Tapi, tetanggaku suatu hari yang lalu pernah datang padaku.
"Bu Ade, kata tukang sampah ibu suka ngebuang minyak goreng yang sudah dipakai dan dianggap sudah rusak dalam kantong plastik di tempat sampah. Benar bu?"
"Iya. Kenapa memangnya bu?"
"Iya, saya minta ke tukang sampah, nggak dikasi sama tukang sampah. Nah, saya mau minta langsung aja ke ibu. Kalau minyak bekas ibu pakai, jangan dibuang ke tempat sampah bu. Saya mau nampungnya. Saya bisa nyaring minyak itu biar bersih lagi, jadi bisa saya pakai sendiri lagi. Lumayan bu daripada saya beli minyak."
Nah, minyak curah itu sama nggak sih dengan minyak daur ulang? Ibu aku bertanya beneran nih, karena tidak tahu.
Waktu aku kecil dulu, ibu pernah mengajariku cara mendaur ulang minyak bekas pakai. Yaitu, minyak disaring dulu dengan kain agar serbuk-serbuk gosong bekas gorengan tersaring. Setelah minyak lebih bersih, lalu dipanaskan.Â
Nah, setelah panas masukkan kepalan keras nasi putih ke dalamnya layaknya sedang menggoreng ubi. Nanti, (maaf) tai-tai minyak yang berwarna hitam berlendir akan melekat di tubuh kepalan nasi putih ini.Â
Nah, diangkat deh. Lalu masukkan kepalan nasi lagi. Begitu seterusnya hingga akhirnya kepalan nasi yang dimasukkan bersih tidak menyerap "tai minyak" lagi.Â
Ketika tetanggaku meminta minyak bekas pakai padaku, aku langsung ingat cara mendaur ulang minyak goreng bekas pakai yang diajarikan ibuku ketika aku kecil dulu.Â
Minyak goreng daur ulang ini, berbahaya sekali. Amat sangat berbahaya. Karena meski penampilannya seperti bersih tapi kandungannya sudah banyak senyawa karsinogeniknya. Yaitu zat atau senyawa yang bisa menyebabkan kanker.
Selain tidak baik untuk jantung dan usus halus, minyak goreng daur ulang mengandung kandungan radikal bebas akibat pemanasan minyak goreng berulang dapat menyerang sel sehat dan memicu pertumbuhan sel kanker.Â