Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kreativitas Ibu-ibu di Dapur dengan atau Tanpa Minyak Goreng

21 Maret 2022   22:48 Diperbarui: 23 Maret 2022   17:15 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenaikan harga minyak goreng di tanggal 16 maret dan 21 maret 2022. Credit foto: SP2KP

Setelah HET MInyak Goreng dicabut tanggal 16 Maret kemarin dan ada pengaturan ulang harga minyak goreng curah, apa yang terjadi dengan minyak goreng yang langka sebelumnya? 

Ternyata, minyak goreng kemasan jumlahnya melimpah di supermarket, minimarket, dan pasar. Hanya saja, harganya luar biasa mahal.

Lalu apakah jumlah antrian para ibu untuk mendapatkan minyak menjadi berkurang? Ternyata tidak, sodara-sodara. 

Jika sebelumnya antrian panjang ibu-ibu guna mendapatkan minyak kemasan dengan harga yang diberi batasan harga eceran tertinggi alias HET sebesar Rp28.000 untuk yang kemasan 2 liter; sekarang setelah HET Minyak Goreng dicabut, harga minyak goreng kemasan menjadi dua kali lipat harganya. 

Berkisar di angka termurah (yang aku lihat di Shoppee dan toko penjualnya bukan toko penipu ya) harga termurahnya Rp45.000. Yang lebih mahal dari harga ini banyak. 

Termahal ada yang menjual Bimoli dengan harga Rp98.000. Entahlah apa ada yang nekad membeli dengan harga setinggi itu. Jika pun ada, sepertinya pembeli ini sudah putus asa. Hehehe.

Memang demikian harga jika dilepas di pasar. Produsen mematok harga dengan uji coba harga. Lalu lihat perkembangan pasar. Apakah ada yang membeli dengan harga sebesar itu. Jika ternyata banyak, lalu dinaikin sedikit, jika ternyata masih juga banyak yang membelinya, dinaikin lagi sedikit. 

Begitu saja terus. Tapi jika sepi peminat, maka harga diturunkan sedikit. Jika masih juga sepi peminat, maka harga diturunin lagi sedikit. 

Begitu saja terus sampai tercapai titik temu dimana harga bisa disepakati antara pemneli dan penjual. Inilah yang terjadi setelah HET minyak goreng dicabut dan harga diserahkan pada mekanisme pasar. 

Aku tidak tahu gejolak harga pasar minyak goreng tersebut seperti apa. Aku hanya ibu-ibu yang rajin memantau perubahan harga di marketplace Shoppee karena kebetulan aku punya sedikit dana di Shoppe pay. 

Hasil duit yang dibalikin gara-gara pesanan minyak goreng kemarin ditolak-tolakin dengan alasan minyaknya habis. Hehehe. 

Tapi, pas aku intip data yang terjadi di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, terlihat sih bahwa ada kenaikan harga yang cukup signifikan sejak HET Minyak goreng dicabut oleh pemerintah, dalam hal lewat Menperindag.

Kenaikan harga minyak goreng di tanggal 16 maret dan 21 maret 2022. Credit foto: SP2KP
Kenaikan harga minyak goreng di tanggal 16 maret dan 21 maret 2022. Credit foto: SP2KP

Aku dan seorang teman sempat ngobrol karena merasa masygul juga memikirkan bagaimana nasib rumah tangga ekonomi kecil yang entahlah apakah mereka mampu membeli minyak dengan harga yang sedemikian tinggi. Lima puluh ribu, cuy, itu kan bukan harga yang murah ya?

Ternyata, hasil melihat media sosial, aku mendapati bahwa ternyata ibu-ibu yang sadar diri tidak punya kemampuan untuk membeli minyak goreng kemasan, beralih jadi memburu minyak goreng curah.

Apa itu minyak goreng curah?

Mengutip dari Permendag Nomor 6 Tahun 2022, minyak goreng curah adalah minyak goreng sawit yang dijual kepada konsumen dalam kondisi tidak dikemas dan tidak memiliki label atau merek. Sementara itu, minyak goreng kemasan sederhana adalah minyak goreng sawit yang dikemas dengan kemasan lebih ekonomis.

Nah, sekarang, antrian untuk mendapatkan minyak curah yang gantian yang lumayan panjang. Eh, nggak sepanjang mengular seperti antrian minyak goreng kemasan kemarin sih. Tapi mayan lah.

Tapi, tidak semua orang suka menggunakan minyak goreng curah. Kenapa? Kalau kata pedagang gorengan sih mereka tidak suka pakai minyak curah karena gorengan mereka jadi berubah rasanya. 

Dan juga minyak cepat menghitam, dan itu mempengaruhi penampilan dan rasa makanan yang digoreng di dalamnya. Jadi akhirnya malah nggak laku makanannya. 

Kualitas minyak goreng curah memang tidak sebaik minyak goreng kemasan sih. Kata orang-orang sih karena minyak goreng curah itu tidak melalui proses penyaringan yang beberapa kali. 

Entahlah.

Tapi, tetanggaku suatu hari yang lalu pernah datang padaku.

"Bu Ade, kata tukang sampah ibu suka ngebuang minyak goreng yang sudah dipakai dan dianggap sudah rusak dalam kantong plastik di tempat sampah. Benar bu?"

"Iya. Kenapa memangnya bu?"

"Iya, saya minta ke tukang sampah, nggak dikasi sama tukang sampah. Nah, saya mau minta langsung aja ke ibu. Kalau minyak bekas ibu pakai, jangan dibuang ke tempat sampah bu. Saya mau nampungnya. Saya bisa nyaring minyak itu biar bersih lagi, jadi bisa saya pakai sendiri lagi. Lumayan bu daripada saya beli minyak."

Nah, minyak curah itu sama nggak sih dengan minyak daur ulang? Ibu aku bertanya beneran nih, karena tidak tahu.

Waktu aku kecil dulu, ibu pernah mengajariku cara mendaur ulang minyak bekas pakai. Yaitu, minyak disaring dulu dengan kain agar serbuk-serbuk gosong bekas gorengan tersaring. Setelah minyak lebih bersih, lalu dipanaskan. 

Nah, setelah panas masukkan kepalan keras nasi putih ke dalamnya layaknya sedang menggoreng ubi. Nanti, (maaf) tai-tai minyak yang berwarna hitam berlendir akan melekat di tubuh kepalan nasi putih ini. 

Nah, diangkat deh. Lalu masukkan kepalan nasi lagi. Begitu seterusnya hingga akhirnya kepalan nasi yang dimasukkan bersih tidak menyerap "tai minyak" lagi. 

Ketika tetanggaku meminta minyak bekas pakai padaku, aku langsung ingat cara mendaur ulang minyak goreng bekas pakai yang diajarikan ibuku ketika aku kecil dulu. 

Minyak goreng daur ulang ini, berbahaya sekali. Amat sangat berbahaya. Karena meski penampilannya seperti bersih tapi kandungannya sudah banyak senyawa karsinogeniknya. Yaitu zat atau senyawa yang bisa menyebabkan kanker.

Selain tidak baik untuk jantung dan usus halus, minyak goreng daur ulang mengandung kandungan radikal bebas akibat pemanasan minyak goreng berulang dapat menyerang sel sehat dan memicu pertumbuhan sel kanker. 

Itu sebabnya di rumah, aku berusaha minyak goreng yang dipakai, tidak boleh lebih dari 3 kali saja dipakainya. Tentu saja minyak bekas tak terpakainya jadi lumayan banyak. Ini yang diminta oleh tetanggaku.

Tentu saja aku menolak permintaan tetanggaku ini. Bukan karena aku pelit, tapi karena aku tidak mau dia dan keluarganya menderita sakit jantung, gangguan usus, atau bahkan kanker. 

Selain kasihan dengan keluarganya jika sampai sakit karena memakai minyak goreng daur ulang, juga kasihan dengan BPJS yang pasti harus meng-cover biaya pengobatan nantinya. 

Kreativitas ibu-ibu di dapur dengan atau tanpa minyak goreng

Yang lagi viral nih saat ini, adalah ketika Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, memberi komentar tentang antrian ibu-ibu yang mengantri minyak goreng. 


Aku jadi mengingat-ingat, dan berdiskusi dengan keluargaku, makanan yang digoreng dan direbus atau dikukus mana yang lebih banyak? 

Tempe goreng, ayam goreng, empat goreng, sate usus (meski namanya sate usus tapi sebenarnya digoreng), donat, panada, pempek, tempe mendoan, tahu slawi, batagor, bakwan alias bala-bala, perkedel, kerupuk, keripik, ikan gurame terbang, sop gurame (dimana ikannya digoreng dulu sebelum dimasukkan ke dalam sop), soto (yang selalu ada bawang goreng).

Wah, banyak ternyata. Dan selalu ada unsur gorengannya.

Yang tidak digoreng itu .. somay (tapi bumbu kacangnya kan kacangnya digoreng), dimsum, tekwan (tapi nggak enak jika tidak ada bawang merah goreng atau bawang putih goreng yang ditabur di atasnya), lalu ... apa lagi? 

Soto-sotoan itu, kebanyakan bumbunya ditumis dulu biar wangi dan itu menggunakan minyak goreng. Begitu juga dengan sop-sop-an. Gulai juga demikian, bumbunya biar enak dan tidak cepat basi, triknya harus ditumis dulu dengan minyak goreng.

Oh.... dibakar. Sate ayam dan sate kambing. Tapi... bumbu kacangnya kan diperoleh dengan cara menggoreng kacang. Lalu ketika dihidangkan ditaburi bawang goreng biar cantik dan harumnya makin menggugah selera. Mungkin udang bakar madu. 

Eh... tapi udang bakar itu, dan rata-rata sebagian olahan seafood, rahasia enaknya itu karena mereka digoreng dulu sebentar baru dibakar. 

Karena tekstur seafood itu lembut dan tulang belakang tubuh mereka sering tidak ada atau bahkan lembut, jadi mau tidak mau harus digoreng dulu sebentar agar ketika dibakar atau dipanggang tidak hancur atau rusak bentuknya.

Wah.Kurang kreatif apa coba ibu-ibu di dapur? Mereka kreatif sekali. Mereka tahu bagaimana cara menyiasati agar masakan tidak mudah hancur; mereka juga tahu bagaimana caranya agar masakan sederhana jadi menggiurkan dan mengundang selera dengan memanfaatkan harum masakannya. 

Dan jangan lupa, ibu-ibu selalu kreatif ketika sudah menerima uang belanja dari suami agar bisa cukup memberi makan sekeluarga bukan hanya untuk hari ini tapi juga beberapa hari ke depan.

Aku ingat ibuku rahimahulllah. Di rumahku dulu, selain kami, suami dan 5 anaknya, juga ada beberapa orang paman dan tante, serta beberapa orang uwak yang ikut tinggal bersama-sama dalam satu rumah. Sementara yang mencari uang hanya ayahku seorang. 

Jadilah ibuku memasak selalu dalam porsi super duper jumbo. Aku ingat ketika kami semua, sebagai orang Palembang merindukan makan pempek dengan cukanya. 

Ibu membeli terigu, diberi irisan bawang merah yang banyak, garam, lalu mencampurnya dengan sedikit minyak goreng, beri sagu, dipulun jadi pempek terigu. Dimakan dengan cuka. 

Amboy nikmatnya, dikudap ramai-ramai. Serasa makan pempek ikan tenggiri asli Palembang saja rasanya. Atau bikin pempek dos, yaitu pempek yang sama sekali tidak menggunakan ikan tapi bisa tampil layaknya pempek kapal selam berbahan dasar ikan saja. 

Sesungguhnya, banyak ibu-ibu di Indonesia yang kreatifitasnya di dapur langsung muncul karena keterbatasan ekonomi di satu sisi dan keinginan untuk membahagiakan anggota keluarga di sisi yang lain. 

Perkedel jagung, kata ibuku dulu adalah bakwan versi murah. Karena dengan modal jagung sebongkol, diberi terigu dan air, lalu masukkan bumbu lain, bisa jadi lauk orang serumah. 

Dalam hal ini, gorengan itu justru adalah cara kreatif membuat lauk makan sebagai jalan keluar dari keterbatasan ekonomi. Teri basah yang murah, diberi balutan tepung lalu digoreng bisa jadi pengganti ikan goreng yang harganya mungkin lebih mahal.

Ah. Sesungguhnya, minyak goreng itu bisa dikatakan sebagai bagian dari sembako. Apa artinya paket sembako jika tidak ada minyak goreng di dalamnya? Nyaris sebagian besar masakan Indonesia memang harus menggunakan minyak goreng. Bahkan minyak goreng digunakan untuk menggantikan posisi mentega yang lebih mahal kadang-kadang ketika membuat kue kampung.

Mungkin itu sebabnya banyak komentar yang bermunculan di twitter terkait dengan komentar ibu Megawati.

- KERUPUK kalo DIREBUS jadinya SEBLAK ibuuuuuu tau apa nda yaaa (@zarazettirazr)

- 

credit foto: akun twitter @twicher78929486
credit foto: akun twitter @twicher78929486
Bahkan ada yang meme yang memperlihatkan sedang membuat bakwan rebus. Hasilnya, ya... hancur sih. hehehe. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun