Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kenaikan PPN dan Pengaruhnya terhadap Daya Beli Masyarakat

4 April 2022   16:02 Diperbarui: 6 April 2022   08:52 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pajak. (sumbe: SHUTTERSTOCK/DOODLIA via kompas.com)

Sebelum pandemi terjadi, yaitu sebelum tahun 2020 silam, temanku mengungkapkan bahwa dia paling kesal jika pergi ke rumah makan lalu pelayan rumah makannya ternyata tidak ramah, judes, atau tidak menghargai pembeli. 

Jika sudah bertemu dengan pelayan rumah makan seperti ini, maka temanku tidak segan untuk menegurnya langsung di tempat.

"Mbak, maaf ya. Saya makan disini itu sudah ditagih pajak service pelayanan loh, dan itu besarnya sebesar 5% dari total harga yang saya bayar untuk semua pesanan makanan saya. Artinya, mbak nggak berhak untuk tidak berlaku tidak sopan, atau kurang ajar atau tidak menyenangkan saya sebagai pembeli."

Waktu mendengar pengakuan temanku ini, aku sedikit termenung sebenarnya. Kesan pertama, "aih, begitukah?". Tapi, setelah didiskusikan lebih lanjut, akhirnya aku paham.

Benar juga ya, jika kita memang diminta untuk memberi bayaran lebih terkait dengan service yang seharusnya bisa kita dapatkan gratis sebagai pembeli, artinya kita bisa menuntut lebih  terhadap realisasi service yang semestinya.

Sudah kewajiban penjual untuk melayani pembeli dengan baik. Nah, ketika layanan ini dihargai dengan nilai uang tertentu berupa pajak, berarti kewajiban itu menjadi mutlak harus terjadi dan jika tidak terjadi, kita sebagai pembeli berhak untuk protes (atau bahkan menuntut? Ah, terlalu jauh ya jika ada kata menuntut). 

Lah iya dong, sesuatu yang kita peroleh gratis, namanya juga gratis, jika diperoleh Alhamdulillah, jika tidak diperoleh ya tidak mengapa.

Tapi ketika sesuatu itu ada bayarannya, masa iya jika tidak diperoleh kita legowo sih? Ya nggak bisa gitu. Kan ini bukan perilaku bersedekah. 

Itu yang diyakinkan oleh temanku padaku. Hehehe, dan akhirnya aku setuju sih. 

Bisa jadi, karena semakin tersosialisasi pendapat bahwa kita berhak untuk mendapatkan service yang baik akibat dari adanya pajak service tersebut, mungkin semakin banyak orang yang berani untuk mengajukan protes jika tidak dilayani dengan baik. 

Ya iya dong, masa sudah ditarik pajak service tapi tetap dijudesin dan dicuekin sih? Nah, sekarang, sepertinya mulai banyak juga rumah makan yang perlahan mengubah strategi mereka.  

Jadi, pajak servicenya dihilangkan. Digratisin aja lah buat pelanggan mereka. Sebagai gantinya, harga barangnya saja yang langsung dinaikin. Urusan membayar pajak service itu urusan dapur pemilik rumah makan, yang tidak perlu diketahui oleh pembeli.

Lagipula, selama pandemi ini, rumah makan banyak yang mem-PHK-kan karyawannya, sehingga 1 orang karyawan sering kali harus melakukan beberapa pekerjaan dan menangani beberapa orang pelanggan dalam sekali waktu. Wah. Bisa banjir protes jika hal ini terjadi. 

Bentuk penyesuaiannya seperti ini nih: (lihat foto di bawah).

foto milik pribadi, lihat poin tax di bawah harga)
foto milik pribadi, lihat poin tax di bawah harga)

PPN 11 Persen Diberlakukan Per 1 April 2022

Pemerintah memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen mulai 1 April 2022. Ketentuan ini mengacu Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Di dalam Pasal 7 UU HPP disebutkan besaran PPN per 1 April 2022 adalah sebesar 11 persen. 

Kebetulan, aku belum sempat belanja sih sejak tanggal 1 April kemarin. Hehe. Mungkin karena memasuki bulan Ramadhan, jadi kebutuhan memasak di rumahku sedikit terkendali. 

Di samping itu, masih ada beberapa stok makanan di rumahku. Alhamdulillah. Aku menjalankan trik, tidak mau masak sebelum lauknya habis, karena aku nggak mau di dalam kulkas menunpuk makanan sisa yang sedikit kualitasnya tapi jumlahnya di banyak wadah. 

Seperti misalnya 1 buah tahu di mangkuk kecil, 2 buah tempe di mangkok kecil yang lain, sisa sop wortel semangkok kecil yang lain, dan sisa tumis toge di mangkok kecil lainnya lagi. 

Aku nggak mau ada penumpukan makanan sisa di dalam kulkas. Jadilah akhirnya sisa lauk sahur, akan menjadi menu makanan di waktu berbuka puasa. Sepertinya, ini yang membuat kegiatan memasak di rumahku jadi berkurang.

Tapi, aku masih menyimpan sisa struk pembelian barang ketika masih jamannya PPN 10 persen. Seperti ini nih:

nah ini contok struk dengan PPN 10 persen dari total pembelian barang (dokpri)
nah ini contok struk dengan PPN 10 persen dari total pembelian barang (dokpri)

Nah, dengan keluarnya peraturan kenaikan PPN menjadi 11 persen, otomatis kelak jika kita berbelanja maka harga yang harus dibayar akan bertambah sebesar 11 persen sebagai jumlah tambahan PPN yang terjadi.

Jadi, kebayang nggak sih makin malas aja buat beli jajanan, atau barang-barang keperluan lain. Sudahlah di bulan Maret 2022 harga Minyak goreng naik harganya (terakhir, adikku bercerita bahwa harga minyak goreng Sunco di tempatnya adalah sebesar Rp52.00- yang isi kemasan 2 liter. 

Wow.

Kemarin anakku sempat ingin membeli goreng buat buka puasa, dan harganya sekarang menjadi Rp1500 per satuannya. 

Padahal di rumah anggota keluarga ada 6 orang, jadi jika membeli gorengan 6 potong saja, harga yang harus dibayarkan menjadi Rp9000. Padahal nggak mungkin juga kan kita beli cuma 9 potong. Paling nggak tahu isi 6, bakwan 6 jadi 12 buah. Dan harga yang harus dibayarkan menjadi Rp18.000. 

Oke. Harus mikir-mikir buat rajin beli jajanan buat bukaan di luar rumah sepertinya.

Lalu sekarang, datang lagi beban baru dari pemerintah, berupa kenaikan PPN sebesar 11 persen.

Ah. Sudah terbayang kenaikan harga-harga sepatu, baju, aksesoris, aneka macam jajanan, pulsa, sewa internet, dan sebagainya.

Eh. Tapi kabar baiknya adalah, ternyata PPN 11 persen ini tidak berlaku untuk produk yang diimport dari luar negeri. 

Mungkin pemerintah menyangkan barang yang dimport itu pasti barang mahal jadi hanya sebagian kecil saja golongan masyarakat yang bisa membelinya. Yang pemerintah belum sadari adalah, barang-barang yang diimport dari China yang beredar di market place Shoppe itu, ternyata bukan hanya barang mewah.

 Tapi barang pritilan kecil yang harganya murah gila. Kipas lebar, jika aku bei barang yang sama dengan lokasi tertulis di dalama negeri, harganya adalah Rp100.000. 

Ketika lokasi penjualnya tertulis luar negeri, harganya hanya RP25.000. Dan bonus free ongkir pula, cuma sistem P.O jadi baru sampai 14 hari kemudian setelah kita melunasi pembelian. 

Ah, tak mengapa. Aku termasuk orang yang sabar agar bisa mendapatkan sedikit kelonggaran. Kan yang penting bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan, jadi tak mengapa jika harus menunggu. 

Dan ini berlaku untuk banyak sekali hal. Aku pernah membeli koleksi figurine Harry Potter untuk hadiah anakku yang berulang tahun. Jika membeli di dalam negeri seperti di mall atau pasar, harganya mencapai Rp75.000 satuannya. Eh, beli di market place yang dibandrol dengan harga $1,5 saja. 

Jadi jika anggap saja nilai tukar dolar ke rupiah sebesar Rp15.000, maka harga figurine ini menjadi cuma Rp22.500 saja. Murah banget kan? Sama ongkir cuma kena Rp25.000. Jadi total aku bayar seharga Rp47.500 untuk barang yang dijual dengan harga Rp75.000 di mal-mal. BTW, harga Rp75.000 ini sebelum kenaikan harga PPN 11 persen ya. 

Asyik, aman nih buat berbelanja meski PPN 11 persen diberlakukan. 

Eh tapi, kata Presiden kita jangan terlalu sering beli barang produk impor ya? 

Ya ... gimana dong? Dilema ini, antara keinginan untuk membantu pemerintah dan keinginan untuk membantu menyelamatkan isi dompet pribadi dakuh. Pingin sih membantu UMKM di Indonesia agar tetap berjaya tapi... ekonomiku kan juga perlu diperhatikan. Iya nggak sih? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun