebebasan dari segala ancaman yang mengintimidasinya akibat dari perbuatannya yang memperjuangkan hak asasi manusia sebagai aktifis dan memiliki hak mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum. Indonesia sebagai negara demokrasi dan negara hukum memiliki tanggung jawab dan keadilan penuh untuk menuntaskan kasus Munir agar kasus-kasus lainnya tidak terjadi lagi dan menghukum pelaku kejahatan tersebut. Indonesia harus menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di negaranya agar tidak lagi mendapat kecaman dari negara lain.
Kasus munir yang merupakan bagian dari pelanggaran HAM karena telah merenggut hak hidup Munir. Oleh karenanya, apabila Indonesia tidak mampu menyelesaikan persoalan kasus ini, dunia dapat mengecam Indonesia dan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional. Kasus pembunuhan Munir telah dibahas dalam forum internasional. Setelah Uni Eropa, anggota Kongres AS serta Australia, dukungan internasional juga dating dari Kanada. Pemerintah Kanada membawa isu Munir dalam pertemuan Antara Kanada dan Indonesia di Vancouver, 28-29 Mei 2007 (KASUM, 2007).
Banyak pihak khususnya yang berasal dari non government menilai bahwa Indonesia tidak mampu menyelesaikan kasus pembunuhan Munir. Keluarga dan kerabat berusaha melakukan pendekatan internasional untuk menyelesaikan kasus Munir. Upaya hukum yang bisa ditempuh secara internasional adalah melalui mekanisme hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui Charter based mechanism dan treaty based mechanism serta melalui mekanisme peradilan HAM.
Upaya penyelesaian kasus Munir melalui hukum internasional yaitu melalui mekanisme HAM PBB charter based mechanism melalui dewan HAM. Melalui charter based mechanism dewan HAM dapat melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia serta menugaskan ahli tertentu untuk mengusut kasus. Selain itu, melalui masyarakat pun bisa ditempuh dengan mengajukan kasus pelanggaran hak asasi manusia Munir dipantau oleh dewan HAM dengan menggunakan lembaga international non government.
Kasus pembunuhan Munir Said Thalib hingga saat ini masih menjadi misteri dan belum menemukan titik terang. Pemerintah masih belum atau tidak mau mengungkapkan siapa dalang dibalik pembunuhan berencana ini. Kasus Munir adalah satu dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM yang hingga saat ini masih belum terselesaikan. Indonesia sebagai negara penjunjung tunggi hak asasi manusia memiliki tugas besar untuk menyelesaikan segala persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini.